Mohon tunggu...
Rendra Prasetya
Rendra Prasetya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manusia Biasa Saja

Tukang Kopi, menjadi biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Anak Muda dan Politik

23 Oktober 2023   11:58 Diperbarui: 26 Oktober 2023   21:18 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Keberpihan dan kepedulian anak muda terhadap isu-isu politk. (Foto: DEONISIA ARLINTA via KOMPAS.ID)

"Mereka (pemuda) merupakan jumlah terbesar dan pangsa pasar empuk untuk dijadikan obyek keuntungan budaya, sosial, ekonomi bahkan politik."

Pemuda dan usia muda merupakan issue yang selalu hadir setiap tahun dam menjadi bahasan sengit dan kontroversi, karena dianggap kemunculannya merupakan hal tabu dan "mengganggu" keadaan status quo yang dikonsensuskan secara pikiran bersama oleh para golongan tua yang mengklaim sangat berpengalaman dan berusia matang. 

Hal ini memang sepertinya sebuah de ja vu bahwa kemunculan anak muda selalu kontroversi, dianggap masih ingusan, kurang cukup umur dan masih bau kencur. 

Stigma dan stereotype yang begitu negatif merupakan warisan sikap feodal di masyarakat kita. Anggapan anak muda tidak mampu  selalu digaungkan oleh para orang tua kolot.

Mari kita check data, seberapa besar jumlah anak muda beserta kemampuannya yang dianggap masih "bau kencur' dan dianggap masih tak layak berkiprah di kehidupan berbangsa dan bernegara.

Data Anak Muda dan Usia Produktif

Berdasarkan data BPS sampai dengan tahun 2022 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 275juta lebih dengan informasi sebagai berikut:

a. 190,98 juta jiwa (69,25%) masuk kategori usia produktif (usia 15-64 tahun);
b. 84,8 juta jiwa (30,75%) tergolong usia tidak produktif
c. Usia antara 20-35 tahun sebanyak 66juta lebih

Dari data diatas bahwa jumlah anak muda dan usia produktif mendominasi bahwa mereka adalah peluka utama dalam kegiatan relasi sosial dan interaksi sosial yang membangun peradaban di negara kita. 

Pada usia muda antara berusia 20-35 tahun merupakan bonus demografi bagi negara kita yang wajib diperhatikan serius guna perkembangan, budaya, sosial, ekonomi dan tentunya politik.

Akses dan kesempatan Anak Muda 

Berdasarkan data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) penduduk Indonesia yang berhasil mengakses internet adalah sebanyak 215 juta lebih dengan jumlah penetrasi sebanyak 78.9%. 

Hal ini menjelaskan bahwa bangsa Indonesia hampir sebagian besar familiar menggunakan internet dan hampir fasih dengan koneksi internet di negara kita. 

Dari jumlah ini sebanyak 97% pengguna internet ada di rentang usia 15-34 tahun, dimana rentang ini adalah golongan usia muda dan usia produktif. 

Anak muda berdasarkan data APJII merupakan faktor utama pelaku pemanfaatan internet di masyarakat kita, sehingga perkembangan teknologi informasi selaras dengan kemampuan anak muda dalam memahami Tech Savvy. 

Jumlah penetrasi pengguna internet di Jawa dan Bali adalah 80% lebih sedangkan Sumatra, Kalimanta Sulawesi di kisaran 70% lebih dan di wilayah timur Nusa Tenggara dan Papua sebanyak 60% lebih.

Kemampuan anak muda Indonesia dalam dunia internet adalah 100% dengan pemahaman baik sekali. Mereka saat ini sebagai leader sebagai penentu opini sekaligus penentu arah kemajuan lierasi digital di era Artificial Intellegence yang semakin hari semakin marak kemajuan dan kecanggihannya. 

Seluruh akses internet di Indonesia dikuasai oleh anak muda yang usia produktif. Kesempatan anak muda menjadi begitu besar dan begitu banyak sehingga menjadi penentu arah kemajuan teknologi informasi di negara kita.

Anak Muda Berpolitik?

Jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu serentak 2019 lalu adalah mencapai 192,8 juta orang. Sebanyak 42, 8 juta di antaranya beruisia 21-30 tahun. 

Sedangkan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI August Mellaz menyampaikan pemilih pada Pemilu 2024 didominasi pemilih muda berusia 17-40 tahun. 

Jumlah pemilih muda sekitar 107 juta orang atau 53-55 persen dari total jumlah pemilih. Hal ini menjelaskan bahwa potensi anak muda yang berusia produktif kembali menjadi penentu arah politik di tanah air. 

Harus diakui akses dan kesempatan anak muda di dunia Politik belum begitu terasa besar, karena memang awarness anak muda terhadap politik semakin tergerus pada kasus-kasus korupsi, pelanggaran hukum, dan banyaknya orang jahat di dunia politik. Sehingga semua itu juga mempengaruhi pandangan dunia politik bagi anak muda Indonesia. 

Situasi ini sebenarnya sangat memprihatinkan, tapi bagi anak muda sikap cuek mejadi hukuman bagi mereka yang rakus korupsi dan rakus melakukan kejahatan hukum di dunia politik. 

Kemampuan anak muda dalam dunia yang lain yaitu Teknologi Informasi menjadi pelampiasan skaligus menghindari hiruk pikuk dunia politik. Ini situasi yang berbahaya.

Pemilu 2024 kali ini digegerkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyebabkan munculnya nama Gubran Rakbuming Raka Walikota Solo sejaligus putra kandung Presiden Jokowi sebagai Cawapres yang berusia 36 tahun. 

Usia Gibran masih tergolong usia anak muda dan usia produktif. Masyarakat sontak ramai-ramai bersikap sinis dan antipati bahkan meluapkan kemarahan dan kekecewaan di kanal-kanal socmed dan Youtube. 

Semua  ini menyebabkan ketegangan di dunia Politik, bahkan menyebabkan munculnya narasi Dinasti Politik dan Demokrasi Hancur di era Presiden Joko Widodo.

Keputusan MK ke depan menurut saya akan membuka peluang bagi anak muda untuk ikut kontestasi sebagai pemimpin bangsa dan ini memang merupakan keputusan kontroversial.

Tetapi ini adalah jalan baik bagi anak-anak muda yang berpikir positif, tidak korupsi dan taat hukum untuk ikut berpolitik praktis dan tampil terdepan sebagai anak muda yang berusia produktif untuk membangun dan membereskan keadaan negara kita yang terus dijangkiti korupsi dan kejahatan hukum di dunia politik.

Peran Anak Muda di Era Digital

Anak Muda yang berusia produktif sampai hari ini sungguh besar jumlahnya bahkan jadi yang terdepan dalam menggunakan internet sebagai pengguna aktif di negara kita. 

Maka peran anak muda saat ini sangat menentukan,dimana segala sesuatu tentang teknologi informasi dilakukan oleh anak muda usia produktif. 

Informasinya antara lain dari 78,9% pengguna internet sebanyak 97% adalah anak muda dan mereka sebagian besar mengakses 33% lebih mengakses sosial media, 31% lebih mengakses informasi berita, 30% mengakses layanan publik online dan bekerja secara online dan 10% lebih  lainnya mengakases internet lain (game online dsb).

Data ini menjelaskan bahwa anal muda lebih banyak mengakses internet dan mengelola dan memahami teknologi informasi. Generasi muda saat ini disebut Gen Z, Generasi Milenial dan Generasi "melek teknologi" atau Tech Savvy. 

Tech Savvy ini milik kaum muda dan ditangan anak muda usia produktif yang termasuk 78,9 % pengguna aktif internet dari 215 juta lebih yang paham internet di Indonesia.

Seberapa besar penggunaan Internet bagi kepedulian Politik Anak Muda

Anak Muda yang berusia produktif seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa eksistensinya adalah niscaya maka kesempatan dan akses bagi anak muda hendaknya dibuka seluas-luasnya. Pemihakan pada anak muda sudah harus sudah tanpa syarat lagi. 

Anak muda sudah wajib menjadi bagian utama di negara kita. Aturan hukum bagi anak muda agar segera diterbitkan, kebijakan yang memihak akses dan kesempatan pada anak muda sudah harus dibuat.  

Sekali lagi keberpihakan pada anak muda di negara Indonesia sudah harus dijadikan kebijakan utama dan dibuat peraturan dan perangkat hukum yang jelas. 

Dengan informasi data yang jelas tentang jumlah anak muda yang besar, namun kita tak mampu me'manage' nya maka akan diprediksi kita kehilangan momentum. 

Jika aturan tentang kemunculan anak muda dianggap kontroversi, ke depan kita mesti mengikutsertakan anak muda di segala lapisan, baik eksekutif, yudikatif dan legsilatif, kita harus berani memulainya. 

Setelah kita mampu menginformasikan bahwa anak muda tidak korupsi sudah saatnya kita legowo dan mempersilahkan Anak Muda sebagai pemimpin.

Internet sudah menjadi kebutuhan anak muda karena hampir seluruh interaksi dan relasi sosial kita menggunakan internet dan sosial media. 

Mereka merupakan jumlah terbesar dan pangsa pasar empuk untuk dijadikan obyek keuntungan budaya, sosial, ekonomi bahkan politik. 

Dalam dunia politik anak muda kembali dijadikan obyek juga, bahkan cuma sebagai pendulang suara bagi para politisi yang bahkan mengenal internet pun tidak. 

Anak muda hanya dianggap penggembira dan cuma dijadikan jargon bagi para politisi. Padahal berdasarkan data, anak muda adalah pelaku utama di dunia Internet Of Thing. 

Dengan data anak muda sebagai pelaku internet adalah yang terbesar maka sudah selayaknya mereka merupakan Subyek di segala bidang budaya, sosial, ekonomi dan termasuk politik. 

Argumentasinya jelas, data anak muda yang paling besar merupakan pelaku utama adalah shahih, tidak bisa diperdebatkan lagi apalagi disanggah oleh para boomers.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun