Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Ketegaran Si Odimz di Pondok Sukaratu

31 Mei 2017   19:11 Diperbarui: 1 Juli 2017   20:05 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Odimz, sedang menatap horizon kebebasan nun di kejauhan, dari Puncak Gunung Galunggung yang berkabut, yang berhasil di dakinya, Di suatu sore, pada hari itu... / Photo by: Rendra Tris Surya)

Selalu ada hal-hal menarik  yang tsk terduga di dalam setiap Perjalanan. Meskipun pergi  ke tempat yang sama berulangkali...

*****

Saat menjalankan dua operasi besar, yaitu  by-pass jantung dan pergantian katup di Bulan Desember 2016 lalu.  Satu-satunya anak saya yang tidak bisa hadir di Rumah Sakit Harkit waktu itu, adalah Odimz. Keadaan dia yang berada di Pondok Pengobatan ala Pesantren di Kecamatan Sukaratu, Tasikmalaya itu, memang tidak memungkinkannya untuk pergi ke Jakarta. Selain itu, kami juga tidak mau membebani pikirannya...

Namun, beberapa bulan terakhir pasca operasi yang mencekam itu. Saya kok selalu teringat ke anak bungsu laki-laki yang satu ini. Sampai-sampai merasa sering berdialog dengannya di dalam mimpi. Memang, di pesantren pengobatan itu, setiap pasien dilarang menggunakan HP, membaca koran, melihat TV. Bahkan berhubungan terlalu sering dengan keluarga sekalipun. Semua kegiatan rutin mereka yang padat, dimulai dari pukul 02 tengah malam hingga jam 20:00 itu, hanyalah kegiatan ke-Agamaan.

Sejak  bangun untuk sholat tahajud, sholat subuh, mengaji dan seterusnya, dari waktu ke waktu hingga matahari mulai terang penuh dengan aktivitas. Termasuk olahraga ringan di halaman. “Ini memang merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan kami,” kata Dedi, pemimpin pondok pengobatan ini. “Kami mengobati, selain dengan pendekatan psikologi motivasi, pengobatan herbal, juga berupaya menyentuh hati mereka dengan berbagai aktivitas Agama,” lanjutnya. Sekitar 60 orang pasien silih berganti keluar masuk pondok ini. Kebanyakan  dari mereka adalah mantan pemakai narkoba yang tobat, ingin direhabilitasi, dan penderita depresi. 

Uniknya, orang-orang yang labil ini tampak dengan patuh mengikuti semua kegiatan yang ada secara teratur dan displin dari hari ke hari. Berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.  “Saya juga heran. Pasien yang saat masuk  tampak liar dan berteriak-teriak gelisah. Setelah beberapa hari di sini berubah menjadi kalem dan penurut,” kata istri saya heran, setelah  beberapa kali ke sini.

Sudah pasti para Psikater dan Psikolog yang katanya lebih memiliki pendekatan pengobatan modern  itu, tidak bisa menjelaskan fenomena pengobatan alternatif tradisional yang “aneh”, tapi nyata ini. Secara ilmiah, terdapat beberapa literatur yang akhir-akhir ini juga mulai menyadari pentingnya  pendekatan AGAMA  dalam mengobati pasien, di antaranya adalah sebagai berikut: "Religious Therapeutics: Body and Health in Yoga, Ayurveda, and Tantra by Gregory P. Fields", "Realized Religion - Research on the Relationship between Religion and Health", "The Power of Inner Pictures: How Imagination can Maintain Physical and Mental Health", dan "Religious Beliefs, Evolutionary Psychiatry, and Mental Health in America: Evolutionary Threat Assessment". Systems Theory".  Mungkin sudah saatnya kedokteran modern bersinergi dengan pengobatan alternative yang telah diakui seperti ini. 

Dua Setengah Tahun Berobat

Odimz memang sudah terlalu lama mendekam di sana, dengan segala fasilitas kehidupan komuitas yang sangat sederhana. Dua setengah tahun, memang bukan waktu yang sebentar. Kami pun sekeluarga sering merindukannya berada di rumah. Tapi jujur saja, sebelumnya kami belum siap secara mental. Berbagai persiapan fisik juga membutuhkan banyak biaya  agar dia bisa kembali ke rumah dengan nyaman, termasuk berbagai kegiatan khususnya nanti yang harus dilakukan agar tidak mengalami "kekosongan".  

Disitulah memang dilemanya! 

Keberadaannya yang jika masih tetap labil,  akan mengangggu pikiran dan konsentrasi anak-anak saya yang lain, yang saat ini sedang semangat-mangatnya kuliah. Sebenarnya  fenomena seperti  ini, lazim dialami  oleh semua keluarga yang anggotanya menjadi pemakai narkoba, atau yang mengalami depresi. “Kalau memang keluarga belum siap, ya tidak apa-apa. Kami siap menampung dia di sini. Walaupun, biasanya hanya selama enam bulan sampai setahun saja  para keluarga sudah menjemput mereka pulang,” kata Darul, salah seorang dari 14 orang pengasuh di sana, mencoba memahami situasi kam.

Dan,  selama waktu panjang itu pula, karena berbagai kesibukan: Ayah dan Ibunya baru bisa melihat Odimz sebanyak tiga kali. “Tidak baik juga memang kalau sering-sering dilihat. Karena akan membuat pasien menjadi galau dan ingin segera pulang, “ kata pengasuh pondok tersebut lebih lanjut.  namun, kami selalu berusaha setiap bulan berbicara dengannya melalui telpon. Meski pun akhirnya selalu diakhiri dengan pernyataan “kapan saya dijemput?”.

Biarkan saja dulu Odimz belajar Agama  lebih mantap di sana, sambil membangun kedisplinan dirinya. Kita ikhlaskan bila kita rindu dengan dia. Di sana, dia tidak mungkin lagi begadang seenaknya tiap malam sebagaimana di rumah. Mendengar musik rock keras-keras seharian di kamar yang kemudian menganggu orang tidur. Tidak mungkin juga enggan bergaul dan takut dengan keramaian. Bahkan di sana dia tidak sempat melamun dalam kesendiriannya.  Anak laki-laki itu, memang harus dididik  lebih berdisplin, demi perkembangan dirinya sendiri untuk bisa menjadi sosok yang tangguh,” demikian Ibunya, berulangkali memberi alasan. 

Tapi hari ini, entah mengapa, saya ingin sekali bertemu dengannya. Saya seperti mendapat bisikan bathin dari jauh darinya. Seperti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan ke Ayahnya dalam  komunikasi “telepati” tersebut. Saya pikir, mungkin karena  dia sedang jenuh. Atau  ingin mengetahui keadaan kesehatan Ayahnyapasca operasi jantung. Atau, ingin curhat untuk menyampaikan sesuatu yang sudah sangat menyesakkan dadanya ?

Mencari Persewaan Motor

Maka, pagi di hari Rabu, 24 Mei 2017 jam 07:00 pagi itu,  “Bus Budiman” dari Kota Cimahi akhirnya berangkat ke Tasikmalaya yang berjarak sekitar 4 Jam tersebut. Di dalam perjalanan, baru saya teringat  memberitahu sobat lama, Yuyun Serano yang tinggal di Kota Tasik, niat saya mampir dan sekaligus meminjam motornya seperti biasa. Akan tetapi  kali ini jawabannya mengagetkan: “Wah, maaf Mas...! Motor sudah dikirim ke anak yang sedang kuliah di Bandung. Saya sekarang, bahkan sudah di mutasi ke Garut. Rumah kami di Tasik kosong..”  Sungguh saya tidak menduga hal ini bisa terjadi. Karena selama beberapa kali ke kota Tasik,  kami selalu bersilaturahmi ke rumahnya dan dibantunya dengan senang hati meminjamkan motor kesayangannya itu. Yuyun dan keluarganya sudah seperti saudara saya sendii.  Tapi, ya, itulah suatu PERJALANAN....Selalu ada hal yang tak terduga dan berbeda. Dan mungkin bisa mengejutkan!

Wah, lalu gimana, kiita  nih...?” tanya saya ke Bobie Tisna Anandika yang duduk di samping di dalam bus tersebut.  

Menggunakan angkutan umum di kota Tasik ini sangat tidak praktis. Operasionalisasi angkutan umum di sana  hanya sampai sore hari, dan banyak berhenti “ngetem” menunggu penumpang. Akhirnya, saya mencoba alternatif lain: mencari di google tentang informasi persewaan motor khusus di kota Tasikmalaya. Walaupun selama ini memang tidak ada yang berbisnis begini di sini. Tidak seperti di Bali atau Yogya, di sana bisnis persewaan motor tumbuh menjamur, seiring dengan  banyaknya turis backpacker lokal maupun  mancanegara yang datang ke sana. Tapi disini, di kota Tasik,  hampir tidak pernah terlihat ada turis bule yang berkeliaraan dengan ranselnya tersebut.....

Kita coba saja googling, karena biasanya selalu ada informasi yang mengejutkan mengenai apa saja dari dunia maya ini,” ujar saya ke Bobbie T Anandika, anak kedua  yang menemani perjalanan kali ini. Ternyata benar! Saya  mendapat nomor kontak HP Pak Andi (081320736702), yang mungkin satu-satunya orang di kota Tasik saat ini yang berani menjalankan bisnis menyewakan motor harian, mingguan hingga bulanan tersebut. 

Awalnya saya ragu-ragu memulai bisnis ini. Karena takut motor saya dibawa lari para penyewa.. /hehe..,” katanya sambil tertawa ramah, ketika kami berkenalan dan bertemu di Pool Bus Budiman  Jl Juanda, Tasikmalaya pada hari itu. “Tapi setelah saya jalankan, lumayan lancar dengan modal empat buah motor seperti ini...Tapi ya itu tadi, penyewa harus membawa jaminan empat kartu identitas  asli ,” jelasnya. Kebetulan saya selalu menyiapkan itu semua setiap kali ber-backpacking atau pergi ke luar kota. 

Kemudian, saya menyerahkan kartu keluarga asli, KTP anak saya, Passport dan Kartu PNS  asli. “Sewanya Rp 75.000 per 24 jam, Pak. Terhitung mulai dari jam sekarang sampai jam yang sama besoknya. Kalau nanti pada hari Jumat sore Bapak kembalikan, maka kalau ada kelebihan pemakaian,  per jamnya Rp 10.000,” jelasnya  mengenai “The rule of his motorcycle rental”. “Siapa saja yang biasanya menyewa motor di sini?” tanya saya penasaran juga, mengingat Tasikmalaya bukan kota wisata yang terkenal . “Orang-orang dari luar, Pak! Dulu ada seorang dokter muda yang sedang praktek kerja selama 3 bulan di pelosok Kabupaten Tasik yang perlu motor. Ada juga mahasiwa-mahasiswa yang sedang traveling dari Bandung ke sini,” ujarnya.

Akhirnya, dengan motor pinjaman merek MIO berwarna merah dari Yamaha, yang tampak masih gres keluaran tahun 2016 itu, kami kemudian mencari penginapan murah di sekitar jalan Juanda. Setelah beristirahat sejenak, kemudian melanjutkan perjalanan mengunjungi Odimz yang lokasinya berada di luar kota Tasik, yaitu di Kecamatan Sukaratu. Seperti biasa, saat pertama kali  bertemu, Odimz terlihat kaget. “Lho kok ada Papa di sini? Gimana operasi jantungnya, Pa?”  itu responnya spontan. 

Saya memeluknya dan menyerahkan oleh-oleh titipan Mamanya. Dan seperti biasa, dia banyak bertanya ini-itu tentang keadaan rumah. Lalu beralih ke Abangnya, menanyakan mengenai perkembangan musik terakhir di Bandung (Abangnya kebetulan juga seorang musisi), termasuk perkembangan HP terbaru yang sedang dipergunakan Abangnya. Dia pegang-pegang HP Abangnya. Tampak sekali dia ingin kembali ke lingkungan masyarakat modern seperti dulu yang tidak terlepas dari telpon genggam dan medsos itu.

Memang, sepertinya tidak ada anak muda dari mana pun yang bisa bertahan hidup lama terisolir seperti ini. Mungkin, jika diamati secara seksama: ada juga pemberontakan dari dalam hati para pasien yang umumnya anak-anak muda berusia produktif tersebut. Namun, di sisi lain, sekaligus tampak ketidakberdayaan mereka sejak “ditinggal” para keluarganya masuk ke sini. banyak di antara mereka  berasal dari  tempat-tempat yang jauh seperti Sumatera, Kalimantan bahkan Sulawesi. 

 “Di sini dikenakan biaya dengan sistem subsidi silang,” kata pengurus.  “Biayanya Rp 2.250.000 per bulan bagi yang mampu. Tapi, gratis bagi warga lokal yang  kami nilai tidak mampu,” katanya lebih lanjut. Tapi, ya itu tadi. Pasen harus siap hidup terisolir selama pengobatan di lingkungan di sini. Menjauhkan diri dari  segala kebisingan  kehidupan masyarakat modern, yang seringkali bisa menambah drepresi.  

(Jika cuaca cerah, akan terlihat pemandangan indah Gunung Galunggung dari Kota Tasikmalaya sebagaimana di sore ini...Lokasi Pondok Odimz berada di kaki gunung Galunggung tersebut / sumber photo: Geomagz.geologi.esdm.go.id)
(Jika cuaca cerah, akan terlihat pemandangan indah Gunung Galunggung dari Kota Tasikmalaya sebagaimana di sore ini...Lokasi Pondok Odimz berada di kaki gunung Galunggung tersebut / sumber photo: Geomagz.geologi.esdm.go.id)
Menguji Odimz Menjajaki Puncak Gunung Galunggung

Odimz tampak senang ketika saya minta ijin ke pengasuhnya, untuk mengajaknya jalan-jalan beberapa jam dengan motor, menuju ke Gunung Galunggung yang berjarak sekitar 1 jam dari lokasi Pondok Sukaratu ini. Selama dua tahun setengah dia berada di sini, tidak pernah sekalipun dia jalan-jalan ke luar lingkungan.  Saya tahu, pasti, dia yang hobi traveling ini i senang. Lalu di sepanjang jalan, tampak dia terkagum-kagum dengan keindahan alam persawahan subur yang mengelilingi  Pondoknya ini. 

Desa-desa disekitar kaki Gunung Galunggung yang kami lewati itu, memang salah satu lumbung padi dan sentra ikan air tawar di Kabupaten Tasikmalaya.  “Udaranya dingin dan segar ya, Pa..”, komentarnya. Saya surpirse! Odimz sudah berubah banyak hari ini, termasuk dalam hal berkomunikasi. Dia tidak lagi tampak terlihat panik, marah dan gelisah sebagaimana dulu, saat dibawa ke tengah keramaian. Bahkan, terlihat antusias dan tertarik dengan berbagai hal yang dilihatnya dalam perjalanan kami menyusuri kampung-kmpung dan hutan di sekitar Gunung Galunggung ini.

Akhirnya, kami sampai ke kaki Gunung Galunggung, dan lalu mengajaknya naik ke puncak   melalui  625 anak tangga, yang sebenarnya akan melelahkan bagi  siapapun. Odimz tampak dengan tenang menapaki anak tangga tersebut. Dia tampak tenang  dan nyaman sebagaimana kecil dulu saat diajak "berpetualang"  di samping Ayahnya. 

Meskipun kemudian,   dia minta istirahat berkali-kali setelah melewati anak tangga yang ke 300. Dan saya pun ikut terengah-engah pula. Memang, seharusnya pasca lima  bulan operasi besar, saya belum boleh melakukan aktivitas fisik berat seperti ini. Tapi saya surprise juga!  Karena kalau dulu sebelum operasi jantung, saya terengah-engah berat dan berkeringat dingin yang banyak sambil merasakan “ngab” di dada sebelah kiri (catatan: Angina dlm istilah kedokteran) ketika mendaki tangga ini.  

Kondisi jantung koroner sebenarnya berbahaya buat naik gunung. Karena aliran darah ke jantung tersumbat akan tetapi jantung dipaksa bekerja keras. Mungkin, saat itu dua tahun yang lalu tersebut ketika saya ke sini: bisa  terserang jantung dan riskan! Tapi kali ini, terengah-engah yang dirasakan seperti rasa capek biasa saja...Jantung tetap berfungsi normal. Inilah  uniknya. Saya dan Odimz (Ayah dan Anak) hari itu, sama-sama sedang menguji “kesehatan” diri masing-masing..... Dan Alhamdulilah,  kami berhasil sampai ke puncak ! Tampaknya kami berdua  telah diberikan kesehatan kembali..

Ketika kami duduk-duduk di warung di puncak Gunung Galunggung,  sambil menikmati indomie kesukaan Odimz dan secangkir kopi hangat. Saya sempat khawatir juga. Bagaimana kalau tiba-tiba Odimz kumat “sakaw”nya, lalu  lari-lari tanpa sadar  tidak terkontrol seperti dulu dan  melompat ke jurang?  Atau, bagaimana ketika kami jalan di puncak saat wara-wiri lalu terpeleset ke tepi jurang ?

Uniknya, justru  menjelang senja yang mulai gelap. Odimz malah mengajak saya menelusuri sisi kanan  di bagian atas Puncak Galunggung itu untuk  melihat tugu letusan yang baru dipasang di sana beberapa bulan yang lalu. Dia termenung sesaat sambil membaca tulisan di tugu tersebut, yang mungkin waktu di sekolahnya dulu, kedahsayatan letusan Gunung Galunggung ini sering dibahas.  Lalu dia mengajak jalan-jalan  ke sudut lain  ketika  melihat orang-orang yang sedang berkemah.

Dilanjutkan ke tempat sekelompok anak-anak muda yang sedang asyik membuat photo selfie di jembatan kayu khusus yang dibangun di puncak, untuk mnencitrakan sedang berada di atas awan. “Itu di lereng jurang di bawah, kok ada orang yang berkemah? Kita ke sana yuk, Pa.. ” ajak  Odimz. “Jangan, ke sana terlalu berbahaya buat kita, terlalu jauh turunnya....Kita belum siap hari ini untuk itu. Ntar kapan-kapan...Kita lihat pemandangannya saja dari atas sini saja ,” jawab saya tegas, karena mulai bertambah  khawatir..

(Kawah yang dulu merupakan sumber letusan besar itu, kini malah tampak subur dan bahkan sering dijadikan salah satu tempat camping favorit anak-anak muda dari Tasikmalaya dan sekitarnya / sumber photo: wisatanesia.co.id)
(Kawah yang dulu merupakan sumber letusan besar itu, kini malah tampak subur dan bahkan sering dijadikan salah satu tempat camping favorit anak-anak muda dari Tasikmalaya dan sekitarnya / sumber photo: wisatanesia.co.id)
Ketika malam akhirnya menghampiri  Puncak Gunung Galunggung di ketinggian 2.168 meter ini,  yang mulai terkesan menyeramkan. Kami pun turun dengan te rgopoh-gopoh, menuruni kembali 625 buah anak tangga menuju ke tempat parkir. Tampak segerombol anak muda yang justru baru mulai aktivitasnya menaiki puncak ini, dengan segala peralatan perkemahannya.  “Ini acara tradisi ,Pak..menjelang Puasa,” jawab mereka,  saat ditanya kok malam-malam justru ke sini.

***

Motor kami kemudian melewati jalan berbatu yang menurun di tengah hujan geirmis yang mulai deras di hutan Galunggung, pulang menuju ke Kecamatan Sukaratu,  ke Pondok tinggal si Odimz. “Pa, bagaimana kalau kita langsung pulang aja ke Cimahi. Saya sudah bosan banget di sini..” tiba-tiba suaranya terdengar dari belakang  jok motor ketika kami hampir sampai. Akhirnya, motor tetap masuk  ke pagar pondok yang selalu terkunci tersebut. Di ruang tamu, Odimz mulai mengeluh berbagai hal.  

Katanya, kepalanya mulai terasa pusing, dan kaki pegal-pegal. Rupanya pendakian kami hari ini berdampak kelelahan luar biasa juga buat dia, yang  selama 2,5 tahun di sini jarang berolahraga serius.  Tampak dia mulai tidak nyaman dan gelisah, kalau sudah merasa kurang fit seperti ini. Dia kemudian memaksa saya untuk membawanya pulang malam itu juga.... “Naik bus juga ng apa-apa ke Cimahi,” katanya mencoba mayakinkan.

 “Saya takut, Pa ! Kalau nanti harus tinggal di tempat ini seumur hidup..” katanya dengan nada yang kemudian berubah menghiba. Dia mulai meneteskan air mata dan menatap saya lama untuk meminta pengertian. Saya kemudian terkejut melihat  curhatnya yang tidak biasa seperti ini ! “Oh, rupanya selama ini dia merasa begitu tertekan di sini, yang mungmin sudah melampui batas ketahannya...,” pikir saya. Sebaliknya, kamipun sebenarnya menahan rindu berat kepadanya. Uniknya, kalimat yang diucapkannya ini, persis seperti yang saya dengar saat bertemu Odimz dalam mimpi..  

Saya tatap matanya lama.....

Lalu saya elus kepalanya yang plontos itu...”Odimz masih anak Papa....Tenang-tenang  saja, jangan terlalu khawatir. Kami semua tidak akan melupakan Odimz, dan membiarkan lebih lama tinggal di sini,” hibur saya kepadanya. “Percayalah, Odimz pasti segera pulang....Tapi bukan hari ini. Karena perlu banyak persiapan yang harus dilakukan di rumah. Khan nanti kamar Odimz harus ditata-ulang. Bang Bobie juga nanti harus menyiapkan dan mendaftarkan Odimz ke berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekosongan. Kursus Melukis dan Musik nanti akan kita utamakan  kalau Odimz nanti pulang,”  ujar saya meyakinkannya. “Oh ya, bukankah Odimz selama ini sudah begitu hebat, kuat dan tegar selama 2,5 tahun hidup di sini..? Hayo..jangan cengeng begini.. Habis lebaran nanti,  pasti Papa akan datang  menjemput..,” tegas saya kepadanya.

Dia tiba-tiba diam dan kemudian menunduk,  termenung.... Dan, saya baru menyadari bahwa anak ketiga saya ini sudah mulai benar-benar merasakan dirinya seperti “terbuang” dari keluarga. Lalu  Odimz  perlahan-lahan wajahnya kembali tegak. Tampak muncul ketegaran dan kekerasan hatinya. “Ya udah kalau begitu! Kalau memang tidak boleh pulang hari ini , ng apa-apa... Saya sudah ikhlas berada di sini”, kata Odimz berubah. “Sekarang Papa pulang saja...Pulanglah...”, lanjutnya. 

Lalu, dia bangun dari duduknya dan bergegas masuk ke dalam pondok yang diikuti oleh seorang pengasuh yang mendampinginya. Jam sudah pukul 20:30. Waktu-waktu mereka harus segera tidur istirahat sebelum besok memulaui kegiatan padatnya kembali. Saya lalu merasakan seperti  ada  kekecewaan luar biasa di dalam dirinya. Ada  sedikit “kemarahan” karena belum juga di bawa pulang hingga hari ini.... Meskipun respon tersebut kini  terlihat sangat terkendali. Hal  yang menunjukkan, bahwa dia sudah sembuh dan hampir kembali normal seperti kebanyakan orang lain.....

***

Kami kemudian pamit ke pangasuhnya untuk pulang. namun, di sepanjang perjalanan menuju ke hotel ke kota Tasik, saya terus teringat kalimatnya “Odimz takut, akan hidup selamanya di sini...”. Kalimat ini yang diucapkan dengan air mata tersebut demikian tulus apa adanya. Seperti apa yang  diucapkannya dalam “komunikasi telepati” kami di dalam mimpi-mimpi saya selama ini bertemu dia.

Ya, begitulah...

Memang tidak mudah bagi keluarga di manapun, untuk bisa hidup normal dengan anggota keluarga yang pernah mengalami sakaw.  Diperlukan kekuatan mental,  hati dan kesabaran diri yang luar biasa ... Tapi, bagaimanapun, Odimz adalah  bagian dari keluarga.  Tentu, obat yang paling mujarab  adalah, hidup di tengah-tengah kasih sayang dan perhatian keluarga intinya.... Karena, siapa lagi..?

Selamat datang kembali di rumah kita yang mungil dan sederhana itu nanti, Odimz.!

Di  perjalanan ini, saya seperti mendapat pencerahan dan pelajaran tentang kemanusiaan. Tentang kekuatan, ketegaran dan keteguhan hati seorang anak manusia, yang masih berusia muda lagi.... Bahwa hidup itu memang tidak selalu dilalui dengan mulus..  Berbagai tantangan itu, meski dengan susah payah, kadang memang harus dilalui, namun dengan ke-TEGARAN..

=============================================================================================================================================

(Penulis: Rendra Trisyanto Surya. Malam pada Rabu 24 Mei 2017 di kamar 133 "Hotel Wijaya Kusumah",  Jl Juanda , Kota Tasikmalaya, di tengah udara yang mulai terasa gerah...)   

Baca juga artikel tentang Odimz ini:

      http://fiksiana.kompasiana.com/rendratris/rindu-dalam-gema-takbir-buat-odimz_55a906ad3793734d0e34d0ef

      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun