Mohon tunggu...
Rendi Ariyanto Sinanto
Rendi Ariyanto Sinanto Mohon Tunggu... Freelancer - Promkespreneurship_Nursing_Public Health_From Fakfak West Papua

"Seorang Penulis Belum Tentu Cendekia, dan Seorang yang Cendekia Belum Tentu Menulis" _Wahyu Wibowo_

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menuju Konsumsi Gula yang Lebih Sehat dengan Pelabelan Gizi yang Lebih Baik

17 Juli 2024   14:30 Diperbarui: 17 Juli 2024   16:19 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gula Untuk Dikonsumsi (Sumber: Freepik.com)

Saya sangat setuju dengan wacana pelabelan gula pada kemasan, tentu dengan pelabelan kandungan gula yang baik atau transparan dapat dengan mudah memberikan informasi kepada pengguna, dalam hal ini adalah masyarakat yang mengonsumsi sebuah produk makanan ataupun minuman. Sebenarnya tujuan dari pelabelan gula yang transparan atau terbuka ini dapat memberikan beragam manfaat, yang pertama yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konsumsi gula berlebih, sejatinya segala sesuatu yang berlebih itu tidak baik.

Berbicara tentang resiko penyakit terkait konsumsi gula yang berlebih bagi kesehatan sudah sangat pasti penyakit diabetes akan menghantui, dikalangan masyarakat awam ada yang mengatakan istilah penyakit diabetes dengan penyakit gula, adapula kencing manis dan lain sebagainya. Ketika seseorang akan mengidap penyakit diabetes itu tidak serta merta terjadi begitu saja, atau tidak secara langsung terjadi tanpa sebab, tetapi merupakan hasil dari akumulasi perilaku konsumsi gula berlebih dengan rentang waktu tertentu, yaitu konsumsi gula berlebih dalam jangka waktu yang cukup lama, misalnya lebih dari 6 bulan.

Setiap manusia normal memiliki jatah konsumsi gula, yaitu batas toleransi tubuh akan kebutuhan gula bagi tubuh. Kebutuhan gula perhari menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah 50 gram atau setara 4 sendok makan sehari. Adapun sumber lain mengatakan bahwa baiknya pada orang dewasa tidak lebih dari 30 gram atau setara 7 sendok teh perhari. Intinya konsumsi gula sebenarnya sudah ada aturan agar kita dapat sehat dengan tetap mengkonsumsi gula.

Penyakit diabetes juga merupakan penyakit dengan kategori "silent killer" atau diam-diam mematikan karena seringkali tidak menunjukkan gejala apa pun pada awalnya. Hal ini membuat orang yang mengkonsumsi gula berlebih pun menganggap biasa, karena memang tidak ada perubahan atau tanda-tanda yang signifikan jika seseorang rutin mengkonsumsi gula berlebih. Secara sederhana saya hanya ingin sampaikan bahwa penyakit diabetes sangatlah berbahaya karena penyakit ini merupakan salah satu pintu masuk bagi penyakit lainnya, dengan istilah lain yaitu mudah terjadi komplikasi penyakit lain jika seseorang sudah mengidap penyakit diabetes, maka sekali lagi mengkonsumsi gula berlebih sampai mengidap penyakit diabetes adalah hal yang harus kita cegah dan hindari dengan membatasi konsumsi gula sesuai anjuran yang berlaku.

Kembali pada persoalan pelabelan gula pada kemasan, ketika pelabelan dapat lebih transparan, artinya jika kandungan gula 1000gram, dalam sebuah minuman, maka harus tertulis 1000gram, jangan sampai ada pemalsuan terkait kandungan dalam sebuah kemasan, dan juga sebisa mungkin tulisan diperjelas dan diperbesar agar ketika masyarakat yang sudah mengetahui batas konsumsi gula dapat lebih awal sadar akan isi kandungan gula dalam kemasan sebelum dikonsumsi atau sebelum dibeli.

Adapun hal yang lebih menakutkan, contohnya beberapa brand minuman mengatakan bahwa produknya adalah minuman sehat, namun kandungan gula dalam produknya sudah melebihi batas maksimal konsumsi gula dalam sehari. Hal ini tentu berbahaya jika kita tertipu oleh iklan, katakanlah dalam sehari kita sudah makan nasi, ditambah es teh, saya kira itu sudah bisa mencukupi kebutuhan gula. Namun yang sering terjadi kita masih ada kemungkinan untuk jajan, ataupun konsumsi minuman dan makanan lain dihari yang sama, yang terjadi justru kelebihan kebutuhan gula bagi tubuh. Kondisi ini yang sebenarnya terjadi di kalangan masyarakat sampai hari ini. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan pelabelan transparan pada kemasan produk.

Harapannya pemerintah bisa lebih tegas menyikapi persoalan ini, dan wacana ini sebaiknya segera direalisasikan karena ini merupakan program yang sangat menguntungkan. Sebagai contoh negara Singapura akan menjadi negara pertama di dunia yang melarang iklan minuman kemasan dengan kadar gula sangat tinggi. Hal ini dilakukan dalam rangka melawan diabetes, sebab diabetes kini menjadi permasalahan pelik di Singapura. Jadi secara konsep pemerintah Singapura menginginkan semua perusahaan untuk jujur dalam mengakui kandungan gula di dalam produknya. Selain itu, juga wajib bagi perusahaan minuman dengan kadar gula sedang hingga tinggi untuk menuliskan label "Tidak Sehat" di bagian depan kemasan untuk menandakan bahwa minuman tersebut mengandung gula dan tidak sehat. Dengan begitu masyarakat sudah aware sejak awal untuk sebuah produk yang akan dibeli dan dikonsumsi.

Ilustrasi Kandungan Gula dalam Kemasan Produk (Sumber: id.quora.com)
Ilustrasi Kandungan Gula dalam Kemasan Produk (Sumber: id.quora.com)

Wacana pelebelan ini harus terealisasi karena angka kejadian Diabetes di Indonesia tidak kalah peliknya dengan Singapura. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 tercatat, prevalensi diabetes Indonesia mencapai 10,9%. Kini, prevalensinya mencapai 11,7% pada 2023. Artinya setiap tahun ada penambahan jumlah orang yang mengidap diabetes, jika tidak ada program ataupun gebrakan baru maka sebenarnya percuma para nakes setiap saat melakukan edukasi tentang diabetes tetapi produk-produk makanan dan minuman yang tidak sehat bersliweran dimana-mana, bahkan sudah sangat nyata produk yang katanya sehat tetapi memiliki kandungan gula yang bisa dikatakan overdosis.

Maka dengan adanya wacana pelabelan gula pada kemasan produk ini harus kita dukung, agar kita, dan orang-orang yang kita kasihi bisa terselamatkan dari bahaya diabetes yang setiap saat mengintai kita. Semoga segera mungkin ada regulasi dari pemerintah untuk mendukung wacana ini, bila perlu jangan malu untuk meniru dan belajar dari Singapura.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun