Sumber: Bappenas (2014)
Salah satu tujuan strategis penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai amanat UU tersebut adalah pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan nasional dan daerah serta masyarakat untuk bersama-sama membangun ketangguhan menghadapi bencana. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya pengurangan risiko bencana yang mungkin terjadi melalui peringatan dini kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana, mitigasi dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, serta peningkatan kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2014).
Belajar Siaga Menghadapi Bencana dari Jepang.
Jepang merupakan salah satu negara yang dikenal rawan bencana seperti halnya Indonesia. Pengalaman dan proses panjang puluhan tahun mengatasi berbagai bencana, mulai dari gempa bumi hingga tsunami menempatkan Jepang sebagai negara dengan sistem siaga bencana terbaik di dunia. Hal ini karena dukungan teknologi yang sudah canggih dan SDM Jepang yang berkualitas. Terlepas dari itu, ternyata ada salah satu langkah konvensional yang sudah membudaya pada masyarakat Jepang hingga saat ini untuk mengatasi bencana. Langkah itu adalah “Rumah Siaga Bencana”.
“Rumah Siaga Bencana” merupakan salah satu langkah konvensional siaga bencana yang sudah membudaya di Jepang. Langkah ini termasuk dalam fase siap siaga dari masyarakat sebelum bencana terjadi. Setiap rumah memiliki ‘tas siaga bencana’. Isi tas siaga bencana terdiri dari selimut, makanan kaleng yang tahan sampai 3 bulan, botol minuman, arsip penting, senter, dan obat-obatan. Selain itu, setiap rumah memiliki peta evakuasi karena belum tentu seisi rumah paham kondisi di daerah tempat tinggalnya atau mungkin ada saudara yang hanya menetap baru sehari atau dua hari sehingga masih bingung cara evakuasi. Tas ini diletakkan di dekat pintu rumah atau tempat yang mudah terjangkau. Jadi apabila terjadi bencana, bisa langsung mengambil tas ini. Tas siaga ini masih sangat jarang diterapkan di Indonesia, sehingga tak jarang ketika terjadi bencana korban jiwa yang meninggal maupun terluka selalu dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan masyarakat awam kita masih sering harus packing barang dulu tanpa memikirkan keselamatan diri dan keluarganya (Aslan Saputra, 2014).
Sumber : (Aslan Saputra, 2014)
Sumber : (Aslan Saputra, 2014)
Rumah siaga ini merupakan salah satu bentuk mitigasi bencana secara konvensional yang melibatkan masyarakat bersama-sama pemerintah membangun ketangguhan menghadapi bencana. Hal ini selaras dengan tujuan strategis penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai amanat UU. Lalu, apakah bisa Indonesia mengadaptasi cara kreatif Jepang ini dalam menghadapi bencana? Tentu saja bisa dan bukan hal yang sulit untuk diwujudkan. Namun, proses pembentukan kebiasaan masyarakat yang nantinya diharapkan dapat membudaya ini sangat membutuhkan peran serta semua pihak, bukan hanya pemerintah saja. Salah satu peran itu adalah keluarga sebagai lingkungan dan wahana pertama dan utama dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Mengapa harus dimulai dari lingkungan keluarga? Karena ketangguhan suatu negara dalam bencana dapat tercermin dari sikap dan perilaku dari setiap individu dan keluarga dalam menghadapi bencana yang terjadi (BNPB, 2015).