Udara semakin gerah ketika memasukiKecamatan Gantar di Kabupaten Indramayu. Lokasi perkampungan berjarak sekitar 3 jam berkendaraan darikota Bandung itu, mulai terlihat berlobang-lobang dan berdebu. Namun jalan tersebut tetap tampak dilalui secara rutin oleh beberapa mobil plat Jakarta, karena di sini bermukim sebuah komunitas pesantren bernama Al-Zaytun. Pesantren megah yang diresmikan tahun 1999 oleh Presiden BJ Habibie itu, dipimpin oleh Syekh Panji Gumilang, alumnus pondok pesantren Gontor, Yogya. Panji semasa muda pernah dikenal aktif dalam gerakan NII (Negara Islam Indonesia). “Sekarang saya sudah tua, aktivitas keseharian hanya mengurus pendidikan di sini saja. Sudah tidak tertarik berpolitik!” katanya dalam suatu wawancara dengan salah satu media.
***
Pesantren ini sebenarnya memiliki potensi besar, namun mengalami “pasang surut” karena riuhnya pemberitaan mengenai sosok pimpinan tertinggi pesantren Al-Zaytun ini . Syekh Panji selalu dikait-kaitkan dengan kiprah masa lalunya, baik oleh rekan-rekannya sendiri maupun menjadi sasaran empuk media masa. Namun demikian, sebagian besar masyarakat pesantren seperti tidak peduli dengan hingar-bingar tersebut. Kegiatan belajar-mengajar para santri yang tersebar di berbagai gedung megah, mulai dari level pendidikan Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan Madrasah Alawiyah (setingkat SMA), tetap berjalan seperti biasa. “Itu hanya 'black campaign' orang-orang yang cemburu dan tidak suka melihat keberhasilan Al Zaytun,” kata seorang Guru santri saat ditemui di Bandung ketika sedang kuliah S2 di ITB. Nyatanya, kami masih menerima permintaan pendaftaran siswa baru sampai ribuan orang setiap tahun, lanjutnya. “Memang, akibat kisruh isu politik NII , sempat juga menurunkan citra dan minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sini,” kata alumnus IPB Bogor tersebut lebih lanjut.
Sebenarnya konsep pendidikan pesantren modern Al-Zaytun unik dan menarik. Di sini, para santri tidak saja dididik akhlak berdasarkan ajaran agama Islam sebagaimana pesantren yang mengacu ke Al-Quran dan Hadist, namun juga diajarkan ketrampilan buat bekal hidup buat dunia nyata seperti bercocok tanam, berwirausaha, bahkan kursus memperoleh ketrampilan Teknologi Informasi dan pemahaman software komputer pada level tertentu. [caption id="attachment_260510" align="alignleft" width="610" caption="(Prasasti penyerahan gedung kuliah HMS ke pesantren Al-Zaytun inidi tanda tangani oleh mantan Presiden Suharto pada tahun 2000. Ini merupakan kenangan, bahwa komunitas di sini pernah dekat dengan keluarga Cendana / Photo by: Rendra Trisyanto Surya) "] (Suasana kantor administrasi "Pusat Komputer" pesantren Al-Zaytun yang bernama AGIC. Teknologi Informasi, data centre infrastruktur jaringan LAN/Internet, buku-buku komputer dan Gitar menjadi keseharian aktivitas para Guru muda santri, sambil nangkring mengelola Puskom ini / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)
“Di Agic, kami menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri seperti Inggris dan Amerika untuk membangun pusat pengkajian dan pengajaran Teknologi Informasi pada level praktis,” kata Wiena Safitri, lulusan S2 Teknologi Informasi dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, yang sudah mengabdi di sini sejak delapan tahun lalu. Dengan adanya lembaga seperti AGIC, para santri diharapkan juga memiliki ketrampilan dan sertifikat Teknologi Informasi agar mereka dapat bersaing mendapatkan pekerjaan di berbagai perusahaan di kota besar.
Tak masuk akal memang bahwa pesantren modern yang mengadopsi segala hal baik dari mana saja tersebut, kemudian banyak dituding orang sebagai markas gerakan NII dan menganut politik Islam garis keras.“Mungkin ada oknum santri yang berbuat demikian. Maklum, jumlah santri kami khan ribuan,” kata salah seorang guru yang diajak ngobrol. Radikalisme dan eksklusismerasanya tidak mungkin berkembang disini, lanjutnya. Apalagi di pesantren ini terdapat gedung utama yang bernama HMS (singkatan: Haji Muhammad Suharto). Gedung HMS ini milik kampusUniversitas Al-Zaytun (UAZ) satu lokasi dengan pesantren Al-Zaytun. “Ini hadiah dari mantan Presiden Suharto yang datang kemari tahun 2000 bersama mbak Tutut, meresmikan dan menyerahkan gedung kuliah bernilai milyaran rupiah ini”, kata salah seorang dosen UAZ di sana, sambil mengajak melihat prasasti penandatanganan penyerahan gedung.
Universitas kok berada di tengah pesantren?, banyak pengunjung bertanya.
Tampaknya ini menjadi kecenderungan beberapa pesantren bermodal besar akhir-akhir ini untuk memadukan ilmu akhirat dengan ilmu duniawi. Dan sebagaimana halnya sebuah universitas maka kampus ini juga dikelola oleh Dekan, Ketua Jurusan dan dosen-dosen tetap dengan gelar S2 dan S3 (Doktor) dari ITB, UI dan berbagai alumni perguruan tinggi ternama lainnya di Indonesia. Mereka juga dibantu oleh puluhan dosen tidak tetap (dosen luar biasa) dari kampus lain dari Bandung, Bogor dan Jakarta yang mengajar secara paruh-waktu (part-time). “Inilah politik! Dampak isu NII terhadap kami ternyata begitu keras dan akhirnya mempengaruhi perkembangan cikal bakal kampus UAZ yang gedung kuliahnya saja mungkin termegah di Indramayu. Akhirnya kemudian tidak mendapat izin operasional setelah lima tahun menunggu, malah kemudian dibubarkan oleh Mendikbud pada tahun 2010,” kata salah seorang Dekan UAZ. Padahal semua persyaratan sebagai sebuah universitas sudah disiapkan. “Bahkan dalam beberapa hal, persyaratan kami melebihi yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi yang berkualitas,” lanjutnya.
Warna warni komunitas Al Zaytun juga terlihat dari perilaku dan gaya para santri berjumlah lebih dari 5.000 orang tersebut. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia (bahkan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Afrika). Orang-orang dari berbagai penjuru tertarik datang karena konsep pembelajaran pesantren ini mengkombinasikan proses pembelajaran konvensional, pendidikan sekolah umum dan ketrampilan vokasional serta pembinaan watak melalui berbagai kegiatan olahraga/seni secara intensif. Hal yang membuatpara santri di sini terlihat berbeda. Mereka penuh dengan berbagai aktivitas padat, disiplin, meskipun kesehariannya menjalankan pola hidup sederhana. Uniknya, di antara keseharian menjalankan komunitas anak-anak muda ini, ternyata menyimpan juga hal-hal kecil yang kontroversial!
Pengelola pesantren melarang keras bagi para santri menonton TV , karena dianggap lebih banyak mudaratnya dengan berbagai tontonan yang dianggap tidak sopan. Akan tetapi, uniknya, disediakan warung internet yang bisa disewa oleh santri kapan saja. Telepon selulerdan laptop juga menjadi sarana belajar dan komunikasi sehari-hari santri kebanyakan berasal dari golongan masyarakat ekonomi kelas menengah di daerahnya. “Sekali-kali boleh dong menonton TV dari Internet di Laptop. Tapi ini cuma di kamar asrama, kok!” kata seorang guru santri yang juga mahasiswi jurusan Teknologi Informasi di kampus UAZ. Ibu Guru cantik ini berasal dari Sumatera Barat dan sudah mondok di sini sejak delapan tahun.
Beberapa mahasiswa muda yang juga bekerja sebagai guru pesantren tersebut, tampak menikmati dan menyukai lagu-lagu MP3 dari laptop setiap ada kesempatan, termasuk lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Lady Gaga. “Saya suka musik Lady Gaga, karena riang dan ritmenya memberi semangat. Tapi saya tidak suka gaya busana dan lirik-lirik lagunya yang cenderung erotis”, katanya memberi alasan.
***
[caption id="attachment_260512" align="alignleft" width="727" caption="(Jalan utama Pesantren Al-Zaytun yang tampak megah bila terlihat dari pintu masuk gerbang utama)"]
“Wah, indah kalimat itu ya! ” kata salah seorang orangtua santri yang sore itu baru datang dari Jakarta untuk menjenguk anaknya. Namun berbagai konstras juga muncul disini! Cukup mengagetkan juga, bahwa pintu masuk utama pesantren dengan kalimat moto yang indah tersebut ternyata dijaga ketat oleh satpam yang bertampang kaku, berambut cepak dengan gaya militer sambil mengenakkan seragam hitam. Siapapun yang keluar dan masuk ke pesantren wajib melapor dan meninggalkan identitas, kemudian dicatat menggunakan komputer. Terkesan kok tidak seperti pesantren, kata beberapa orang tamu yang baru perama kali datang ke pesantren ini.
“Setiap periodik data keluar-masuk pengunjug ini akan dianalisis untuk mengetahui siapa yang datang dan keluar pada hari dan jam tertentu untuk mengungkapkan pola,” kata seorang dosen TI dari kampus UAZ.Tujuan akhirnya sebenarnya baik, untuk menjaga ketertiban dan memelihara displin, katanya menjelaskan. “Penjagaan seperti ini seolah-olah menjaga jarak dengan orang. SEbenarnya kami bertugas mengamankan komunitas dari gangguan yang tidak perlu. Jangan sampai lalu lalang bebas masyarakat dari sekitar akhirnya mengganggu kosentrasi dan ketenangan belajar para santri,” kata salah seorang satpam. Fungsi pengawasan ini, sebagaimana amanah berulang kali oleh Syekh junjungan kami, agar santri di sini bisa berkosentrasi penuh hanya memikirkan urusan belajar. [caption id="attachment_260514" align="alignleft" width="600" caption="(Lingkungan pesantren yang luas ini terdiri dari puluhan gedung belajar dan asrama. Gedung-gedung tersebut dihubungkan oleh berbagai jalan aspal lengkap dengan rambu-rambu unik. Rambu dalam photo ini misalnya, menandakan bahwa santri pria dilarang melewati kawasan asrama santri wanita ini, demikian sebaliknya. Bila kepergok oleh satpam yang sedang patroli, maka santri bersangkutan dikenakan denda. Tapi tampaknya itu tinggal teori! Kenyataannya, lalu lalang para santri berlainan jenis tersebut, seperti dibiarkan saja. / Photo by: Rendra trisyanto Surya)"]
Di panggung, kemudian sebagian anak-anak santri berbakat unjuk kebolehan bernyanyi solo atau kelompok sambil bermain musik. Uniknya, meskipun dalam komunitas pesantren tapi lagu-lagu yang dibawakan justru bukan lagu Kasidah sebagaimana halnya stereotype bentuk kesenian komunitas santri pada umumnya.Di sini, sebagian besar justru menyanyikan dan memainkan lagu pop Indonesia dan Barat, bahkan sekali-kali diselingi dengan lagu Rock dinyanyikan sambil berjingkrak-jingrak.Sungguh unik, dan sekilas kita tidak menduga bahwa mereka sebenarnya santri atau guru dari sebuah komunitas pesantren.Beberapa di antara santri rijal (putra) ini tampak tampil dengan rambut yang dimekarkan ke atas dan mengenakkan busana gaul dengan pernik-pernik khas pria muda jaman sekarang. Mahasiswa Universitas Al-Zaytun yang baru saja menyanyikan lagu Rock tersebut, tidak lain guru pesantren yang di siang hari ditugaskan mengajar bahasa Arab.
***
Tidak hanya berkesenian, tampaknya kegiatan berolahraga juga menjadi keseharian komunitas ini. Olahraga membuat sehat fisik para santri dan juga media untuk membentuk sikap sportif, kata seorang pelatih Hoki saat ditemui di kantin pesantren. Pesantren dengan luas 1.200 hektar ini dilengkapi dengan sebuah stadion sepakbola mewah dan beberapa lapangan tenis serta hoki. Tampaknya memang para pengurus pesantren dan santri di sini sangat menggilai olahraga.
Hampir setiap kali ada acara siaran langsung pertandingan sepakbola internasional yang ditayangkan melalui TV, maka mereka akan beramai-ramai urun iuran untuk berkumpul hingga larut malam di Aula yang terletak di lantai tujuh di Gedung Ali. Mereka menonton pertandingan melalui layar besar yang telah tersedia di sana. Ruang pertunjukkan ini memang ideal untuk kegiatan nonton bareng begini. Ruang panggung itu dilengkapi sound system canggih yang dapat membuat suasana pertandingan "live" seolah-olah membawa mereka menjadi penonton langsung di stadion sesungguhnya.
Di sini, kita juga belajar, bahwa belajar agama secara rutin tidak berarti menjaga jarak dengan kehidupan duniawi. Dalam berbusana sehari-hari misalnya, semua santri wanita diharuskan berpakaian sopan dan berjilbab. Dan banyak diantara mereka mengenakkan pakaian Muslimah yang modis. Sementara para santri pria (rijal) juga tidak diharuskan menggunakan kain sarung, berpeci atau berjubah dengan memelihara jenggot sebagaimana trend di beberapa pesantren lain di Indonesia. Bagi komunitas ini, atribut seperti itu tidak begitu penting. “Yang penting adalahesensi agama Islam yang mampu diterapkan secara konsisten berdasarkan dinamikamasyarakat ", kata salah seorang dosen Universitas Al-Zaytun, yang juga guru di Madrasah Alawiyah (MA). ***
Ya, inilah sepenggal hal unik dan menarik dari sisi keseharian komunitas santri pesantren Al-Zaytun , yang sering terdengar dari kejauhan suara-suara miring. Pesantren terbesar di Indonesia ini terdiri dari ribuan santri, ratusan Guru, puluhan mahasiswa/dosen dan 1.000 karyawan, di kelola oleh puluhan orang pengurus yayasan dengan status kelas sosialnya tersendiri. Jadi, walaupun berada dalam satu komunitas tetapi sebenarnya mereka memiliki dan membangun “dunia keseharian” masing-masing yang berbeda-beda. Dunia sub-sub komunitas Al-Zaytun ini juga memiliki fokus, pola pikir, persepsi dan sikap dengan ciri khasnya masing-masing. “Di sana mereka sebenarnya tidak satu warna. Ada beberapa sub-komunitas berbeda-beda dengan kegiatan khas masing-masing. Pengurus Yayasan/Eksponen memang sebagian masa lalunya pernah terlibat NII. Namun, di sana juga terdapat komunitas intelektual dari kampus UAZ, terdapat ribuan murid santri yang tidak mengerti apa-apa mengenai isu politik NII. Jadi, kasihan mereka kalau disama-ratakan sebagai pengikut dan simpatisan gerakan NII. Banyak di antara mereka yang tidak tahu-menahu itu akhirnya menjadi korban isu. “ kata Ketua MUI dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV, ketika ditanya menanggapi isu NII dan maraknya tuntutan masyarakat Indonesia yang mau membubarkan pesantren modern ini. “Pak Harto beserta keluarga Cendana, Habibie, artis-artis ibukota, anggota DPR, Pimpinan TNI dan para pejabat negara lainnya, dulu sering datang ke sini,” kata seorang dosen bergelar Doktor dalam bidang bidang Teknik Sipil dari ITB. Dia mengklarifikasi isu yang mengatakan mereka radikal dan "pemberontak".Memang, tampaknya tidak masuk akal juga jika semua pihak di dalam komunitas ini mendukung gerakan NII, seperti kata sang Doktor tersebut menutup perjumpaan. [caption id="attachment_260550" align="alignleft" width="240" caption="(Sebuah kaos kreasi alumni pesantren Al-Zaytun bertuliskan "Kami Alumni Al-Zaytun, Bukan NII", dipajang dalam salah satu acara renui di luar pesantren. Kaos sederhana ini bisa menyimpulkan dan menjawab pertaanyaan "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H