Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Komunitas Unik di "Kota Santri" Pesantren Al-Zaytun, Indramayu

11 Mei 2013   23:11 Diperbarui: 4 April 2017   18:04 27836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udara semakin gerah ketika memasukiKecamatan Gantar di Kabupaten Indramayu. Lokasi perkampungan berjarak sekitar 3 jam berkendaraan darikota Bandung itu, mulai terlihat berlobang-lobang dan berdebu. Namun jalan tersebut tetap tampak dilalui secara rutin oleh beberapa mobil plat Jakarta, karena di sini bermukim sebuah komunitas pesantren bernama Al-Zaytun. Pesantren megah yang diresmikan tahun 1999 oleh Presiden BJ Habibie itu,  dipimpin oleh Syekh Panji Gumilang, alumnus pondok pesantren Gontor, Yogya. Panji semasa muda pernah dikenal aktif dalam gerakan NII (Negara Islam Indonesia). “Sekarang saya sudah tua, aktivitas keseharian  hanya mengurus pendidikan di sini saja. Sudah tidak tertarik berpolitik!” katanya dalam suatu wawancara dengan salah satu media.

***

Pesantren ini sebenarnya memiliki potensi besar, namun mengalami “pasang surut” karena riuhnya pemberitaan mengenai sosok pimpinan tertinggi pesantren Al-Zaytun ini . Syekh Panji selalu dikait-kaitkan dengan kiprah masa lalunya, baik oleh rekan-rekannya sendiri maupun menjadi sasaran empuk media masa. Namun demikian,  sebagian besar masyarakat pesantren seperti tidak peduli dengan hingar-bingar tersebut. Kegiatan belajar-mengajar para santri yang tersebar di berbagai gedung megah, mulai dari level pendidikan Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan Madrasah Alawiyah (setingkat SMA), tetap berjalan seperti biasa. “Itu hanya 'black campaign' orang-orang yang cemburu dan tidak suka melihat keberhasilan Al Zaytun,” kata seorang Guru santri saat ditemui di Bandung ketika sedang kuliah S2 di ITB. Nyatanya, kami masih menerima permintaan pendaftaran siswa baru sampai ribuan orang setiap tahun, lanjutnya. “Memang, akibat kisruh isu politik NII , sempat juga menurunkan citra dan minat masyarakat  untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sini,” kata alumnus IPB Bogor tersebut lebih lanjut.

Sebenarnya konsep pendidikan pesantren modern Al-Zaytun unik dan menarik. Di sini, para santri tidak saja dididik akhlak berdasarkan ajaran agama Islam sebagaimana pesantren yang mengacu  ke Al-Quran dan Hadist, namun juga diajarkan ketrampilan buat bekal hidup buat dunia nyata seperti bercocok tanam, berwirausaha, bahkan kursus memperoleh ketrampilan  Teknologi Informasi dan pemahaman software komputer pada level  tertentu. [caption id="attachment_260510" align="alignleft" width="610" caption="(Prasasti penyerahan gedung kuliah HMS ke pesantren Al-Zaytun inidi tanda tangani oleh mantan Presiden Suharto pada tahun 2000. Ini merupakan kenangan, bahwa komunitas di sini pernah dekat dengan keluarga Cendana / Photo by: Rendra Trisyanto Surya) "] (Suasana kantor administrasi "Pusat Komputer" pesantren Al-Zaytun yang bernama AGIC. Teknologi Informasi, data centre infrastruktur jaringan LAN/Internet, buku-buku komputer dan Gitar menjadi keseharian aktivitas para Guru muda santri, sambil nangkring mengelola Puskom ini  / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)

“Di Agic, kami menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri seperti Inggris dan Amerika untuk membangun pusat pengkajian dan pengajaran Teknologi Informasi pada level praktis,” kata Wiena Safitri, lulusan S2 Teknologi Informasi dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, yang sudah mengabdi di sini sejak delapan tahun lalu. Dengan adanya lembaga seperti AGIC, para santri diharapkan juga memiliki ketrampilan dan sertifikat Teknologi Informasi agar mereka dapat bersaing mendapatkan pekerjaan di berbagai perusahaan di kota besar.

Tak masuk akal  memang bahwa pesantren modern yang mengadopsi segala hal baik dari mana saja tersebut, kemudian banyak dituding orang sebagai markas gerakan NII dan menganut politik Islam  garis keras.“Mungkin ada oknum santri yang berbuat demikian. Maklum, jumlah santri kami khan ribuan,”  kata salah seorang guru yang diajak ngobrol.  Radikalisme dan eksklusismerasanya tidak mungkin berkembang disini, lanjutnya. Apalagi  di pesantren ini terdapat gedung utama  yang bernama HMS (singkatan: Haji Muhammad Suharto). Gedung HMS ini milik kampusUniversitas Al-Zaytun (UAZ) satu lokasi dengan pesantren Al-Zaytun. “Ini hadiah dari mantan Presiden Suharto yang datang kemari tahun 2000 bersama mbak Tutut, meresmikan dan menyerahkan gedung kuliah bernilai milyaran rupiah ini”, kata salah seorang dosen UAZ di sana, sambil mengajak melihat prasasti penandatanganan penyerahan gedung.

13682865681609447937
13682865681609447937
[/caption]

Universitas kok berada di tengah pesantren?, banyak pengunjung bertanya.

Tampaknya ini menjadi kecenderungan beberapa pesantren bermodal besar akhir-akhir ini untuk memadukan ilmu akhirat dengan ilmu duniawi. Dan sebagaimana halnya sebuah universitas  maka kampus ini juga dikelola oleh Dekan, Ketua Jurusan dan dosen-dosen tetap dengan gelar S2 dan S3 (Doktor) dari ITB, UI dan berbagai alumni perguruan tinggi ternama lainnya di Indonesia. Mereka juga dibantu oleh puluhan dosen tidak tetap (dosen luar biasa) dari kampus lain dari Bandung, Bogor dan Jakarta yang mengajar secara paruh-waktu (part-time). “Inilah politik! Dampak isu NII terhadap kami ternyata begitu keras dan akhirnya mempengaruhi perkembangan cikal bakal kampus UAZ yang gedung kuliahnya saja mungkin termegah di Indramayu. Akhirnya kemudian tidak mendapat izin operasional setelah lima tahun menunggu, malah kemudian dibubarkan oleh Mendikbud pada tahun 2010,” kata salah seorang Dekan UAZ. Padahal semua persyaratan sebagai sebuah universitas sudah disiapkan. “Bahkan dalam beberapa hal, persyaratan kami melebihi yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi yang  berkualitas,” lanjutnya.

Warna warni komunitas Al Zaytun juga terlihat dari perilaku dan gaya para santri berjumlah lebih dari 5.000 orang tersebut. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia (bahkan  dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Afrika). Orang-orang dari berbagai penjuru tertarik datang karena konsep pembelajaran pesantren ini mengkombinasikan proses pembelajaran konvensional, pendidikan sekolah  umum dan ketrampilan vokasional serta pembinaan watak melalui berbagai kegiatan olahraga/seni secara intensif. Hal yang membuatpara santri  di sini terlihat berbeda. Mereka penuh dengan berbagai aktivitas padat, disiplin, meskipun kesehariannya menjalankan pola hidup sederhana. Uniknya, di antara keseharian menjalankan  komunitas anak-anak muda ini, ternyata menyimpan juga hal-hal kecil yang kontroversial!

Pengelola pesantren melarang keras bagi para santri menonton TV , karena dianggap lebih banyak mudaratnya dengan berbagai tontonan yang dianggap tidak sopan. Akan tetapi, uniknya, disediakan warung internet yang bisa disewa oleh santri kapan saja. Telepon selulerdan laptop juga  menjadi sarana belajar dan komunikasi sehari-hari  santri kebanyakan berasal dari golongan masyarakat ekonomi kelas menengah di daerahnya. “Sekali-kali boleh dong menonton TV dari Internet di Laptop. Tapi ini cuma di kamar asrama, kok!” kata seorang guru santri yang juga mahasiswi jurusan Teknologi Informasi di kampus UAZ. Ibu Guru cantik ini  berasal dari Sumatera Barat dan sudah mondok di sini sejak delapan tahun.

Beberapa mahasiswa muda yang juga bekerja sebagai guru pesantren tersebut, tampak menikmati  dan menyukai lagu-lagu MP3 dari laptop setiap ada kesempatan, termasuk lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Lady Gaga. “Saya suka musik Lady Gaga, karena riang dan ritmenya memberi semangat. Tapi saya tidak suka gaya busana dan lirik-lirik lagunya yang cenderung erotis”, katanya memberi alasan.

***

[caption id="attachment_260512" align="alignleft" width="727" caption="(Jalan utama Pesantren Al-Zaytun yang tampak megah bila terlihat dari pintu masuk gerbang utama)"]

13682867471169214761
13682867471169214761
[/caption] Santri  wanita yang diajak ngobrol tersebut, tampak memiliki pandangan sangat terbuka meski berjilbab sebagaimana lazimnya wanita muslim di pesantren. Di gerbang utama pintu masuk pesantren Al-Zaytun ini  tertulis moto  yang menjadi visi dan misi pesantren. “Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi Serta Pengembangan Budaya Perdamaian”. Mungkin hanya beberapa pesantren saja di Indonesia yang membolehkan orang-orang dari agama lain masuk, menginap bahkan belajar tentang Islam. Disini, beberapa pendeta pernah datang di undang  berdialog dan bertukar pikiran tentang berbagai hal dengan komunitas santri di sini, sambil difasilitasi menginap selama beberapa malam di hotel setara bintang tiga bertarif Rp 175.000 per malam yang terdapat di lokasi pesantren. [caption id="attachment_260547" align="alignleft" width="679" caption="(Meski umumnya  pimpinan Al-Zaytun tampak kaku, keras dan tegas dalam berkomunikasi. Namun pandangan dan wawasan holistik toleransi mereka terhadap agama lain, memberikan "values" penting buat santri. Papan ini memperingati peletakkan batu pertama salah satu asrama santri yang dilakukan bersama seorang pendeta. Di sini di antara kessederhaan kehidupan ala 5.000 santri dan seribu karyawan itu, papan kumuh yang cat-catnya sudah tampak semakin mengelupas. bercerita banyak mengenai makna toleransi, tanpa harus bersuara lantang! / Photo by: REndra Trisyanto Surya)"]
1368301580457683957
1368301580457683957
[/caption]

Wah, indah kalimat itu ya! ” kata salah seorang orangtua santri yang sore itu baru datang dari Jakarta untuk menjenguk anaknya. Namun berbagai konstras juga muncul disini! Cukup mengagetkan juga, bahwa pintu masuk utama pesantren dengan kalimat moto yang indah tersebut ternyata dijaga ketat oleh satpam yang bertampang kaku, berambut cepak dengan gaya  militer sambil mengenakkan seragam hitam. Siapapun yang keluar dan masuk ke pesantren wajib melapor dan meninggalkan identitas, kemudian dicatat menggunakan komputer. Terkesan kok tidak seperti pesantren, kata beberapa orang tamu yang baru perama  kali datang ke pesantren ini.

Setiap periodik data keluar-masuk pengunjug ini akan dianalisis untuk mengetahui siapa yang datang dan keluar pada hari dan jam tertentu untuk mengungkapkan pola,” kata seorang dosen TI dari kampus UAZ.Tujuan akhirnya sebenarnya baik, untuk menjaga ketertiban dan memelihara displin, katanya menjelaskan. “Penjagaan seperti ini seolah-olah menjaga jarak dengan orang.  SEbenarnya kami bertugas mengamankan komunitas dari gangguan yang tidak perlu.  Jangan sampai lalu lalang bebas masyarakat dari sekitar akhirnya mengganggu kosentrasi dan ketenangan belajar para santri,” kata salah seorang satpam. Fungsi pengawasan ini, sebagaimana amanah berulang kali oleh Syekh junjungan kami, agar santri di sini bisa  berkosentrasi penuh hanya memikirkan urusan belajar. [caption id="attachment_260514" align="alignleft" width="600" caption="(Lingkungan pesantren yang luas ini terdiri dari puluhan gedung belajar dan asrama. Gedung-gedung tersebut dihubungkan oleh berbagai jalan aspal lengkap dengan rambu-rambu unik. Rambu dalam photo ini misalnya, menandakan bahwa santri pria dilarang melewati kawasan asrama santri wanita ini, demikian sebaliknya. Bila kepergok oleh satpam yang sedang patroli, maka santri bersangkutan dikenakan denda. Tapi tampaknya itu  tinggal teori! Kenyataannya, lalu lalang para santri berlainan jenis tersebut, seperti dibiarkan saja. / Photo by: Rendra trisyanto Surya)"]

13682869521564398593
13682869521564398593
[/caption] Memang, suasana lingkungan fisik pesantren sore itu terlihat beda dengan banyak gedung megah dan jalan-jalan aspal banyak lewat mobil "mewah" para tamu yang berseliweran. Pesantren Al-Zaytun kemudian seperti sebuah “kota santri” dihuni oleh ribuan sepeda hilir mudik milik  para anisa (sebutan untuk santri wanita) dan rijal (sebutan santri pria). [caption id="attachment_260515" align="alignleft" width="547" caption="(Suasana pulang mengajar/belajar di sore hari dengan mangayuh sepeda membuat lingkungan pesantren yang dikelilingi oleh pohon jati itu, tetap terlihat alami. Motor dilarang keras berlalu lalang di jalan ini karena dapat memberikan polusi dan kebisingan. Sering saat waktu pulang digunakan untuk mengobrol, termasuk dengan santri lawan jenis sambil berjalan mendorong sepeda masing-masing./ Photo by: Rendra trisyanto Surya)"]
13682870611264911677
13682870611264911677
[/caption] [caption id="attachment_260516" align="alignleft" width="647" caption="(Pertemuan informal di kantin, ngobrol sambil makan siang bersama, merupakan kenangan manis bagi para santri dalam komunitas ini / Photo by: Rendra Trisyanto Surya)"]
13682871731829842540
13682871731829842540
[/caption] Suasana pesantren ini yang mengilhami artis Krisdayanti dan Anang menuliskan lagu dengan judul “Suasana di Kota Santri”.Dia mendapat ide ketika diundang dalam perayaanTahun Baru Islam  1 Muharam, yang di sini selalu dirayakan dengan gairah dan meriah. “Penyanyi papan atas ibukota sering kami undang tampil di Al-Zaytun untuk menghibur ribuan santri,” kata seorang santri dengan nada bangga. [caption id="attachment_260517" align="alignleft" width="470" caption="(Gaya para santri pesantren Al-Zaytun tampak berubah ceria ketika aktif menyelenggarakan acara pentas kesenian dan musik / sumber photo: zaytun.Blogspot.com) "]
13682872671726430480
13682872671726430480
[/caption] Dalam acara perayaan itu, tiba-tiba wajah para santri yang biasanya kalem dan terlihat penurut, berubah menjadi ceria dan ekspresif termasuk bersorak=sorai setiap teman yang dikenalnya tampil. Gedung Ali misalnya, jika pada siang hari merupakan tempat belajar para santri mulai dari tingkat SD dan SMP.  Maka pada malam perayaan, berubah menjadi "gedung pentas" berbagai acara  kesenian dan musik panggung yang meriah. Panggung khusus permanen tersedia  di lantai 7. Suasana penaggung musik yang sekilas tak ubahnya dengan suasana panggung musik anak-anak muda gaul  di mana pun. [caption id="attachment_260518" align="alignleft" width="578" caption="(Salah seorang santri yang duduk di kelas Madrasah Tsanawiyah/setingkat SMP, bergaya dengan gitar listrik ketika sedang menyiapkan peralatan band sewaan untuk berlatih musik di lantai 7 Gedung Ali. Pengurus pesantren tampaknya membolehkan para santri mengeskpresikan diri dalam bidang seni pop seperti ini selama tidak menganggu proses belajar sehari-hari /Photo by: Rendra trisyanto surya)"]
1368287326729228958
1368287326729228958
[/caption]

Di panggung, kemudian sebagian anak-anak santri  berbakat  unjuk kebolehan bernyanyi solo atau kelompok sambil bermain musik. Uniknya, meskipun dalam komunitas pesantren tapi lagu-lagu yang  dibawakan justru bukan lagu Kasidah sebagaimana halnya stereotype bentuk kesenian komunitas  santri pada umumnya.Di sini, sebagian besar justru menyanyikan dan memainkan lagu pop Indonesia dan Barat, bahkan sekali-kali diselingi dengan lagu Rock dinyanyikan sambil berjingkrak-jingrak.Sungguh unik, dan sekilas kita tidak menduga bahwa mereka sebenarnya santri atau guru dari sebuah komunitas pesantren.Beberapa di antara santri rijal (putra) ini  tampak tampil dengan rambut yang dimekarkan ke atas dan mengenakkan busana  gaul dengan pernik-pernik khas pria muda jaman sekarang. Mahasiswa Universitas Al-Zaytun yang baru saja menyanyikan lagu Rock tersebut, tidak lain guru pesantren yang di siang hari ditugaskan mengajar bahasa Arab.

***

Tidak hanya berkesenian, tampaknya kegiatan berolahraga juga menjadi keseharian komunitas ini. Olahraga membuat sehat fisik para santri dan juga media untuk membentuk sikap sportif, kata seorang pelatih Hoki saat ditemui di kantin pesantren. Pesantren dengan luas 1.200 hektar ini dilengkapi dengan sebuah stadion sepakbola mewah dan beberapa lapangan tenis serta hoki. Tampaknya memang  para pengurus pesantren dan santri di sini sangat menggilai olahraga.

Hampir setiap kali ada acara siaran langsung pertandingan sepakbola internasional yang ditayangkan melalui TV, maka mereka akan beramai-ramai urun iuran untuk berkumpul hingga larut malam di Aula yang terletak di lantai tujuh di Gedung Ali. Mereka menonton pertandingan  melalui layar besar yang telah tersedia di sana. Ruang pertunjukkan ini memang ideal untuk kegiatan nonton bareng begini. Ruang panggung itu dilengkapi sound system canggih yang dapat membuat suasana pertandingan "live" seolah-olah membawa mereka  menjadi penonton langsung di stadion sesungguhnya.

Di sini, kita juga belajar, bahwa belajar agama secara rutin  tidak berarti menjaga jarak dengan kehidupan duniawi. Dalam berbusana sehari-hari misalnya,  semua santri wanita diharuskan berpakaian sopan dan berjilbab. Dan banyak diantara mereka mengenakkan pakaian Muslimah yang modis. Sementara para santri pria (rijal)  juga tidak diharuskan menggunakan kain sarung, berpeci atau berjubah dengan memelihara jenggot sebagaimana trend di beberapa pesantren lain di Indonesia. Bagi komunitas ini, atribut seperti itu tidak begitu penting. “Yang penting adalahesensi agama Islam yang mampu diterapkan  secara konsisten berdasarkan dinamikamasyarakat ", kata salah seorang dosen Universitas Al-Zaytun, yang juga guru di Madrasah Alawiyah (MA). ***

Ya, inilah sepenggal hal unik dan  menarik dari sisi keseharian komunitas santri pesantren  Al-Zaytun , yang sering terdengar dari kejauhan suara-suara miring. Pesantren terbesar di Indonesia ini terdiri dari ribuan santri, ratusan Guru, puluhan mahasiswa/dosen dan 1.000 karyawan,  di kelola oleh puluhan orang pengurus yayasan dengan status kelas sosialnya tersendiri. Jadi, walaupun berada dalam satu komunitas tetapi sebenarnya mereka memiliki   dan membangun  “dunia keseharian” masing-masing yang berbeda-beda. Dunia sub-sub komunitas Al-Zaytun ini juga memiliki fokus, pola pikir, persepsi dan sikap dengan ciri khasnya masing-masing.  “Di sana mereka sebenarnya tidak satu warna. Ada beberapa sub-komunitas berbeda-beda dengan kegiatan khas masing-masing. Pengurus Yayasan/Eksponen memang sebagian masa lalunya pernah terlibat NII. Namun, di sana juga terdapat komunitas intelektual dari kampus UAZ, terdapat  ribuan murid santri yang tidak mengerti apa-apa mengenai isu politik NII. Jadi, kasihan mereka kalau disama-ratakan sebagai pengikut dan simpatisan gerakan NII. Banyak di antara mereka yang tidak tahu-menahu itu akhirnya menjadi korban isu. “ kata Ketua MUI dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV, ketika ditanya menanggapi isu NII dan maraknya tuntutan masyarakat Indonesia yang mau membubarkan pesantren modern ini. Pak Harto beserta keluarga Cendana, Habibie, artis-artis ibukota, anggota DPR, Pimpinan TNI dan para pejabat negara lainnya,  dulu sering datang ke sini,” kata seorang dosen bergelar Doktor dalam bidang bidang Teknik Sipil dari ITB. Dia mengklarifikasi isu yang mengatakan mereka radikal dan "pemberontak".Memang, tampaknya tidak masuk akal juga jika semua pihak di dalam komunitas ini  mendukung gerakan NII, seperti kata sang Doktor tersebut menutup perjumpaan. [caption id="attachment_260550" align="alignleft" width="240" caption="(Sebuah kaos kreasi alumni pesantren Al-Zaytun bertuliskan "Kami Alumni Al-Zaytun, Bukan NII", dipajang dalam salah satu acara renui di luar pesantren. Kaos sederhana ini bisa menyimpulkan dan menjawab pertaanyaan "]

13683025801009233072
13683025801009233072
[/caption] ====================================== (Penulis: Rendra Trisyanto Surya, dosen di beberapa kampus di Bandung/tinggal di Cimahi. Pernah menjadi dosen tamu/part-time di Fakultas Teknologi Informasi  mengajar mata kuliah "ERP System", "Supply Chain Managemen" dan "Audit Sistem Informasi" selama tiga tahun di Universitas Al-Zaytun, Indramayu. Tiap dua minggu sekali, selama dua hari, yaitu hari Sabtu dan Minggu dijemput ke Cimahi mengajar para Guru santri yang juga menjadi mahasiswa kampus UAZ di sana. Tulisan di atas merupakan ringkasan pengamatan dan pendapat pribadi penulis, yang semoga bermanfaat bagi para pembaca untuk diajak  melihat Pesantren Kontroversial ini dari sisi lain..... )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun