Menyesap denyut malam ibu kota,
Lalu menyadari betapa pekatnya Jakarta disesaki ribuan ironi.
Â
Si necis potongan klimis berjalan angkuh di depan pengemis.
Gadis sintal digandeng lelaki gempal,
Berlenggak-lenggok di depan wanita tua dan suaminya yang kumal.
Â
Rumah kardus pasrah digilas apartemen mewah,
Mobil-mobil kreditan lantangkan klakson usir si gembel jalanan.
Â
Kata orang Jakarta itu lumbung rupiah.
Ladang baru buat mereka yang bosan menggarap sawah.
Ikut hanyut arus urbanisasi,
hanya untuk berenang melawan alur hidup yg meremukkan nyali.
Â
Keputusan tak bisa disalahkan.
Keadaan tak pantas dikambing hitamkan.
Tak ada kata menyerah,
Demi gengsi pada kampung halaman.
Kini hanya sisa umur yg harus terus diperjuangkan.
Â
Â
Jakarta, 5 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H