Mohon tunggu...
Rendi AudrianaRahman
Rendi AudrianaRahman Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Endiyana Rahman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mewarisi Nilai Luhur Naskah "Piwulang Pitoe Isteri" di Acara Keputrian

10 Januari 2022   19:39 Diperbarui: 10 Januari 2022   19:54 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini di dalam mata kuliah Tekstologi di prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, penulis diharuskan untuk menerjemahkan dan mengalihejakan sebuah naskah yang berjudul "Piwulang Pitoe Isteri". Naskah ini merupakan sebuah wawacan yang berisi 4 pupuh, isi dari naskahnya berupa nasihat petuah dan tuntunan menjadi seorang istri. 

Leluhur kita menuliskannya ke dalam bentuk pupuh penulis anggap sebagai pelengkap konteks naskah ini ditulis, sebab dengan memberikan untuaian nada yang berirama sebuah teks bisa saja tidak hanya lestari dalam bentuk cetak dan tulis tapi juga lestari dalam bentuk lisan sebagai pengetahuan umum pada keseharian masyarakat penuturnya. 

Penulis jadi membayangkan bila nilai-nilai yang terkandung di dalam teks ini bisa lebih menyebar dan diserap oleh banyak masyarakat. Khususnya masyarakat sunda yang merupakan pemilik bahasa yang ditulis dalam naskah. 

Di masa lalu mungkin, mengkreasikan ide dan nasihat menjadi sebuah pupuh adalah metode yang cocok untuk menjangkau generasi muda dan anak-anak. 

Deretan kalimat yang diberi nada biasanya lebih mudah untuk diingat dari pada rangkaian kata yang hanya tertulis atau terucap saja. Nilai-nilai diarahkan untuk diingat terlebih dahulu sebagai pupuh dan akan dengan sendirinya terwaris jika orang-orang yang hafal dengan pupuhnya melakukan pendalaman mandiri setelah daya nalarnya mulai bangkit. 

Pola tersebut mungkin sudah efektif dilakukan pada zaman dulu. Akan tetapi, pada era di mana informasi dan hiburan sangat berdesakan dalam genggaman metode pewarisan dengan pupuh ini jadi kekurangan kesempatan. 

Pasalnya, bisa kita lihat banyak sekali produk musik yang berjejal pada aplikasi-aplikasi musik dan media sosial. Sehingga, tingkat keberminatan masyarakat untuk memilih pupuh sebgai hal yang dihafal sangat kecil.

Penulis akhirnya mencari aktifitas yang mungkin sedikit terprogram, rutin, dan khusyuk pada saat yang bersamaan. Sebuah acara yang bisa jadi membangun atmosfir pembelajaraan dan kesempatan untuk mewarisi nilai luhur dalam beberapa pertemuan bersama. Dan sejauh ini acara keputrian menjadi kesempatan yang paling efektif untuk menjadi media pewarisan naskah "Piwulang Pitoe Isteri". 

Jika diingat-ingat mengapa acara keputrian selalu identik dengan pengetahuan keagamaan islam? Memang biasanya menjadi alternatif bagi kaum perempuan untuk melakukan aktifitas bersama di saat kaum pria melaksanakan solat jumat berjamaah. 

Akan tetapi, bukankah nilai semangat indonesia juga merupakan sebuah negara dan kelompok masyarakat yang bersatu dan menjaga kesatuan tersebut? Naskah ini bahkan bisa diserap oleh kaum perempuan secara umum. 

Sehingga penting bagi penulis untuk mempertimbangkan naskah "Piwulang Pitoe Isteri" sebagai bahan ajar atau materi acara keputrian yang biasanya dilaksanakan di pendidikan formal, sebab dengannya kita tidak hanya melakukan sebuah pembelajaran dan pengutan karakter perempuan, tetapi sekaligus mengenal nilai yang dianggap penting untuk diwariskan dan sejarah yang membangunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun