Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), banyak anak yang terlibat dalam tindak kriminal di usia yang sangat muda, bahkan di bawah 12 tahun. Ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk memberikan efek jera yang tidak hanya mengarah pada pemulihan, tetapi juga pada keadilan hukum yang tetap menghormati hak anak.
2. Perkembangan Kognitif dan Psikologis Anak pada Usia 12 Tahun
Teori Perkembangan Kognitif oleh Jean Piaget menyatakan bahwa anak yang berusia sekitar 12 tahun berada dalam tahap perubahan besar dalam pemikiran moral dan sosial. Di usia ini, anak mulai memahami hubungan antara tindakan dan konsekuensi, meskipun mereka belum sepenuhnya matang secara emosional dan sosial. Namun, pada usia 12 tahun, mereka sudah mulai mampu menilai dan membuat pilihan yang memiliki dampak bagi dirinya dan orang lain.
Jean Piaget dalam bukunya "The Psychology of Intelligence" menjelaskan bahwa pada usia 12 tahun, anak-anak berada pada tahap operasi formal, yang memungkinkan mereka untuk berpikir lebih abstrak dan memahami dampak dari tindakan mereka. Meskipun demikian, Piaget juga menekankan bahwa anak-anak pada usia ini masih dalam tahap perkembangan, sehingga perlunya pendekatan hukum yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memberikan peluang untuk perbaikan.
Namun demikian, di beberapa kasus, anak pada usia ini dapat secara sadar melakukan tindakan kriminal, yang artinya mereka sudah cukup matang untuk menyadari bahwa tindakan mereka memiliki dampak negatif terhadap orang lain. Oleh karena itu, pemberian sanksi pidana yang lebih sesuai dengan usia dan pertimbangan rehabilitasi dapat menjadi langkah untuk memastikan bahwa tindakan mereka tidak tanpa akibat.
3. Perlunya Keadilan yang Setara dalam Sistem Hukum
Sistem peradilan pidana anak yang ada saat ini, dengan memberikan sanksi pidana kepada anak yang sudah berusia 12 tahun, dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan menegakkan prinsip keadilan. Prinsip ini sejalan dengan teori keadilan distributif yang dikemukakan oleh John Rawls, yang berpendapat bahwa keadilan tidak hanya berlaku untuk orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Rawls dalam bukunya "A Theory of Justice" menyatakan bahwa dalam masyarakat yang adil, hak-hak dasar setiap individu harus dihormati tanpa terkecuali, termasuk hak untuk menerima perlakuan yang adil dalam sistem hukum.
Keadilan retributif, menurut Immanuel Kant, menekankan bahwa individu yang melakukan kejahatan harus menanggung akibat dari perbuatannya sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, anak-anak yang sudah berusia 12 tahun, meskipun masih dalam tahap perkembangan, harus tetap mempertanggungjawabkan tindakan mereka karena mereka sudah cukup memiliki pemahaman dasar tentang dampak sosial dari perbuatan mereka.
4. Prinsip Perlindungan Hak Anak dalam UU SPPA
Walaupun anak yang berusia 12 tahun dapat dikenakan sanksi pidana, penting untuk dicatat bahwa UU SPPA tetap memberikan perhatian besar pada prinsip perlindungan anak. Hal ini mengarah pada tujuan utama dari sistem peradilan pidana anak yang lebih fokus pada rehabilitasi daripada hukuman. Dalam Pasal 4 UU SPPA, dinyatakan bahwa tujuan dari peradilan pidana anak adalah untuk melindungi anak, mendidik, dan mendorong reintegrasi sosial, serta mencegah dampak jangka panjang yang merugikan.
Pasal 7 UU SPPA secara tegas menyebutkan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak harus berorientasi pada pembinaan dan pemulihan, yang berarti bahwa meskipun anak berusia 12 tahun dapat dikenakan sanksi pidana, pendekatan yang lebih manusiawi dan rehabilitatif tetap menjadi prioritas.