Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menimbulkan berbagai pro dan kontra yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perspektif ekonomi dan sosial. PPN merupakan salah satu pajak yang memiliki peran besar dalam pendapatan negara, dan oleh karena itu kebijakan ini memiliki tujuan strategis, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu dibahas dengan lebih mendalam, melibatkan berbagai perspektif, dan didukung dengan data serta analisis yang matang.
Tujuan Kenaikan Tarif PPN
Salah satu tujuan utama dari kenaikan tarif PPN ini adalah untuk meningkatkan pendapatan negara yang dapat digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan, terutama untuk memperbaiki infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya. Pendapatan negara yang lebih tinggi akan memperkuat APBN yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi, terutama dalam situasi pemulihan pasca-pandemi dan untuk menjaga keseimbangan fiskal negara.
Sebagai contoh, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada tahun 2021 juga mengatur tentang kenaikan tarif PPN ini, yang diharapkan dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan pembiayaan terhadap sektor-sektor yang membutuhkan. Selain itu, dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat memperkuat kapasitas fiskal Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Namun, meskipun tujuan ini sangat baik, perlu dicatat bahwa dampak dari kenaikan tarif PPN tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja. Dalam kajian Sudarsono (2018), kenaikan tarif pajak konsumsi seperti PPN sering kali berdampak langsung pada daya beli masyarakat, khususnya kalangan berpendapatan rendah dan menengah. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan sosial.
Dampak terhadap Konsumen dan Masyarakat Berpendapatan Rendah
Kenaikan tarif PPN berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya hidup masyarakat. Menurut analisis yang dilakukan oleh Yuliana (2022) dalam jurnalnya, kenaikan tarif PPN akan menambah beban bagi konsumen, khususnya mereka yang berada pada lapisan menengah ke bawah, karena barang-barang yang mereka konsumsi sehari-hari akan menjadi lebih mahal. Hal ini akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat memperburuk kesenjangan sosial.
Kenaikan tarif PPN ini juga berisiko memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada, terutama apabila tidak ada kebijakan pendukung yang mampu meredam dampaknya pada kelompok rentan. Pemerintah harus memikirkan strategi kompensasi, seperti memberikan subsidi atau bantuan sosial, untuk mengurangi dampak negatif yang dapat timbul, terutama bagi masyarakat miskin dan kelompok pekerja dengan penghasilan rendah.
Dampak terhadap Sektor Usaha
Kenaikan tarif PPN juga berisiko meningkatkan biaya produksi dan distribusi barang serta jasa. Sektor-sektor usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), kemungkinan besar akan merasakan dampak yang cukup berat karena mereka memiliki kemampuan terbatas dalam menyesuaikan diri dengan perubahan biaya yang tinggi. Dalam riset yang dilakukan oleh Putra (2021), kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan sektor UKM kesulitan dalam mempertahankan harga jual yang kompetitif, karena mereka harus menanggung beban pajak yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan berdampak pada daya saing mereka di pasar.
Jika sektor UKM terdampak, hal ini juga bisa mempengaruhi lapangan pekerjaan, karena banyak usaha kecil yang terpaksa mengurangi produksi atau bahkan menutup usahanya jika beban pajak terlalu berat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan stabilitas sektor usaha dalam menerapkan kenaikan tarif PPN ini.
Potensi Inflasi dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Dampak lain yang harus dipertimbangkan adalah potensi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tarif PPN. Kenaikan harga barang dan jasa bisa mengarah pada tekanan inflasi yang akan memperburuk daya beli masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa setiap kenaikan PPN yang signifikan dapat mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia, dan dalam jangka panjang, ini bisa mempengaruhi kestabilan ekonomi negara. Dalam laporan BPS 2023, disebutkan bahwa inflasi yang disebabkan oleh kebijakan fiskal semacam ini bisa menyebabkan ketidakpastian ekonomi, khususnya di kalangan masyarakat dengan pendapatan tetap.
Namun, inflasi juga dapat dikendalikan dengan kebijakan moneter yang tepat, seperti pengendalian suku bunga oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN ini harus diimbangi dengan kebijakan ekonomi makro yang saling mendukung untuk menjaga kestabilan harga dan daya beli.