Saya kemudian berdiri tegap dengan pakaian adat Aceh tersebut, yang mulai terasa lebih berat bebannya, karena telah berjam-jam menunggu sebelumnya. Sambil memegang tombak yang mengarah ke arah atas sebagaimana tampilan hulu balang Aceh, saya memberi hormat. Jantung saya seakan-akan berhenti beberapa detik, ketika Pak Harto lewat dan menatap saya dengan wibawa sambil tersenyum dan membalas hormat saya! Tampak di sini bahwa secara aura personal Pak Harto menunjukkan sosok yang sangat humanis. Dia selalu berupaya ramah dengan semua orang, termasuk dengan anak remaja yang dilewatinya ini. Dia kemudian melambai tangannya sambil lewat dan sedikit tertawa lebar! Mungkin dia melihat pemandangan yang “lucu” dan unik. Ada seorang remaja kurus yang didandani pakaian Adat Aceh lengkap, berdiri kaku dengan lugu dan terlihat begitu grogi berdiri di pinggir jalan yang akan dia lalui. Tak terbayangkan sebelumnya, bahwa seorang Presiden yang katanya salah satu yang paling berkuasa di dunia (saat itu), dengan bersahaja melempar senyum dan melambaikan tangan ke seorang anak remaja SMA yang “orang kampung”. ! Senyum dan sapaan dari Orang Besar yang bernama Pak Harto ini, kemudian menjadi kenangan yang tidak pernah saya lupakan!
Beberapa saat kemudian, Pak Harto menuju ke panggung Peusijuek dengan didampingi oleh Gubernur Aceh, mengikuti serangkaian prosesi upacara penyambutan tamu secara adat. Upacara adat ini merupakan lambang harapan yang ditunjukkan dari masyarakat Aceh, dengan diiringi doa agar PT LNG ARUN yang akan diresmikan itu, kelak dapat memberikan kesejahteraan buat rakyat Aceh, dan juga bagi bangsa Indonesia. Begitulah pesan moral dari upacara Adat Peseujuk ini!
“Tidaklah sempurna suatu pekerjaan kita jika tidak dibarengi dengan prosesi adat seperti ini," kata Muliadi Kurdi salah seorang pemerhati Adat Aceh. Sebenarnya ada pro-kontra juga terhadap upacara adat Peusijuek ini, di tengah maraknya gerakan purifikasi Agama dan keinginan pemurnian ajaran Islam sebagaimana saat ini. Karena, sebagian ulama Aceh menganggap, ini adalah tradisi Hindu yang tanpa sadar masuk ke dalam kebudayaan dan adat istiadat Aceh. Memang sejak ratusan tahun, nenek moyang orang Aceh itu berasal dari India. Uniknya, sebagian ulama lain berpendapat sebaliknya! Adat ini bisa dipertahankan sebagai bagian dari tradisi Aceh. Karena ini semacam hujjah dalam Islam. Selama diberi nuansa Islam, misalnya mengganti doa mantra Hindu menjadi doa Ayat Al-Quran, ya kegiatan itu baik-baik saja! Bahkan Imam Hanafi, demikian kata Muliadi lebih lanjut, menggunakan adat juga dalam ber-hujjah, apabila terjadi kekosongan hukum dalam nash Al-quran dan Hadits, Ijma. Qiyas dan Ikhtihsan.
Di ruang Peusejuk itu, saya melihat Pak Harto duduk dengan tenang, mengikuti prosesi upcara yang mungkin sudah ratusan kali dialaminya saat berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia. Beliau seperti diam dan pasrah saja disirami air bercampur beras merah tersebut. Tak lama kemudian, Pak Harto masuk ke dalam mobil Kepresidenan yang sudah menunggu. Lalu, seluruh rombongan meninggalkan Bandara Malikussaleh, menuju kawasan Batu Phat di PT ARUN, yang berjarak sekitar 20 Kilometer dari bandara ini, untuk menekan tombol peresmian dan memberikan pidato sambutannya, sebagaimana biasanya...
***
Tak terasa, ternyata saya sudah cukup lama tertegun di depan rumah dinas Danrem 011/Lillawangsa di Lhoksumwe ini. Ketika tiba-tiba bahu saya ditepuk dan dikagetkan, “Ayo Mas Ton, kita lanjutkan perjalanan..!” kata Iskandar ABl. Saat itu hari sudah semakin sore. Lalu kami melanjutkan perjalanan dengan meluncur keluar dari kota Lhokseumawe, menuju ke kawasan Kabupaten Aceh Timur (Langsa), Kualasimpang, Binjai dan lalu masuk ke Kota Medan (Ibukota Provinsi Sumatera Utara). Perjalanan ini ternyata masih panjang dan jauh. Sekitar 300 Kilometer lagi dari kota Lhokseumawe ini, jarak yang harus ditempuh.
Saya pun akhirnya mengucapkan: "Selamat tinggal Lhokseumawe..! Sebuah kota yang banyak menyimpan kisah dan kenangan dari sebagian masa remaja saya ..."
============================================================================
(Penulis: Rendra TRis Surya/ Cimahi, Minggu 27 Maret 2016 jam 00:00.
Artikel di atas saya tulis, ketika melihat album photo yang teronggok di sudut lemari pustaka pribadi di rumah..... Photo di dalamnya sudah sedikit berdebu, bahkan ada yang bercak-bercak hampir tidak terawat, dan bahkan sobek. Padahal photo-photo kenangan saat menyambut Presiden Soeharto di tahun 1978, Lhokseumawe Aceh tersebut, tidak hanya menyimpan cerita, tapi juga sejarah. Hm, daripada dimakan rayap...lebih baik dituliskan menjadi artikel sebagaimana di atas. Mudah-mudahan menjadi lebih bermanfaat. paling tidak, menghibur dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.....(Bukankah setiap kisah pada hakekatnya, mengandung keunikkan dan daya tariknya tersendiri?)