Aktivitas manusia seperti penebangan ilegal, pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan, dan pertambangan ilegal telah menghancurkan luasnya hutan hujan dengan cepat.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Penyebab utama deforestasi di Indonesia antara lain adalah penebangan ilegal, konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, pertambangan ilegal, serta kebakaran hutan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Praktik penebangan ilegal yang tidak bertanggung jawab telah merusak luasnya hutan hujan di berbagai wilayah Indonesia. Pohon-pohon berharga seperti kayu ulin, meranti, dan ramin sering menjadi sasaran ilegal logging. Selain itu, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan pulp kayu juga berkontribusi signifikan terhadap deforestasi.
Selain deforestasi, perambahan hutan juga menjadi masalah serius. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan secara ilegal untuk tujuan pertanian atau perkebunan tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan polusi udara yang parah dan kualitas udara yang buruk di beberapa wilayah.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PKTL KLHK) Indonesia berhasil melakukan penurunan deforestasi sebesar 75,03% selama periode tahun 2019-2020.Â
Luas deforestasi turun drastis menjadi 115,46 ribu hektar, dibandingkan dengan tingkat deforestasi tahun sebelumnya yang mencapai 462,46 ribu hektar pada periode 2018-2019.
Sayangnya terjadi peningkatan luas areal kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sepanjang tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020. Luas karhutla pada tahun 2021 mencapai 354.582 hektar, meningkat sebesar 19,4% dibandingkan dengan 296.942 hektar pada tahun 2020.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat sebagai provinsi yang terdampak karhutla paling besar sepanjang tahun 2021, dengan luas karhutla mencapai 137.297 hektar. Sementara itu, Nusa Tenggara Barat (NTB) berada di peringkat kedua dengan luas karhutla mencapai 100.908 hektar.
Data ini mengindikasikan adanya tantangan serius dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Karhutla memiliki dampak yang merusak bagi ekosistem, kehidupan manusia, dan perubahan iklim.Â
Kebakaran hutan dan lahan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, merusak keanekaragaman hayati, dan mengancam kesehatan masyarakat.
Peningkatan karhutla bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk cuaca yang kering, praktik pembukaan lahan dengan membakar yang tidak bertanggung jawab, kegiatan pertanian yang tidak terkendali, serta pembalakan dan aktivitas manusia lainnya yang meningkatkan risiko kebakaran. Diperlukan upaya serius untuk mencegah dan menanggulangi karhutla.