Sebenarnya agak terlambat membahas film Indonesia berjudul  3 (Alif Lam Mim). Film ini telah dirilis di bulan September 2015, dan saya baru sempat menontonnya kemarin.
Tema filmnya gabungan dystopian dan fighting dengan bumbu religi, sosial, dan politik. Plotnya bisa dibilang abnormal dibandingkan film Indonesia lainnya. Penokohannya logis. Adegan-adegannya keren. Minus di animasi dan blue screen yang masih jauh jika dibanding film produksi Bollywood, Hongkong, apalagi Hollywood.
Di balik semua tetek bengek teori fiksi dan sinematografi tadi, ada satu hal yang menggelitik syaraf sok tahu saya. Bahwasannya film ini menurut saya adalah adik kembar dari film Pengkhianatan G30S/PKI.
1. Jika dilihat secara makro, film ini sebenarnya bercerita tentang persaingan politik antara golongan agama (digambarkan melalui Pondok Pesantren Al Ikhlas), militer (digambarkan melalui Detasemen Khusus Anti Teror tempat Alif mengabdi), dan ateis (digambarkan melalui tokoh Tamtama dan tokoh-tokoh lain yang anti agama). Persaingan tersebut diakhiri dengan percobaan kudeta (kecil-kecilan) yang gagal.
Sejalan dengan kisah G30S/PKI yang melibatkan klik agama, klik tentara, klik komunis, dan berakhir dengan gagalnya sebuah kudeta.
2. Kolonel Mason (Piet Pagau) diceritakan sebagai perwira Detasemen Anti Teror yang ternyata ikut serta dalam usaha makar yang direncanakan dan dijalankan oleh Tamtama. Ini mirip dengan Letkol Untung sebagai perwira pasukan Cakra Birawa (sekaligus tokoh PKI) yang punya peran penting dalam Gestapu.
3. Tamtama sebagai tokoh antagonis yang muncul di segmen akhir film ini, adalah gambaran lugas seorang ateis yang benci agama, menganggap agama hanya mengganggu keseimbangan, dan akhirnya berusaha menghancurkan agama. Persis seperti konflik antara PKI dengan kelompok agama di Indonesia.
4. Puncak cerita dalam film ini dibumbui dengan adegan terbunuhnya tujuh jenderal di jajaran perwira aparat penegak hukum dalam usaha makar yang dilakukan oleh Kolonel Mason. Kebetulan? Atau kesengajaan? Saya menganggapnya sebagai bumbu penyedap yang membangkitkan nafsu para penonton sok analitis macam saya ini.
5. Entah disengaja atau tidak, film ini dirilis di bulan September, "bulan anti komunis" di Indonesia. Bulan sakral bagi rezim Orde Baru dimana film (propaganda) Pengkhianatan G30S/PKI wajib ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia. Jika memang disengaja, maka Arie Untung sebagai produser saya anggap pintar.
Â
Semirip-miripnya saudara kembar, pasti ada hal yang membuat mereka berbeda. Begitu pula antara film 3 (Alif Lam Mim) dengan Pengkhianatan G30S/PKI yang tak persis sama.
1. Dalam film Pengkhianatan G30S/PKI, pihak PKI tidak digambarkan sebagai gerakan bawah tanah. Mereka (waktu itu) adalah partai politik yang sah, bahkan beberapa anggotanya duduk di pemerintahan. Sedangkan dalam film 3Â (Alif Lam Mim) pihak antagonisnya digambarkan begitu klandestin, misterius, dan penuh teka-teki. Justru kemisteriusan inilah yang membuat 3Â (Alif Lam Mim) menjadi abnormal di antara sinema-sinema di Indonesia.
2. Dalam film Pengkhianatan G30S/PKI, komunis memfitnah pihak militer dengan hembusan isu Dewan Jenderal sebagai jembatan menuju kudeta. Sedangkan di film 3 (Alif Lam Mim) pihak ateis menghembuskan fitnah kepada kelompok agama sebagai pembuka jalan menuju usaha makar.
Itulah pandangan makro saya terhadap film 3Â (Alif Lam Mim). Sedangkan jika dilihat secara lebih mikro, film ini sebenarnya hanya ingin mengingatkan kita bahwa "perang" antara kelompok agama (yang dianggap radikal) dengan aparat negara (plus sebagian masyarakat) sejatinya ulah adu domba sebuah "kekuatan tersembunyi". Siapakah "kekuatan tersembunyi" itu? Mungkinkah nama tokoh antagonis "Kolonel Mason" adalah plesetan dari kelompok pemuja iblis "Freemason"? Who knows?
Â
rendra_11102015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H