Dengan rasa bangga sebagai anak remaja Indonesia, saya  mengibarkan Sang Saka Merah Putih di stadion utama di sebuah kota kecil yang bernama Meulaboh (Ibukota Kabupaten Aceh Barat). Yang kemudian, menjadi salah satu kenangan tersendiri yang tidak terlupakan, yang selalu 'memorabilia" nya muncul di setiap kali peringatan 17 Agustus tiba.
Ada semacam kebutuhan jiwa yang membuat jeda sejenak. Merenung tentang Indonesia dan ke-Indonesia-an. Meski, karena tinggal di kota besar seperti Bandung dan Jakarta, refleksi ini hanya sewaktu-waktu saja dilakukan.
Orang-orang kota mungkin tidak begitu peduli lagi dengan gegap-gempita 17 Agustus ini sebagaimana dahulu. Kota metropolitan yang mayoritas masyarakatnya lebih sering lebih berfokus dalam kegiatan bisnis itu, seringkali tidak menganggap penting upacara bendera yang tampak konvensional.
Meskipun di beberapa tempat, masih tampak juga beberapa bentuk ekspresi perayaan 17 Agustus bendera yang unik juga. Dulu, ketika menjadi mahasiswa di Bandung, saya merayakan 17 Agustus ini dengan menancapkan Bendera Merah Putih di puncak Gunung Gede dan Burangrang, bersama beberapa teman sepetualang yang waktu itu masih gagah-gagahnya, karena menjadi anggota pencinta alam.
Lalu, apakah karena tidak ikut upacara bendera, maka jiwa nasionalisme menjadi luntur?
Hari ini,
Saya ingin mengekspresikan kegembiraan merayakan HUT 17 Agustus 2018 dengan cara yang lain. Menyanyikan sebuah lagu perjuangan yang paling saya suka, yaitu: "Indonesia Pusaka". Dengan diringi oleh dentingan indah piano (accoustic music) yang memberi nuansa dan ruang ekspresi yang luas.Â
Alunan nada dan melodi yang indah ini, kemudian bagai terasa mengalir dan menjalar perlahan ke dalam jiwa. Betapa kita kemudian semakin menyadari lebih dalam makna perjuangan para pejuang yang memerdekaan negara ini dari penjajah (kolonialisme) dengan keringat, darah bahkan nyawa.
Mari kita (meskipun cuma sejenak), merenung dan memingkatkan kecintaan terhadap tanah air ini. Karena bagaimana pun, negara Indonesia ini seyogyanya adalah bagian dari diri kita, kehidupan kita. Karena siapapun kita yang bernama: orang Indonesia, Apapun profesi kita dan dimana pun kita sekarang berada. Kita  dilahirkan di sini, dan mungkin juga kelak...akan me ngakhiri hidup kita di sini.
Tanpa perlu hiruk-pikuk  dan "wara-wiri" karena harus menghadiri upacara bendera itu. Saya hari ini pun merasakan kembali rasa NASIONALISME itu. Dalam bentuknya yang berbeda dan sederhana, yaitu menyanyikan sebuah lagu  yang bernama: "Indonesia Pusaka"...
"Indonesia....
Di sini tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata
Di sini tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata"