Mohon tunggu...
Rendra Prasetya
Rendra Prasetya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manusia Biasa Saja

Tukang Kopi, menjadi biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kekuatan Suara Publik pada Tim Nasional Sepakbola Indonesia

8 Januari 2025   11:56 Diperbarui: 8 Januari 2025   11:56 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Fanpage Facebook PSSI

Kekuatan Suara Publik pada Tim Nasional Sepak Bola Indonesia

Kajian Sederhana tentang Demokrasi di era Digital

Oleh : Rendra Prasetya

Pemecatan Pelatih Tim Nasional Sepakbola Indonesia Shin Tae Yong asal Korea Selatan membuat public fans Tim Nasional Sepakbola bergemuruh di berbagai platform sosial media sampai hari ini. Keputusan Ketua Umum PSSI Erick Tohir dianggap sangat mendadak dan tak masuk akal ini membuat geram publik sepakbola Indonesia. Prestasi Tim Nasional Republik Indonesia dianggap sedang berada di dalam track yang benar. Sampai ke tahap ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 adalah hal yang sangat membanggakan bagi fans sepakbola Indonesia. Seperti kita tahu Tim Nasional Sepakbola Indonesia belum pernah merasakan sampai ke ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia selama partisipasi perhelatan itu di gelar oleh FIFA. Selain itu Pelatih Shin Tae Yong dianggap berjasa dalam menaikan rangking FIFA dari urutan rangking 173 ke 127 membuat publik semakin percaya bahkan mencintai sosok Korea yang sama sekali tak mampu berbicara dengan bahasa asing dan hanya bisa berbahasa Korea ini.

Publik pecinta fanatik sepakbola Indonesia yang dikenal dengan ULTRAS Indonesia mulai gaduh di seluruh kanal dan platform media sosial. Berbagai nama akun fans sepakbola Indonesia hampir sebagian besar tidak setuju keputusan yang dirasa mendadak ini. Publik menilai keputusan PSSI keliru bahkan dinilai bodoh sekali. Beberapa akun sosial media membahas bahkan mempertanyakan alasan yang tidak logis yang dilontarkan ketua umum PSSI Erick Tohir dalam memecat Pelatih Shin Tae Yong. Suara publik yang terbaca di seluruh kanal platform sosial media membuat sikap pesimis akan nasib Timnas Sepakbola Indonesia dalam melanjutkan laga krusial di GBK dalam menghadapi Bahrain dan China pada bulan Maret dan Juni mendatang.

Suara Publik di Media Sosial

Publik sepakbola Indonesia serempak sepakat bahwa keputusan PSSI memcat Shin Tae Yong tidak adil, karena berdasarkan kontrak terbaru pada Shin Tae Yong yang berakhir di Tahun 2027 adalah lolos ke Piala Dunia artinya lolos ke Piala Dunia 2026. Namun hal ini benar-benar tak menjadi pertimbangan bagi PSSI. Pelatih yang baru berdasarkan informasi dari pejabat PSSI Arya Sinulingga adalah akan ditargetkan masuk Piala Dunia 2030 mendatang. Ada banyak alasan tak konsisten yang dilontarkan PSSI atas pemecatan STY ini mulai dari kendala bahasa, taktik permainan dan target. Hal tersebut membuat suara publik menggema dan hampir sebagian besar kecewa.

Suara Publik di era Digital dan Internet Of Things ini telah dengan mudah dibaca, dan diamplifikasi ke seluruh publik pecinta sepakbola Indonesia. Sejarah interkoneksitas atas informasi digital ini yang tercipta 2012 lalu membuat setiap permasalahan yang dirasa tidak adil oleh publik dengan cepat akan menimbulkan reaksi besar dan viral di media sosial akhir-akhir ini. Kekuatan Teknologi Internet hari ini secara proses digital menimbulkan rumusan komunal yang membentuk opini besar atas suatu pendapat. Kebebasan berpendapat di era digital ini memudahkan akses bagi publik lewat internet. Suara-suara netizen termasuk suara-suara pecinta sepakbola Indonesia bisa terlampiaskan. Lewat teks, audio dan video semua bisa kita nikmati. Khusus kasus pemecatan Shin Tae Yong ini dibuat berbagai macam konten. Mulai dari kritik, ulasan, analisa, bahkan caci maki terlontar bebas di era digital ini tentu saja atas nama demokrasi hari ini, DEMOKRASI DIGITAL.

Pentingnya memilah pendapat, opini, klarifikasi dan argumentasi di Media Sosial.

Berbagai Jurnal, tulisan dan Buku telah membahas tentang fenomena demokrasi di era digital yang menyebabkan Revolusi Peradaban bagi umat Islam. Buku NEXUS, Age Of Revolutions, Life 3.0, dan masih banyak lagi. Semuanya mengulas baik keuntungan dan kerugian era digital internet hari ini. Khusus di kasus pemecatan STY oleh PSSI ini, banyak tersebar pendapat baik kontra dan pro atas keputusan PSSI ini kita temukan di seluruh platform digital internet ini. Bahkan kita bisa menelusuri sebab, siapa dan apa dari setiap issue yang dibahas oleh publik di dunia maya. Tentang sosok Patrick Kluivert dan Louis Van Gaal yang direncanakan menggantikan Pelatih Shin Tae Yong dari Kursi kepelatihan Tim Nasional Sepakbola Indonesia.

Sosok Patrick Kluivert dibongkar habis oleh netizen, bahwa dia terjebak di kasus judi, bahkan dia dianggap tak memiliki CV Kepelatihan yang mentereng dan tak memiliki prestasi kepelatihan dalam menukangi sebuah Timnas atau Klub Sepakbola. Informasi ini dengan cepat membentuk opini buruk bagi keberadaan Timnas kedepan. Saking buruknya sosok PK ini, maka publik beranggapan PSSI sedang menggali kuburnya sendiri dan semakin membuat dunia persepakbolaan Indonesia ke titik nadir. Semua hal itu lumrah jika hanya sebagai pendapat dan analisa, tetapi di era digital hal itu sudah membentuk kesimpulan akhir. Trust publik digoyang, PSSI mulai terdegradasi dari kesempatan menjadi baik di mata publik.

Suara publik dan apapun namanya di dunia maya era sosial media ini seolah menjadi semakin liar bahkan dianggap sebagai tantangan revolusi dan evolusi komunikasi global. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa demokrasi digital akan dibajak oleh para penjahat demokrasi era digital. Publik semakin liar menuliskan opini yang tak mampu membaca sebuah opini dan hasil analisa ilmiah. Dasar suka dan kecintaan dibuat dramatis oleh alogritma internet di dunia maya ini. Publik seakan dihilangkan sikap,atutude dan pengetahuan rasionalnya. Publik seolah diorkestrasi oleh system alogritma yang mengampifikasi sebuah opini sepihak.

Munculnya AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan disinyalir dimanfaatkan oleh buzzer siapapun untuk bisa mengarahkan opini. Sehingga secara system informasi akan muncul seragam maka opini publik terbentuk dan bisa menjadi kekuatan penekan pada penguasa. Nah kasus pemecatan Shin Tae Yong ini bisa jadi contoh bekerjanya Algoritma AI di Internet yang mampu dimanfaatkan oleh pihak manapun sebagai kekuatan penyeimbang dari serangan opini massa di dunia maya. Hal ini bis kita baca, lihat dan analisa bahwa gaduhnya pendapat dan suara publik tak lepas dari jejak digital yang viral.

Sudah saatnya publik memiliki kesadaran  dan awarness dalam menanggapi derasnya informasi dan membaca pendapat dan opini yang ditulis berbagai macam akun/netizen. Karena opini bukan kesimpulan, tetapi sekarang publik sudah menganggap kesimpulan kahir dari seluruh opini yang menjadi viral. Ini memang tantangan besar sebuah revolusi dan evolusi komunikasi yang membentuk peradaban global hari ini.

Suara Publik mampu menjadi Kekuatan baru Demokrasi di Era Digital.

Dunia sepakbola Indonesia hari ini menjadi ladang pertarungan demokrasi digital akibat suara publik muncul di seluruh platform digital sosial media dengan segala macam pendapat dan opini yang terbentuk. Bentuk kecintaan dan nasionalisme baru dirasakan terbentuk sejak era digital internet ini muncul. Evolusi dan Revolusi Komunikasi massa hari ini menjadi kekuatan baru yang dianggap sebagai bentuk perlawanan yang akhirnya membentuk Nasionalisme Baru. Bagi pecinta sepakbola Indonesia setiap issue ketidakadilan yang terjadi seperti kasus Kanuruhan yang menewaskan ratusan orang di Stadioan pada saat pertandingan Arema Malang vs Persebaya beberapa waktu lalu. Namun penyelasiannya dianggap tidak adil bagi korban/penonton sekaligus pecinta sepakbola Indonesia. Suara publik atau sekarang disebut Netizen menggema dan me njadi kekuatan baru sebagai kekuatan massa / kekuatan publik/kekuatan netizen dalam menyuarakan suara kebenaran dan menuntut keadilan. Hal ini bisa dikatakan bahwa kita hari ini telah masuk di era Demokrasi Digital. Bahkan bisa jadi di kemudian hari menjadi potensi tumbuh kembangnya Demokrasi AI ? Apakah mungkin..? Who Knows....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun