Mohon tunggu...
Rendra Manaba
Rendra Manaba Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat Kreatifitas

bermain dengan rasa yang sama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Kota dengan Ekosistem Ekonomi Kreatif

19 April 2016   12:36 Diperbarui: 19 April 2016   21:56 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan fisik perkotaan harusnya terkurasi dengan melibatkan sejarawan, seniman, budayawan, komunitas dan para kreator lokal. Agar infrastruktur berkarakter lokal menjadi sebuah monumen tematik yang membangkitkan semangat, motivasi dan etos kerja masyarakat. Pemanfaatan material fisik yang ada disekitar lingkungan masyarakat dan melibatkan secara langsung warga kota adalah hal terpenting dalam pembangunan infrastruktur. Otomatis pemberdayaan warga masyarakat terwujud, yang secara afiliatif membentuknya menjadi produktif serta masiv dalam berkarya.

Kampanye ekonomi dan industri kreatif harusnya digalakkan lewat kegiatan sosial kemasyarakatan dengan lebih kreatif dan interaktif berbentuk MICE yang menggabungkan segala jenis event yaitu; meetig, incentive, convention dan exchibition. Kegiatan ini dapat membangkitkan antusias dan apresiasi terhadap karya lokal, serta menumbuhkan kepedulian dan inisiatif masyarakat untuk ikut serta dan berkontribusi bagi pembangunan kota.

Peran masyarakat sangat mempengaruhi pencapaian dari proses penyelenggaraan pemerintahan yang kuat. Dengan kegiatan tersebut seluruh potensi kota akan tersosialisasikan dengan tepat. Sehingga metodologi city branding, promo destinasi wisata kota, produk unggulan, tingkat kebahagiaan warga masyarakat serta sinergitas, solidaritas dan kolaborasi seluruh perangkat kota dapat terlukiskan dengan indah. Dari MICE juga dapat lahir jejaring nasional dan internasional demi memperkuat kepentingan dan kebutuhan kota.

Siklus ekosistem ekonomi kreatif wajib terpelihara dengan baik dan terkontrol dengan benar, agar tingkat kesejahteraan masyarakat teraplikatifkan, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Terkadang kesenjangan antara fakta dan fiktif (retorika) sulit diukur. Kebanyakan pemangku kebijakan mengesampingkan hal itu, yang terpenting baginya adalah menilai kinerja dengan angka-angka yang tidak komprehensif dan menentukan rasio pencapaian yang tidak akumulatif. Perlakuan dari kebijakan ataupun peraturan hanya untuk menjaga kepentingan, serta kesimpulan yang diambil hanya merupakan bentuk pencitraan.

Olehnya itu mari bersama menanamkan nilai-nilai pancasila sebagai dasar Negara yang harus dimaknai dan diterjemahkan secara konkrit. Baik di Pusat, di Provinsi, di Kota, di Kabupaten dan di Desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun