Mohon tunggu...
Rendi Ariyanto Sinanto
Rendi Ariyanto Sinanto Mohon Tunggu... Dosen - Nurse - Health Promotion

Dosen Praktisi; Entrepreneur Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (Promosi Kesehatan); From Fakfak West Papua.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asesor Meloloskan Guru Besar Tak Layak, Membongkar Gelapnya Dunia Pendidikan

20 Juli 2024   12:21 Diperbarui: 28 Juli 2024   06:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Profesor Muda Berbakat (Sumber: Pixabay.com)

Baru-baru ini terungkap skandal di mana asesor atau evaluator di beberapa universitas meloloskan profesor yang tidak memenuhi syarat, sehingga mengejutkan publik. Kejadian ini ibarat kegelapan yang menjadi terang benderang dalam sistem pendidikan di Indonesia, yang menurunkan kredibilitas profesi dosen dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengangkatannya.

Asesor yang menilai kesesuaian guru besar memegang peranan penting dalam menjaga mutu pendidikan tinggi. Tindakan mereka yang mengizinkan calon yang tidak memenuhi syarat untuk lolos merupakan pelanggaran berat terhadap amanah dan sumpah mereka, dan tidak hanya dapat merusak nilai-nilai akademis tetapi juga menghambat kemajuan pendidikan sebuah negara.

Motivasi di balik perilaku asesor yang tidak bertanggung jawab ini perlu diselidiki secara menyeluruh. Apakah karena campur tangan politik, nepotisme, atau insentif finansial? Apa pun alasannya, perilaku ini tidak adil dan harus dituntut dengan tegas.

Kejadian ini menjadi pengingat bahwa masih ada celah dalam sistem pengangkatan guru besar yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perlu adanya penguatan terhadap sistem dengan langkah-langkah berikut:

  • Memperketat seleksi asesor: Proses seleksi asesor harus lebih transparan dan akuntabel, memastikan hanya individu berintegritas tinggi dan berkompeten yang terpilih.
  • Meningkatkan pengawasan: Perlu dilakukan pengawasan ketat terhadap proses penilaian calon guru besar, termasuk melalui audit berkala dan mekanisme pelaporan yang mudah diakses.
  • Menerapkan sanksi tegas: Sanksi tegas harus dijatuhkan kepada asesor yang terbukti melakukan pelanggaran, termasuk pencabutan sertifikat dan sanksi hukum pidana jika diperlukan.

Jika kejadian seperti ini terabaikan, tentu mendatangkan dampak yang buruk. Kepercayaan dan marwah dari dunia akademik menjadi hilang, untuk itu perlu adanya inisiasi untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan tinggi yang merupakan tantangan bersama.

Hal ini bisa melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, universitas, dan akademisi, harus bekerja sama untuk memperbaiki sistem pengangkatan profesor dan memastikan bahwa hanya individu yang benar-benar layak dan berdedikasi tinggi yang menerima gelar bergengsi ini, jangan sampai individu atau orang yang menerima gelar profesor ini tanpa melalui persyaratan yang sebenarnya.

Adapun seperti beberapa kejadian baru-baru ini yakni banyak sekali politisi yang mendadak jadi profesor, gelar profesor seolah tidak ada harga dirinya, dan juga siapa saja mudah untuk mencapai gelar tersebut tanpa melalui tempaan, dan tuntutan sebagaimana menjadi dosen pada umumnya.

Gelar profesor tidak lagi menjadi hal istimewa jika praktik-praktik seperti ini dipertahankan. Siapapun yang punya koneksi, punya kepentingan maka mudah mendapatkannya. Hal ini berbanding terbalik dengan rekan-rekan dosen yang jujur, berproses, mengikuti aturan, justru dihadapkan dengan rintangan yang tiada habisnya. Apalagi dengan peraturan terbaru bahwa tidak ada akselerasi yang bisa mempercepat seorang dosen untuk mencapai gelar profesor seperti dahulu kala.

Hal ini tentu menyakiti hati para dosen yang secara normal ingin menjadi profesor atau guru besar. Seorang profesor atau guru besar seharusnya berasal dari seseorang yang memiliki kompetensi keilmuan tertentu, memiliki pengaruh dalam bidang keilmuannya, memiliki track record yang baik dalam menjadi akademisi, dan yang paling penting adalah buah pikiran dari seorang profesor seharusnya menjadi manfaat bagi banyak orang.

Mirisnya orang yang mencapai gelar profesor dengan cara curang dan instan ini tidak memiliki rekam jejak sebagai akademisi yang baik, dan patut dipertanyakan kompetensi pada bidang keilmuannya, tidak ada output dalam bidang keilmuannya yang bermanfaat. Jangan ditanya soal penelitian, pengabdian masyarakat, dan pengajaran, saya yakin semua itu tidak ada track record atau portofolio yang menunjang.

Fenomena seperti ini sebenarnya hanya sebagian kecil dari banyaknya persoalan dunia akademik, terutama dalam hal karir dosen. Pemerintah memiliki skema dalam karir dosen seperti adanya jabatan fungsional akademik yaitu jabatan terendah asisten ahli, kemudian jabatan kedua lektor, dan jabatan ketiga lektor kepala, serta sampai pada pucuk jabatan fungsional seorang dosen yakni Profesor, yang sampai hari ini banyak di kejar oleh semua orang, terutama mereka-mereka yang tanpa melalui proses sebenarnya.

Sebenarnya tidak ada persoalan jika siapapun, dimanapun, dengan latar belakang apapun ingin menjadi profesor, itu hak semua orang, asalkan melalui prosedur dan syarat yang sebenarnya. Secara sederhana siapapun boleh saja bermimpi dan berangan menjadi profesor asalkan lolos syarat kualifikasi untuk menjadi seorang profesor. Masa iya untuk menjadi orang pada kasta tertinggi di dunia Akademik tidak memiliki kompetensi, bahkan parahnya memulai segala sesuatu dengan cara bodong, hal yang tidak ada diadakan, begitupun hal yang ada ditiadakan.

Saya justru kagum dengan sosok seperti Rocky Gerung, beliau tidak ngebet dipanggil prof, justru kita secara sadar menikmati kebermanfaat dari keilmuan beliau melalui layar kaca, dan tanpa paksaan semua orang memanggil beliau dengan sebutan prof. Tak sampai di situ, saya juga menaruh respect kepada beberapa prof beneran, prof yang mencapai gelar guru besar dengan cara jujur, salah satunya Rektor Universitas Islam Indonesia yang merelakan untuk dihilangkan penulisan gelar professor dengan alasan menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi.

Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki kapabilitas untuk menjadi ilmuwan, guru besar, professor, atau apapun penyebutannya biasanya memiliki sikap yang rendah hati. Tidak peduli persoalan gelar, tidak peduli dengan respect orang lain, tetapi bermanfaat untuk banyak orang.

Jika terdapat orang yang ngebet untuk menjadi profesor, dan menghalalkan segala cara untuk menjadi profesor, saya kira perlu kita duga bahwa jangan-jangan orang tersebut tidak memiliki kapabilitas. Karena sejatinya gelar memiliki tanggungjawab akademik dan moral, bukan sedekar status.

Semoga kedepan tidak adalagi siapapun baik dari politisi, pejabat, bahkan akademisi yang tidak memiliki kapabilitas mengejar jabatan ini, jika tidak mampu mempertanggungjawabkan kompetensi keilmuan yang bermanfaat bagi semua orang.

Selain itu untuk memulihkan kredibilitas guru besar atau profesor, memerlukan komitmen yang kuat. Kasus ini juga menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali sistem pendidikan tinggi secara menyeluruh. Kita perlu membangun sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas, sehingga mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berdaya saing.

Kesimpulannya, perlu diingat bahwa jabatan guru besar atau profesor merupakan misi mulia yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab. Kehadirannya tidak hanya memberikan keuntungan pribadi, tetapi juga memajukan pendidikan nasional. Oleh karena itu, kita wajib menolak segala bentuk kecurangan dan memperjuangkan sistem pendidikan tinggi yang adil dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun