Teknologi telokomunikasi telah berkembang pesat selama 1 abad ini. Manusia telah mengenal telekomunikasi jarak jauh mulai dari telepon benang yang biasa dijadikan mainan anak-anak, sandi morse yang dapat dikirim lewat telegraf, surat via telegram, lalu telepon yang bisa membuat kita berbicara satu sama lain secara langsung.
Teknologi telepon tanpa kabel atau wireless phone pertama kali dibuat di tahun 1973. Kini, berbagai macam telepon pintar mendominasi seluruh tempat di dunia. Bahkan saking umumnya, banyak anak-anak kecil yang sudah kecanduan dengan benda satu ini, apalagi orang tuanya yang tiap hari tak bisa hidup tanpa smartphone di sekitarnya.
Fungsi utama teknologi ini sebenarnya adalah untuk berkomunikasi antara satu sama lain secara jarak jauh. Namun demikian pada perkembangannya teknologi ini juga dilengkapi dengan kamera untuk merekam, jaringan internet untuk menjelajah di dunia maya, dan aplikasi-aplikasi lain yang kini berkembang sedemikian pesat mulai dari sekedar permainan anak hingga uang digital.
Pada dasarnya teknologi ini memanfaatkan frekuensi untuk berkomunikasi jarak jauh antara satu dengan yang lainnya. Bisa kita lihat di kartu-kartu yang terpasang di dalam handphone memiliki frekuensi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimaksudkan supaya komunikasi hanya terjadi pada frekuensi itu saja, tidak melebar kemana-mana, sehingga meminimalkan noise dan meningkatkan kualitas frekuensinya.
Nah, sekarang kita ke topik bahasan utama. Tidak susah sebenarnya memahami ayat-ayat Al-Quran terutama yang membutuhkan penjelasan lebih, yang terpenting adalah hati yang bersih dan pikiran serta nalar yang jernih. Ayat Al-Quran yang membahas masalah telekomunikasi ini adalah ayat ke 42 dari Surat Hud sebagai berikut:
“Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.”
Tentu saja yang paling menarik dari ayat di atas adalah kata-kata jauh terpencil atau مَعْزِلٍ (ma’zilin) dalam Bahasa Arabnya. Kata dasar dari kata مَعْزِلٍ tersusun dari suku kata ع-ز-ل dan digunakan sepuluh kali dalam Al-Quran di berbagai ayat yang berbeda.
Kata dasar ini sebagai kata benda berkaitan dengan makna kata isolasi, pengasingan, pemisahan, keterpencilan, kepencilan, ingatan, pembatalan, penghapusan, orang yg dikucilkan
Kata dasar ini sebagai kata kerja berkaitan dengan makna kata memisahkan, mengasingkan, mengisolasikan, menyekat, mengisolirkan, menyendirikan, memotong, pendekkan, memutus, memutuskan, memenggal, mengerat, memencilkan, menyayat, menyela, menebak, menghalang-halangi, memperasingkan, memihakkan, memisah, memencilkan diri, memperlainkan, mencerai, menyendiri, mengasingkan diri, merebut hak, memecat, memperhentikan, memberikan kesaksian, menerangkan di bawah sumpah, menyita, mengarantinakan, mengingat kembali, mengenang, menarik, menarik kembali, menimbulkan, menghidupkan, membatalkan, menghapuskan, mempertarikkan, mengembalikan, mengangan-angankan, mengucilkan, melepaskan, membuang, memindahkan, mengirim, menyerahkan untuk ditangani, menurunkan pangkat. (sumber: http://quran.bblm.go.id/?id=30322)
Itulah tafsir dari ma’zilin yang berarti jauh dan terpencil, yang berarti diperlukan sebuah alat untuk berkomunikasi antara Nabi Nuh dengan anaknya. Karena Nabi Nuh berada di kapalnya dan anaknya, seperti sudah dituliskan oleh Al-Quran, berada di tempat yang jauh lagi terpencil.
Menarik sekali untuk membahasnya, apalagi dengan berbagai kondisi yang mungkin sangat berbeda dengan zaman ini. Misalnya saja jika kita membahas ukuran Nabi Nuh yang mungkin sekali lebih besar dibandingkan dengan manusia-manusia akhir zaman seperti sekarang ini. Nabi Adam saja yang tak jauh silsilahnya dengan Nabi Nuh disebutkan berukuran raksasa, yakni setinggi enam puluh hasta.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Hammam dari [Abu Hurairah] dari Nabi SAW beliau bersabda, "Telah Allah cipta Adam dengan semua ciri fisiknya, tingginya enam puluh hasta. Selesai Allah menciptanya, Allah berfirman, "Sana pergi, dan ucapkanlah salam kepada malaikat yang duduk itu, dan dengarkan baik-baik bacaan salam mereka kepadamu, sebab itu sebagai salam penghormatanmu dan juga anak cucu keturunanmu."
Adam mengucapkan "Assalamu'alaikum". Para malaikat menjawab "Assalamu'alaika warohmatullah." Dan mereka menambahnya lagi dengan "Wabarokaatuh." Maka siapapun yang masuk surga, ciri fisiknya seperti Adam (tingginya enam puluh hasta), namun manusia semenjak jaman Adam, tingginya semakin berkurang hingga sekarang.” (HR Bukhari).
Pembahasan berikutnya adalah bisa saja Nabi Nuh berteriak waktu itu kepada anaknya yang meskipun dari kejauhan pastilah masih akan terdengar. Namun demikian itu tidak akan megubah tafsir dari kata مَعْزِلٍ (ma’zilin) yang berarti jauh terpencil.
Jika hanya jauh mungkin masih bisa kita membayangkan teriakan Nabi Nuh kepada anaknya, namun jika terpencil?
Maka dibutuhkan sebuah alat komunikasi agar keduanya dapat saling berbicara satu sama lain karena salah satunya berada di tempat yang sekali lagi, jauh terpencil.
Bagaimana, sudah jelas? Adakah bukti-bukti lain yang mendukung hal ini?
Telekomonikasi berhubungan erat dengan frekuensi yang menjadi medianya. Menarik sekali jika membahas apakah pada masa sebelum banjir besar perdabannya sudah mengenal frekuensi atau belum? Karena pada bukti-bukti artefak yang ditemukan ternyata mendukung sekali hal itu.
Sekarang perhatikan dahulu gambar-gambar di bawah, yang dihasilkan dari Gerakan pasir yang diletakkan di atas pengeras suara yang terhubung dengan penghasil frekuensi yang dapat diatur besarannya.
Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan bentuk pasir yang diletakkan di bagian atas jika getaran frekuensi suara yang diberikan diubah. Pattern semacam ini ternyata ditemukan pada artifak-artifak peninggalan manusia pada zaman dahulu kala utamanya di masa sebelum banjir besar.
Salah satu contoh nyatanya adalah bentuk-bentuk bangunan pada situs sangat luas yang diberi nama Adam’s Calender yang berada di Mpumalanga, Afrika Selatan. Jika dilihat menggunakan pesawat bentuknya akan sama dengan pasir yang diberi frekuensi suara tertentu seperti dijelaskan sebelumnya.
Ada begitu banyak bangunan yang mengambil bentuk-bentuk unik sepert di atas yang setelah diteliti berumur 75.000 tahun lamanya. Belum lagi bukti-bukti artefak yang mungkin memiliki kesamaan pola dengan pasir yang diberi frekuensi yang berbeda.
Nah, ini bisa sedikit memberikan penjelasan tentang teknologi di masa sebelum banjir besar. Allah SWT selalu menyebutkan jikalau manusia sekarang setelah Nabi Muhammad SAW atau akhir zaman hanya tidak lebih hebat dibandingkan manusia pada umat-umat terdahulu. Apa yang bisa diraih manusia sekarang hanya sepersepuluh dari apa yang telah diberikan Allah SWT kepada umat terdahulu.
“Dan orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sedang orang-orang itu belum sampai menerima sepersepuluh dari apa yang telah Kami berikan kepada orang-orang terdahulu namun mereka mendustakan para rasul-Ku. Maka (lihatlah) bagaimana dahsyatnya akibat kemurkaan-Ku.”
Bagaimana? Makin penasaran kan?
Seorang akademisi asal Turki bernama Yavuz Ornek sudah pernah menyampaikan pernyataan pada Tahun 2018 lalu mengenai kemungkinan penggunaan ponsel pada zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Dosen yang bekerja di Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Istanbul itu menyampaikan klaimnya yang kemudian viral ini saat diwawancarai stasiun televisi pemerintah TRT, "Terjadi gelombang air setinggi 300-400 meter dan putra Nabi Nuh berada jauh dari lokasi ayahnya."
Al-Quran secara implisit ingin menyampaikan bahwa seluruh kemajuan teknologi yang dapat diraih manusia akhir zaman seperti sekarang ini tidak berarti apa-apa bagi Sang Maha Pencipta. Tanpa keimanan, kepatuhan, dan keberserahan diri (muslim) kepada Pencipta Langit dan Bumi manusia hanyalah makhluk yang ingkar dan tak sukar bagi Allah SWT untuk menurunkan azabnya kepada manusia di bumi ini.
Ibadah dan ketaqwaan serta akhlak yang mulia lebih berarti dibandingkan dengan teknologi sehebat apapun. Sekali lagi, akhir zaman? Mungkin tak beda jauh dari zaman saat Nabi Nuh hidup di dunia. wallahu a’lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H