Â
      Ada sebuah kisah klasik tentang uang yang menyindir bagaimana bodohnya orang-orang yang hidup saat ini. Sebut saja Bahlul, ia seorang pekerja biasa yang hidup layaknya karyawan dan mendapat gaji bulanan. Ia memiliki rencana dan keinginan untuk dapat keliling dunia saat pensiun 30 tahun lagi dengan menabung uang hasil kerja kerasnya dari bulan ke bulan. Jadilah ia menabung hasil kerjanya setiap bulan di dalam lemari besar di rumahnya.
      Gajinya sebulan saat itu cukup untuk membeli satu ekor sapi, jumlah yang tentu cukup besar sehingga tak heran kalau ia berencana berkeliling dunia. Ia selalu menyisihkan uang untuk ditabung setelah menerima gaji bulanan. Sepuluh tahun pun berlalu, ada perasaan tak enak yang yang disimpannya. Gajinya dalam sebulan 10 tahun yang lalu cukup untuk membeli satu ekor sapi namun kini dengan jumlah uang yang sama ia hanya dapat membeli satu ekor kambing. Pikirannya kalut, tapi ia tetap berusaha positif thinking, mungkin memang zamannya sedang sulit, nanti toh lama kelamaan akan membaik.
      10 tahun lagi berlalu, yang berarti total sudah 20 tahun terlewatkan. Gajinya dalam sebulan tak lagi setara dengan satu ekor kambing, kini dengan jumlah uang yang sama ia hanya dapat membeli satu ekor ayam. Khayalannya yang dahulu selalu membayangkan untuk berkeliling eropa setelah pensiun kandas sudah. Apalagi dia juga ingin menyimpan uang untuk kuliah anaknya yang sebentar lagi akan lulus SMA. Duh, kenapa kondisi tak membaik, ia pun bertanya kesana kemari, kepada ahli-ahli dan penasehat ekonomi terkenal untuk membantunya mengelola keuangan agar tetap dapat mempertahankan cita-citanya berkeliling dunia pensiun nanti. Alhasil, ia diberi nasehat supaya bisa berinvestasi dan membuka usaha lain di samping pekerjaan utamanya. Hasil yang di dapat cukup baik bahkan setara dengan gaji utamanya saat bekerja. Ia pun optimis kembali.
      10 tahun terakhir berlalu, sudah 30 tahun sekarang semenjak dulu pertama kali ia mencetuskan keinginannya. Sayangnya, kondisinya kini tak jauh berbeda dengan mereka yang baru bekerja. Meskipun tabungannya cukup banyak tapi itu tak setara dengan kerja kerasnya dan tak cukup untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Bukan hanya gagal keliling dunia, namun ia harus menombok untuk biaya pernikahan anak-anaknya. Alasannya satu, kini gajinya sebulan yang sudah disimpannya hanya cukup untuk membeli seekor ayam saja.
      Ya, ampun, sudah susah-susah menabung kok malah ia merasa rugi. Seperti tak ada gunanya menabung, padahal semenjak dari kecil ia selalu ditanamkan supaya menyisihkan sebagian uang jajannya untuk disimpan. Kebiasaan yang seharusnya baik, akan tetapi mengapa nilai uang yang ditabungnya selalu turun dari tahun ke tahun? Pertanyaan yang membuatnya pusing karena ia harus berpikir tentang istilah-istilah aneh seperti inflasi dan devalusi.
      Akhirnya saking pusingnya, setelah tua, ia hanya bisa berpikir untuk beribadah saja. Setiap hari ia rajin pergi ke masjid. Di bulan Ramadhan ibadahnya lebih daripada biasanya, yang hanya sekedar melaksanakan sholat tarawih saja. Lima waktu sholat wajib kini dengan disiplin dijaganya. Imam masjid sampai hafal dengan wajahnya, pria tua yang seumuran, padahal dulunya ia jarang sekali pergi ke masjid.
      Suatu kali ia diajak oleh Imam masjid untuk mengikuti kajian setiap ba'da Subuh. Di kajian pagi hari itu membahas mengenai kondisi akhir zaman, hal yang pertama dibahas adalah surat Al-Kahfi. Penceramah bercerita tentang para pemuda yang tertidur selama 300 tahun jika dihitung dengan kalender matahari dan 309 tahun jika dihitung dengan kalender hijriah (bulan). Lalu ia membacakan ayat yang menceritakan apa yang dilakukan oleh para pemuda itu setelah mereka bangun. Â
      "Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun." (QS: Al-Kahfi 19)
      Bahlul kaget karena ia mendengar kata 'uang', sesuatu yang membuatnya pusing tujuh keliling selama tiga puluh tahun terakhir ini. Hal yang membuatnya menderita, ia seperti budak yang bekerja keras namun tak mendapatkan apa-apa yang diimpikannya. Lebih kasarnya lagi ia seperti hanya bekerja namun bayarannya hanya bisa digunakan dalam jangka waktu tertentu, seperti uang mainan yang hanya berlaku di waktu dan tempat tertentu saja. Kini, telinganya menangkap sebuah kata yang membuat pikirannya kacau kembali, yakni 'uang perak'.
      Ia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada Imam masjid yang kebetulan duduk di sebelahnya, "eee, berapa lama mereka tertidur, maaf saya tadi melamun jadi tak begitu mendengarkan, umm tiga err tiga puluh tahun ya? Wah, hebat ya satu koin perak masih bisa dipakai setelah selama itu..."