MERIT SYSTEM YANG DIPERTANYAKAN
REPORTASE DAN PENGAMATAN PEREKRUTAN PEJABAT ASN
OLEH : RENDRA PRASETYA
PENDAHULUAN
Aparatur Sipil Negara menurut Undang Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023 Â adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Sedangkan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan diberikan penghasilan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Kemudian yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sedangkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangkawaktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan.
Issue yang jadi perhatian utama dalam karir seorang ASN (PNS) adalah kompetensi dan kelayakan menempati jabatan struktural dan fungsional adalah akses kesetaraan dan kesempatan bagi pegawai negeri sipil. Metode untuk menjalankan hal tersebut disebut Merit System.
Menurut UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN menjelaskan bahwa Sistem Merit diselenggarakan sesuai dengan prinsip meritokrasi. Yang dimaksud dengan "prinsip meritokrasi" adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Integritas dan Moralitas ASN dalam pemenuhan syarat dalam Sistem Merit.
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integritas juga telah didefinisikan dengan menekankan konsistensi moral, keutuhan pribadi, atau kejujuran (di dalam bahasan akademik misalnya) (Jacobs, 2004). Kejujuran seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari bahasan tentang integritas. Di dalam literatur tentang organisasi dan sumber daya manusia, integritas paling sering dikaitkan dengan kejujuran individu (Yulk & Van Fleet, 1992). Hal yang sama juga dilakukan oleh Butler dan Cantrell (1984, di dalam Hosmer, 1995) yang mengartikan integritas sebagai reputasi dapat dipercaya dan jujur dari seseorang untuk menjelaskan istilah "kepercayaan" di dalam konteks organisasi. Integritas juga ditempatkan sebagai sebagai inti etika keutamaan yang digagas oleh Solomon (1992) dengan menyebut integritas tidak hanya tentang otonomi individu dan kebersamaan, tetapi juga loyalitas, keserasian, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Dalam pelaksanaan dan proses Sistem Merit dalam rangka kelayakan seorang PNS menduduki sebuah jabatan selain kompetensi, potensi, kualifikasi dan kinerja ternya ada 2 (dua) hal penting yaitu Integritas dan Moralitas. Kedua hal ini seringkali tidak transparan dan cenderung bias dimana ada residu yang merduksinya yaitu koneksi dan nepotisme.
Moralitas dan Integritas ini secara kualitatif terkadang luput atas penilaian pada kelayakan seorang PNS untuk menduduki jabatan yang diinginkan oleh pimpinan. Dan terkadang tidak menjadi prioritas oleh tim seleksi atau dewan jabatan tinggi yang ada di organisasi terkait. Sikap seorang ASN (Pegawai Negeri Sipil) selayaknya mendapat assesment ketat yang harus dilakukan sebelum dilakukan seleksi ikut dalam penyaringan menduduki jabatan yang lebih tinggi sebagai jenjang karir dan masa depan.
Masalah Moralitas dan Integritas bagi kalangan pegawai negeri sipil merupakan masalah klasik dimana seorang pegawai selalu terjebak dalam sikap oportunis dan selalu individualis yang terkadang menjadikannya sifat sombong karena terlalu berpegang teguh pada kemajuan diri atas prestasinya tanpa memandang lagi temannya menjauhkan sifat toleran terhadap pegawai yang lain yang rendah dari dirinya.
 Kesombongan atas MeritokrasiÂ
Ada hal menarik yang dikemukakan oleh Michael Sandel dalam Bukunya ''Tyranny Of Merit" bahwa pendekatan Sistem Merit yang dibiaskan atau termanipulasi oleh sikap jumawa bahwa prestasi diri yang dihasilkan atas sikap sombong dan hasil dari bias kompetisi yang didalamnya terdapat prinsip amoral yaitu nepotisme dan kolusi menjadikan metode Sistem Merit itu ternoda dengan sendirinya. Sikap amoral ini kadang timbul tanpa sadar dan seolah tak terlihat, namun bagi mereka yang dianggap tidak terseleksi dalam kompetisi atas prestasi diri menimbulkan sikap antipati dan kebencian atas nama kritis.
Asumsi-asumsi ideologi meritokrasi yang telah mempolarisasi pegawai kedalam dua kelompok yaitu winners dan losers atau pemenang dan pecundang menurut Sandel adalah keadaan yang rumit dan berbahaya dikarenakan hasil meritokrasi yang mengabaikan sikap baik yaitu Integritas dan Moralitas.Sistem Merit yang menghasilkan struktur pegawai yang jumawa karena prestasi diri yang tidak adil dan dihasilkan atas sikap jauh dari integritas dan amioral (salah satunya sikap manipulatif) adalah keadaan yang sombong hasil dari meritokrasi yang keliru.
Solusi atas Kesombongan MeritokrasiÂ
Sandel sendiri pun di dalam bukunya ''Tyranny Of Merit" memberikan Solusi yaitu :Perlunya revitalisasi public discourse. Revitalisasi diskursus publik menuntut peninjauan kembali secara kritis atas premis dasar liberalisme yakni the principle of avoidance (prinsip penghindaran)pembaharuan untuk mengevaluasi kembali martabat kerja.perlunya reorientasi dalam memberi bobot pada perkerjaan.mengapresiasi para pegawai yang dianggap tidak terampil dan karena itu tidak dianggap baik.Intinya Solusi untuk menghindari kekeliruan pada proses system merit adalah memantapkan Kembali pada penilaian Integritas dan Moralitas Pegawai Negeri Sipil Dimana sikap moral yang jujur harus dikedepankan sehingga membentuk pribadi PNS yang kuat.
Sudah layakkah mereka menjadi pejabat.?
Pertanyaan diatas adalah persoalan mendasar, bagaimana banyak pegawai negeri sipil tak mendapatkan akses dan kesempatan yang adil dan bisa berkarir dengan baik, aman dan lancar. Berbagai hambatan yang dialami pegawai tentunya kesempatan yang tidak ada dikarenakan kolusi dan nepotisme lebih dikedepankan serta terjadi amoralitas dan tidak memiliki integritas. Sehingga proses system merit hanya seolah-olah yang sejatinya semua itu tidak terjadi.
Akibatnya kelayakan dan kemampuan menjadi pejabat dan menduduki sebuah jabatan terus dipertanyakan. Kondisi ini menghasilkan suasana yang tidak kondusif, dan menghambat tujuan organisasi.
Kelayakan seorang pegawai yang dihasilkan oleh "Tyranny Of Merit" pasti mengakibatkan kontroversi yang tak berujung.
Layakkah mereka.?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H