Kondisi iklim di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor penggerak (modular) iklim yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya di wilayah regional sekitarnya. Wilayah regional ini meliputi Samudera Hindia sendiri sebagai samudera utama di wilayah Nusantara, kemudian Samudera Atlantik di sebelah barat dan Samudera Pasifik di timurnya.Â
Benua Asia di sebelah utara dan Benua Australia di sebelah selatan turut mempengaruhi kondisi iklim di Indonesia. Kondisi atmosfer, hidrosfer, kriosfer, permukaan tanah, dan biosfer merupakan komponen-komponen penting dari sistem iklim yang dapat mempengaruhi iklim suatu daerah. Selain juga dipengaruhi oleh posisi lintang, medan, dan ketinggian, serta badan air dan arusnya.
Nah, telah dirangkumkan secara lebih sederhana faktor-faktor yang menjadi penggerak iklim di Indonesia yakni Monsun, ENSO, IOD, MJO, dan gelombang atmosfer tropis lainnya. Berikut pembahasan singkat sekaligus kondisi terkininya pada dasarian I Februari 2023 ini.
1. Monsun
Merupakan faktor penggerak iklim utama di Indonesia yang tanpanya tidak ada istilah 'musim hujan' dan 'musim kemarau'. Monsun Australia atau monsun timur membawa angin kering yang bertiup dari selatan ke utara, mengakibatkan musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia sedangkan Monsun Asia membawa angin basah yang bertiup dari utara ke selatan.
Pada saat ini sirkulasi monsoon di wilayah Indonesia didominasi oleh monsun Asia. Monsun Asia diprediksi aktif hingga dasarian I Maret 2023. Kondisi tersebut mendukung pembentukan awan di wilayah Indonesia. Sedangkan mosun Australia tidak aktif dan diprediksi tetap tidak aktif hingga dasarian I Maret 2023.
2. ENSO
El Nio-Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena laut-atmosfer yang terjadi secara berkala dan tidak teratur yang melibatkan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik timur laut, dan berpengaruh terhadap sebagian besar daerah tropis dan subtropis. ENSO juga dapat didefinisikan sebagai anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.
Indeks ENSO pada bulan Februari dasarian I 2023 berada dalam status La-Nina lemah (indeks Nino 3.4 = -0,61). Indeks Nino 3.4 maksudnya adalah region yang merujuk  pada lokasi di Samudera Pasifik yang merupakan irisan dari region 3 yang berada di samudera Pasifik timur dengan dengan region 4 yang berada di bagian tengah samudera Pasifik.
Kondisi La-Nina diprediksi akan beralih menuju fase ENSO Netral pada periode Februari-Maret-April 2023.
3. IOD
Indian Ocean Dipole (IOD) didefinisikan sebagai perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu di Laut Arab (Samudera Hindia bagian barat) dan Samudera Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
Indeks IOD bulan Februari dasarian I 2023 berada dalam status Netral (indeks +0,24). Hal ini berarti IOD tidak terlalu berdampak signifikan bagi kondisi iklim dan cuaca di wilayah Indonesia.
Kondisi Netral ini diprediksi akan berlanjut hingga Mei 2023.
4. MJO
Madden Julian Oscillation (MJO) merupakan aktivitas intra seasonal yang terjadi di wilayah tropis yang dapat dikenali berupa adanya pergerakan aktivitas konveksi yang bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.
Analisis MJO bulan Februari dasarian I 2023 ini berada pada fase 4 (aktif di benua maritim Indonesia) dengan intensitas 0 s/d -1. Aktifnya MJO secara umum berarti peningkatan curah hujan di wilayah yang dilewatinya. Hal ini sudah dibuktikan dengan curah hujan deras di Sulawesi bagian selatan yang mengakibatkan banjir pada dasarian lalu hingga saat ini.
MJO akan terus aktif menuju fase 6-7 (berarti di kawasan Pasifik Barat, 140 derajat bujur timur s/d 160 derajat bujur timur) hingga akhir dasarian II Februari 2023 (tanggal 11-20).
Nah, setelah membahas kondisi terkini dari faktor-faktor modular iklim update terkini, dapat kita rangkumkan potensi dampak yang dapat terjadi bagi Indonesia sendiri:
1. Penguatan hujan monsun di beberapa wilayah dimungkinkan terjadi setelah jeda hujan bulan lalu dan awal bulan ini.
2. Beberapa wilayah masih berpotensi mengalami kurang hujan karena pada daerah dengan tipe hujan ekuatorial, bulan Februari adalah musim kemarau pertama.
3. Secara umum di wilayah Indonesia pada dasarian II bulan Februari 2023 s/d dasarian I Maret 2023 umumnya diprediksi curah hujan berada di kriteria rendah hingga menengah (10-150 mm/dasarian).
Sumber: Infografis yang dikeluarkan oleh sub bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG. Merujuk pula kepada definisi modular-modular iklim yang dikeluarkan oleh Pusat Meteorologi Maritim BMKG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H