Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Ketegaran Si Odimz di Pondok Sukaratu

31 Mei 2017   19:11 Diperbarui: 1 Juli 2017   20:05 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memeluknya dan menyerahkan oleh-oleh titipan Mamanya. Dan seperti biasa, dia banyak bertanya ini-itu tentang keadaan rumah. Lalu beralih ke Abangnya, menanyakan mengenai perkembangan musik terakhir di Bandung (Abangnya kebetulan juga seorang musisi), termasuk perkembangan HP terbaru yang sedang dipergunakan Abangnya. Dia pegang-pegang HP Abangnya. Tampak sekali dia ingin kembali ke lingkungan masyarakat modern seperti dulu yang tidak terlepas dari telpon genggam dan medsos itu.

Memang, sepertinya tidak ada anak muda dari mana pun yang bisa bertahan hidup lama terisolir seperti ini. Mungkin, jika diamati secara seksama: ada juga pemberontakan dari dalam hati para pasien yang umumnya anak-anak muda berusia produktif tersebut. Namun, di sisi lain, sekaligus tampak ketidakberdayaan mereka sejak “ditinggal” para keluarganya masuk ke sini. banyak di antara mereka  berasal dari  tempat-tempat yang jauh seperti Sumatera, Kalimantan bahkan Sulawesi. 

 “Di sini dikenakan biaya dengan sistem subsidi silang,” kata pengurus.  “Biayanya Rp 2.250.000 per bulan bagi yang mampu. Tapi, gratis bagi warga lokal yang  kami nilai tidak mampu,” katanya lebih lanjut. Tapi, ya itu tadi. Pasen harus siap hidup terisolir selama pengobatan di lingkungan di sini. Menjauhkan diri dari  segala kebisingan  kehidupan masyarakat modern, yang seringkali bisa menambah drepresi.  

(Jika cuaca cerah, akan terlihat pemandangan indah Gunung Galunggung dari Kota Tasikmalaya sebagaimana di sore ini...Lokasi Pondok Odimz berada di kaki gunung Galunggung tersebut / sumber photo: Geomagz.geologi.esdm.go.id)
(Jika cuaca cerah, akan terlihat pemandangan indah Gunung Galunggung dari Kota Tasikmalaya sebagaimana di sore ini...Lokasi Pondok Odimz berada di kaki gunung Galunggung tersebut / sumber photo: Geomagz.geologi.esdm.go.id)
Menguji Odimz Menjajaki Puncak Gunung Galunggung

Odimz tampak senang ketika saya minta ijin ke pengasuhnya, untuk mengajaknya jalan-jalan beberapa jam dengan motor, menuju ke Gunung Galunggung yang berjarak sekitar 1 jam dari lokasi Pondok Sukaratu ini. Selama dua tahun setengah dia berada di sini, tidak pernah sekalipun dia jalan-jalan ke luar lingkungan.  Saya tahu, pasti, dia yang hobi traveling ini i senang. Lalu di sepanjang jalan, tampak dia terkagum-kagum dengan keindahan alam persawahan subur yang mengelilingi  Pondoknya ini. 

Desa-desa disekitar kaki Gunung Galunggung yang kami lewati itu, memang salah satu lumbung padi dan sentra ikan air tawar di Kabupaten Tasikmalaya.  “Udaranya dingin dan segar ya, Pa..”, komentarnya. Saya surpirse! Odimz sudah berubah banyak hari ini, termasuk dalam hal berkomunikasi. Dia tidak lagi tampak terlihat panik, marah dan gelisah sebagaimana dulu, saat dibawa ke tengah keramaian. Bahkan, terlihat antusias dan tertarik dengan berbagai hal yang dilihatnya dalam perjalanan kami menyusuri kampung-kmpung dan hutan di sekitar Gunung Galunggung ini.

Akhirnya, kami sampai ke kaki Gunung Galunggung, dan lalu mengajaknya naik ke puncak   melalui  625 anak tangga, yang sebenarnya akan melelahkan bagi  siapapun. Odimz tampak dengan tenang menapaki anak tangga tersebut. Dia tampak tenang  dan nyaman sebagaimana kecil dulu saat diajak "berpetualang"  di samping Ayahnya. 

Meskipun kemudian,   dia minta istirahat berkali-kali setelah melewati anak tangga yang ke 300. Dan saya pun ikut terengah-engah pula. Memang, seharusnya pasca lima  bulan operasi besar, saya belum boleh melakukan aktivitas fisik berat seperti ini. Tapi saya surprise juga!  Karena kalau dulu sebelum operasi jantung, saya terengah-engah berat dan berkeringat dingin yang banyak sambil merasakan “ngab” di dada sebelah kiri (catatan: Angina dlm istilah kedokteran) ketika mendaki tangga ini.  

Kondisi jantung koroner sebenarnya berbahaya buat naik gunung. Karena aliran darah ke jantung tersumbat akan tetapi jantung dipaksa bekerja keras. Mungkin, saat itu dua tahun yang lalu tersebut ketika saya ke sini: bisa  terserang jantung dan riskan! Tapi kali ini, terengah-engah yang dirasakan seperti rasa capek biasa saja...Jantung tetap berfungsi normal. Inilah  uniknya. Saya dan Odimz (Ayah dan Anak) hari itu, sama-sama sedang menguji “kesehatan” diri masing-masing..... Dan Alhamdulilah,  kami berhasil sampai ke puncak ! Tampaknya kami berdua  telah diberikan kesehatan kembali..

Ketika kami duduk-duduk di warung di puncak Gunung Galunggung,  sambil menikmati indomie kesukaan Odimz dan secangkir kopi hangat. Saya sempat khawatir juga. Bagaimana kalau tiba-tiba Odimz kumat “sakaw”nya, lalu  lari-lari tanpa sadar  tidak terkontrol seperti dulu dan  melompat ke jurang?  Atau, bagaimana ketika kami jalan di puncak saat wara-wiri lalu terpeleset ke tepi jurang ?

Uniknya, justru  menjelang senja yang mulai gelap. Odimz malah mengajak saya menelusuri sisi kanan  di bagian atas Puncak Galunggung itu untuk  melihat tugu letusan yang baru dipasang di sana beberapa bulan yang lalu. Dia termenung sesaat sambil membaca tulisan di tugu tersebut, yang mungkin waktu di sekolahnya dulu, kedahsayatan letusan Gunung Galunggung ini sering dibahas.  Lalu dia mengajak jalan-jalan  ke sudut lain  ketika  melihat orang-orang yang sedang berkemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun