Â
      Drama peretasan dan pencurian data yang dilakukan oleh Lockbit Ransomware kepada BSI (Bank Syariah Indonesia) mewarnai berita utama di beberapa media utama beberapa waktu lalu. Data-data yang dicuri, seperti dilansir dari Media Republika meliputi data nasabah, dokumen finansial, dokumen legal, NDA (Non Disclosure Agreement), semua password internal dan eksternal yang digunakan oleh bank.
      Lockbit yang sempat mengancam untuk menyebarkan seluruh data yang telah dicurinya jika setelah 72 jam sejak mengumumkan serangan cyber tersebut ke pulik atau tepatnya pada 16 Mei 2023 akhirnya benar-benar menyebar data-data tersebut ke dark web.
       Lockbit juga menyertakan pesan untuk para nasabah BSI, berikut terjemahannya seperti dilansir dari detik.com:
1. Sangat Penting, hentikan penggunaan BSI. Orang-orang ini tidak tahu bagaimana melindungi uang dan informasi pribadi Anda dari penjahat. Mereka bahkan tidak bisa mendapatkan situs mereka dalam seminggu. Hal terbaik yang bisa dilakukan penjahat kecil ini adalah membohongi wajah klien mereka, menghapus komentar di Twitter, dan membesarkan perut.
2. Mintalah keluarga dan teman Anda untuk berhenti menggunakan BSI. Hal ini menjadi poin yang tidak kalah penting karena peringatan kami tentang tidak bertanggung jawabnya bank ini tidak akan sampai ke semua nasabah BSI.
3. BSI harus memberikan kompensasi kepada Anda atas masalah yang Anda timbulkan. Jika Anda menemukan satu baris pun tentang diri Anda (Anda akan menemukannya) - pergi ke pengadilan, ajukan gugatan class action terhadap BSI. Mereka melanggar undang-undang privasi data dengan membocorkan informasi dan membuat Anda menunggu dan khawatir saat "pekerjaan teknis" sedang berlangsung, ketika mereka dapat membayar kami dan itu akan bekerja pada hari yang sama.
      Nah, kalau data-data keuangan sudah dicuri apa yang bisa kita lakukan sebagai nasabah biasa sebuah Bank? Apapun itu? Tentunya hal tersebut menimbulkan kecemasan terutama jika saldo di rekening, yang tak seberapa, tiba-tiba hilang, karena pada dasarnya tidak mungkin akan bertambah kecuali hal itu akan dikembalikan lagi jumlahnya sesuai jumlah semula. Belum lagi ancaman penggunaan penyalahgunaan data untuk pinjol (pinjaman online), judi, bobolnya layanan keuangan, asuransi, telemarketing, dan sebagainya.
      Hal yang penting untuk dibahas di sini selain ancaman langsung terhadap saldo rekening kita, yakni sistem keuangan digital yang amburadul dan ringkih. Saya katakan amburadul karena sebenarnya sistem keuangan ini tidak memiliki basis yang kuat. Mengapa demikian?
      Tidakkah pernah Saudara sekalian pikirkan betapa mudahnya bagi mereka yang mempunyai platform yang dapat memproduksi uang-uang digital ini, untuk membuat uang? Bukankah mereka tinggal mengetik dan menambahkan nol saja di belakang sebuah angka lalu uang itu ada dan dapat digunakan sekehendak hatinya? Dalam jumlah berapa pun!
      Bukankah itu sama saja dengan membuat uang turun dari langit? Menciptakan uang dari udara di sekitar? Bahkan hal itu lebih mudah lagi! Tinggal mengetikkannya saja melalui keyboard yang terhubung ke server-server pemroduksi uang digital.
      Sistem keuangan yang benar harusnya disokong oleh sumber uang yang nyata, yang dia tidak bergantung kepada apapun yang berada di luar dirinya. Tidak kepada kondisi politik, isu, maupun ancaman serta ketidakstabilan yang datang dari dalam dan luar. Uang tersebut harus memiliki nilai instrinsik, dimana nilai mata uang tersebut harus berada di dalam dirinya sendiri. Tidak mudah untuk dimodifikasi jumlahnya seenaknya sendiri dan harus memiliki ketahanan dalam hal daya tukar dalam jangka waktu yang lama.
      Jika menilik uang yang seharusnya atau yang ideal di atas, kita harusnya cukup jeli terhadap berbahayanya potensi uang digital dalam menghancurkan ekonomi dunia. Ketidakstabilan, terutama apabila jenis uang tersebut sudah tidak lagi dipercaya dan digunakan secara luas, dapat menimbulkan dampak serius. Misal saja bitcoin, suatu hari nanti pasti akan jatuh nilainya karena tergantikan dengan mata uang-mata uang digital lain terutama yang berasal dari lokal. Putusnya jaringan internasional karena disebabkan oleh bencana alam maupun perang juga akan langsung membabat habis fungsi uang digital.
      Oleh karena itu tidak salah jika kita mengingat kembali sejarah uang itu sendiri yang semenjak dahulu kala didominasi utamanya, dalam perdagangan di seluruh dunia, oleh dua jenis logam, yakni emas dan perak. Barulah setelah Amerika Serikat memenangi perang dunia kedua, dollar menjadi mata uang yang digunakan sebagai alat tukar perdagangan internasional antar negara menggantikan emas. Caranya bagaimana? Dollar saat itu melalui perjanjian Bretten Woods diwajibkan untuk digunakan sebagai alat tukar perdagangan antar negara. Seluruh negara di dunia dapat menukar emas-emas yang mereka miliki ke dalam Dollar.
      Nah, sudah tahu kan sekarang mengapa Dollar daya tukarnya sangat kuat dahulu kala di zaman Soekarno-Soeharto? Karena keberadaanya di-backing oleh emas. Meskipun hal tersebut hanya berlangsung hingga tahun 1970-an, yang karena Amerika Serikat mengubah nilai konvertibilitas Dollar-nya menjadi lebih tinggi membuat banyak negara tidak percaya dan meminta kembali emas-emasnya. Sayangnya Amerika Serikat segera menghentikan konvertibilitas emas ke Dollar dan menggantikannya ke minyak bumi. Dari tahun-tahun inilah awal munculnya istilah Petro-Dollar.
      Enak ya jadi pemenang perang dunia yang memiliki teknologi nuklir? Tak ada yang berani bersuara banyak saat itu, apalagi hanya beberapa negara-negara berkembang yang tercekik utang. Cukup memberi mereka diskon bunga saja dapat meunutup corongnya.
      Sekarang? Apa yang menjadi backing uang-uang digital itu? Di mana pun dan dalam merk apapun? Tak ada, hanya 'rasa percaya', itu saja. Kepercayaan nasabahnya, penggunanya, orang-orang yang memanfaatkan uang tersebut untuk keperluan sehari-hari, apapun juga, hanya itu, karena mereka 'percaya'.
      Padahal uang jenis ini paling tidak dapat digunakan, hampir sama seperti uang monopoli yang bisa diproduksi seenaknya oleh satu institusi. Coba saja tanya kepada mereka yang hidup di era perdagangan internasional zaman jalur sutera, jika ada yang masih hidup pasti mereka akan bertanya-tanya tentang seberapa bodohnya orang-orang yang mempercayakan sistem keuangannya kepada sistem digital semacam ini.
      Ringkihnya uang digital tak dapat disangkal, peretasan data hampir selalu terjadi lebih dari sekali setiap tahunnya, dan sayangnya kita tak pernah bertanya mengapa nilai tukar mata uang kita berkurang terus setiap tahunnya. Tak ada lagi yang bertanya mengapa tabungannya kini tak bisa dipakai sama sekali padahal dahulu bisa untuk membeli berbagai kebutuhan sehari-hari di pasar.
Berkurangnya nilai mata uang kita berarti bertambahnya kekayaan dan nilai di tempat lain atau dengan bahasa lain ada yang mencuri kekayaan negeri ini dan kita tidak bisa melihatnya. Hanya percaya saja dan bekerja layaknya budak setiap hari tanpa tahu semua itu. Bahkan ketika gaji yang kita terima dalam bentuk uang palsu. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H