Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

POLINES, Kota Lama, Mesjid dan Kuil Sam Pook Kong (Catatan Backpacker ke Semarang: Bag KEDUA - Selesai)

12 April 2015   21:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_409556" align="alignnone" width="700" caption="(Ny farida Rendra Ariani, beristurahat sejenak sambil berpose di depan Kuil Sam Pook Kong, Semarang yang terkenal tersebut. / Photo by: Rendra Tris Surya)"]

1428846996143945513
1428846996143945513
[/caption]

Di Semarang pada Abad ke 15, masyarakat Cina Jawa di sana diajari oleh Zhengho untuk mengenal alat bajak besi. Bahkan kita mengenal jenis makanan popular Cina seperti Tahu, Tauco, Kecap, Bapao, Baso, Bapia dan lain-lain juga karena kedatangan Laksamana Zhengho dan anak buahnya ini. Zhengho juga memperkenalkan dan mengajarkan bagaimana membuat Buku dan Sistem Pertanggalan (Almanak).

Yang menarik, Laksmana Zheng Ho ini ternyata seorang Cina Muslim yang taat, sehingga dia dan rombongannya ikut pula menyebarkan Islam, terutama di kalangan etnik Tionghoa yang sebelumnya sudah bermukim di Semarang. Kuil Sam Pok Koong ini dahulunya merupakan mesjid yang bercorak arsitektur Cina, namun sekarang karena pertimbangan tertentu, berubah fungsi menjadi Kuil. Proses Islamisasi yang digagas oleh Laksamana ZhengHo iniberpengaruh pada hubungan kekerabatan antara pemeluk Islam pribumi dan pemeluk Islam lain dari etnik Tinghoa di Semarang yang terlihat bhingga kini akur dan harmonis (lihat lebih lanjut dalam buku Baha Zarkhoviche, “Laksmana Cheng Ho: Panglima Islam Penakluk Dunia”)

Suasana kelenteng terbesar di Indonesia ini di dominasi oleh warna merah cerah. Kemegahan Laksamana Zhengho tampak juga terpancar dari patung besar yang dipajang di bagian utara kuil. Uniknya, yang datang mengunjungi kuil ini tidak hanya warga turunan Cina, tapi juga masyarakat Jawa ddan sekitar Semarang, yang di antaranya banyak yang berkerudung (masyarakat Muslim). Oleh karena itu kuil besar ini sekarang menjadi salah satu objek wisata handalan kota Semarang.

Isteri saya yang suka mode dan fashion tersebut, tampak terkesima melihat ada tempat persewaan pakaian tradisional Tionghoa ala Zhengho di Kuil ini. “Yuk kita berphoto dengan pakaian tradisional seperti ni. Jarang ada lho di tempat lain!” katanya sambal menunjuk contoh photo yang dipajang. Ya, benar juga, ini unik! Akhirnya kami berdua ikut antri untuk membuat photo-photo cantik berpakaian “Adat Cina” warisan Laksamana Zhengho. Isteri saya yang kulitnya putih dan matanya agak sipit itu (karena berasal dari suku Palembang/Semeundo), memang ampak serasi dengan baju tradisional Cina berwarna merah menyala tersebut. Saya memilih warna biru yang agak kalem sebagaimana yang sering digunakan oleh panglima perang anak buah ZhengHo tempo dulu. Mungkin ini merupakan photo pakaian tradisional terbaik yang pernah kami buat. Mungkin juga karena arsitektur kuilnya yang terlihat bersih, mewah dan megah sebagai latar belakang photo-photo tersebut?

[caption id="attachment_411426" align="alignnone" width="662" caption="(Penulis boleh dong sedikit bergaya, ketika didandan  mengenakkan pakaian tradisional Kekaisaran Cina tempo doloe bersama isteri di salah satu sudut Kuil Sam Pook Kong, Semarang. hehe2.... / Photo: dok pribadi)"]

14295376231528943942
14295376231528943942
[/caption]

Oleh-Oleh Pandanaran

Akhirnya, tanpa terasa hari pun semakin sore ketika kami meninggalkan lokasi Kuil Sam Pook Kong. Angkutan umum sudah mulai tampak jarang. Dan membuat kami harus berjalan kaki cukup jauh menyusuri pinggir jalan raya depan kuil dan jembatan menuju pemberhentian angkot merah di perempatan menuju ke pusat oleh-oleh di kawasan Pandanaran sebagai destinasi selanjutnya. Pandanaran merupakan pusat jualan makanan khas Semarang yang terkenal. Walaupun sebenarnya Lunpia dan Wingko Babat sudah mulai banyak dijual juga di berbagai supermarket berbagai kota besar Indonesia. Namun keistimewaan yang ada di sini, adalah variasi dan kelengkapannya. Ada Wingko Babat dengan aneka rasa yang dijual dengan harga jauh lebih murah. Yang menejutkan dan menjadi unik, ada juga tempat menjual oleh-oleh khas Semarang yang bisa dipesan (di-order) dari mana saja dari seluruh wilayah Indonesia (melalui Internet). Lha, kalau sudah begini, ini namanya bukan oleh-oleh khas dari Semarang lagi dong, ya? Hehe2… Ada-ada saja tuh ide penjual untuk tujuan menaikkan omsetnya...

[caption id="attachment_409560" align="alignnone" width="413" caption="(Asyik juga bila oleh-oleh khas suatu tempat bisa diorder dari mana saja di Indonesia (bahkan dari Luar negeri), melalui Internet. Sebagaimana kios makanan di Pandanaran Semarang ini. / Photo by: rendra Tris Surya)"]

14288476881083506930
14288476881083506930
[/caption]

Dari segi keragaman sebagai pusat oleh-oleh, tampaknya Pandanaran Semarang ini masih kalah jauh dengan pusat toko serba ada “Airlangga” atau “Krishna” di Kota Denpasar, Bali yang menjual segala macam oleh-oleh (bukan hanya makanan saja). Bahkan keragamannya masih kalah jugadengan toko serba ada “Trusmi” di Cirebon. Atau bahkan kawasan oleh-oleh di Cihampelas di kota Bandung. Di Kawasan Pandanaran ini masih didominasi oleh makanan, sehingga seharusnya lebih tepat diberi nama “Pusat Oleh-Oleh Makanan Khas Semarang”.

Malam di Simpang Lima

Tak terasa waktu berjalan terus hingga mendekati pukul 19:00 malam. Jadwal Kereta Apikami ke Bandung baru akan berangkat jam 22:30, maka kami menyempatkan diri terlebih dahulu dalam perjalanan ke stasiun buat singgah sejenak nongkrong sejenak di Simpang Lima. “Pengen tahu gimana sih suasana Simpang Lima Semarang waktu malam. Siapa tahu berbeda!” kata isteri saya. Ternyata lokasi kawasan Simpang Lima ini jauh lebih marak di waktu malam. Udaranya tidak lagi segerah di siang hari. Bahkan angin laut terasa berhembus agak kencang menyejukkan ke lapangan yang seluas lapangan sepakbola ini. Berbagai sewa sepeda dengan asesori lampu kelap kelip marak dijajakan buat hiburan anak-anak. Bapak dan Ibu yang terlihatbegitu sayang kepada anaknya, dengan ceria menemani anak-anaknya bermain sepeda tersebut sambil ikut berlari-lari kecil. Di sudut lain, tampak pentas alam “Happening Art” dari sekelompok mahasiswa yang mengekspresikan misinya, yang kali ini bertema penanggulangan AIDS, sambil menyodorkan kenclengen sumbangan kepada setiap pengunjung yang menonton aksinya. Hm, apakah ini bisa diartikan juga bahwa pergaulan remaja dan mahasiswa kota Semarang dalam taraf mengkhwatirkan, sehingga perlu dibuat acara mengingatkan mengenai bahayanya HIV/AIDS ?

[caption id="attachment_409562" align="alignnone" width="640" caption="(Jika gerah dan panas di siang hari. Maka kawasan "singpang Lima" terasa adem dan sejuk di malam hari karena angin laut yang bertiup sepoi-sepoi bersuhu rendah. Banyak masyarakat kemudian membawa keluarganya ke tempat ini bersantai sejenak, menyewa berbagai jenis kenderaan buat anak-anak bermain.. / Photo by: Rendra Tris Surya)"]

14288478561915953116
14288478561915953116
[/caption]



Jam 21:00, kami kembali ke stasiun Tawang. Rasa lelah mulai menjalar perlahan membuat badan agak lesu dan mata mengantuk. Kami segera masuk ke gerbong Kereta Api “Herina” yang sudah parkir di jalurnya. Hiruk pikuk suasana stasiun malam itu sudah tidak begitu kami hiraukan lagi. Mungkin karena capek, kami pun tertidur pulas di kursi empuk kelas eksekutif dengan kualitas udara AC yang memang segar dan terasa nyaman. Saya pasang earphone di kuping mendengar music kesayangan seperti biasa, agar tidak terganggu suara dari luar. Lalu sayup-sayup dari HP Phillips Stereo saya suara permainan Piano Tunggal Jaya Suparana, yang begitu apik mengubah lagu tradisional Jawa berjudul “Jenang Gulo”, menjadi musik instrumen piano Klasik Pop yang sangat menyentuh. Sentuhan tuts pianonya yang pelan (socrato) namun terukur dan terasa power dalam dentingan nada tertentu mengiringi syair berikut….

jenang gulo

kowe ojo lali
marang aku iki cah ayu
nalikane nyandang susah
sopo sing ngancani

Jaya Suprana merupakan salah seorang tokoh yang sangat dibanggakan masyarakat Kota Semarang saat ini. Dia bukan saja pengusaha “Jamu Jago” yang sukses, namun juga seorang budayawan dan musisi yang piawai. Kecintaannya terhadap budaya Jawa yang begitu besar, tercermin dari berbagai sheet patitur piano gubahannya mengenai lagu-lagu etnik Jawa yang kini menyebar ke seantero menjadi bahan pelajaran serius di berbagai Akademi Musik. Lagu kroncong sederhana “Jenang Gulo” ini misalnya, kini menjadi megah dan berjiwa. ”Saya mencintai budaya Jawa melebihi piano klasik kesayangan saya ini..,” katanya sambil tersenyum dalam suatu wawancara, sambal mengelus Grand Piano mahalnya itu.

***

Derak suara roda kereta pun perlahan mulai terdengar sayup-sayup menggesek rel, menggerakkan Kereta “Herina” berjalan menuju Bandung. Namun, goncangan kecil kereta yang hendak berangkat tersebut, tak mampu mengusik tidur lelap kami yang tampak kelelahan dari berpetualang seharian ala Backpacker kota di Semarang….…….

(TAMAT)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun