Saat Ramadhan adalah waktu beribadah sebaik-baiknya dengan terus mengingat Allah SWT di setiap waktu. Mulai setelah sahur dilanjutkan sholat subuh, tadarus, hingga sholat dhuha. Waktu bekerja juga diisi dengan niat beribadah mencari rezeki hingga dzuhur tiba. Istirahat pun terasa berwarna dengan selingan bacaan Al-Qur'an. Tidur yang terhitung ibadah hingga sholat Ashar tiba, disusul kemudian dengan menyiapkan buka.Â
Seluruh doa yang dipanjatkan dihayati dan dikhususkan. Ibadah malam setelah sholat Isya' ditambah tarawih menjadikan malam-malam hari menjadi lebih hidup setiap harinya.Â
Itu baru contoh saja, masih banyak amalan lain yang nyatanya bisa kita kerjakan pada saat Ramadahan tiba. Namun, apakah hanya pada saat ramadhan saja ibadah-ibadah itu bisa kita laksanakan.Â
Kenyataannya iya, bagi sebagian besar dari kita ibadah-ibadah itu hanya berlaku pada saat bulan puasa saja, tidak demikian halnya di bulan-bulan lain setelah ramadhan.Â
Kesibukan bekerja acap kali menjadi alasan, meskipun sebetulnya waktu berjalan sama dan kesibukan tak pernah berakhir seberapa keras pun kita berusaha menyelesaikannya dengan cepat. Waktu-waktu kosong dan luang lebih banyak dihabiskan untuk menatap layar HP dan Laptop. Konten sosial media menjadi yang utama, hal-hal yang membawa kesia-siaan bukan lagi huruf-huruf indah dari kitab suci.Â
Lantas apa gunanya kita bersusah payah mengerjakan amalan di bulan Ramadhan yang lalu? Apakah hanya demi kebiasaan dan tradisi? Sholat berjamaah hanya saat tarawih saja? Bagaimana dengan sholat 5 waktu yang seharusnya lebih utama? Bukankah sudah seharusnya lima waktu itu juga ditunaikan dengan sebaik-baiknya jika tak ada halangan?Â
Tak ada lagi yang ditunggu-tunggu. Di kala adzan tiba kesibukan kita berjalan seperti biasanya, tak menyisakan sejenak perhatian untuk melangkahkan kaki menuju masjid. Membiarkan jiwa ini tergerus dan terbawa khidupan dunia yang menipu. Masih untung tak ada suara Iblis yang membersamai, yang selalu menyesatkan dan akhirnya menipu pandangan dan mata hati kita. Yang benar dianggap salah dan yang salah dianggap benar, apalagi di area yang abu-abu.
Tak ada lagi usaha untuk menghemat, hemat demi anak-anak yatim di luar sana, yang kelaparan dan kesusahan. Tak hanya harta yang mereka perlukan sebenarnya, pun kasih sayang dan perhatian dari Ayah dan Ibu yang telah menghilang entah ke mana.Â
Untungnya masih ada orang-orang di luar sana yang juga menaruh perhatian dan menghabiskan waktu yang seharusnya bisa mereka pergunakan untuk emcari uang seperti kita, demi membimbing anak-anak itu dan menanamkan cahaya Islam di hati-hati mereka.Â
Pakaian yang kita pakai sehari-hari, kini hanya demi ridha Bos, Pimpinan, dan Netizen belaka. Tak ada bedanya dengan mereka yang tak pernah melalui Ramadhan. Bukan pakaian taqwa yang seharusnya melingkupi diri ini dimanapun berada.Â
Kasih sayang, Harmoni, dan Keindahan Ramadhan sudah seharusnya dibawa ke bulan-bulan selepas itu. Supaya Islam menjadi cahaya kembali yang bersinar terang diantara semua.Â
Impian itu masih tetap ada, di kala sholat subuh nanti jumlah jamaahnya sama dengan saat sholat jum'at tiba. Menghadirkan harmoni yang ada putus-putusnya, menghadirkan cahaya di manapun berada. Maukah kau menjadi bagian dari itu?
Imam Ahmad mengatakan:"Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang hanya mengenal Allah di Bulan Ramadan saja".Â
Saatnya untuk instrospeksi diri bagaimana ibadah kita selepas Ramadhan berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H