Mohon tunggu...
Rendi Septian
Rendi Septian Mohon Tunggu... Guru - Founder Bimbel The Simbi

Seorang pengajar yang ingin berbagi ilmu, kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali

30 Juni 2022   11:56 Diperbarui: 30 Juni 2022   12:11 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perundingan terlarang itu berlangsung alot. Sebagian besar mendukung rencana penggantian Bos Besar dan hanya sebagian kecil saja yang menghendaki tetap dipimpin oleh Bos Besar meskipun dalam keadaan memprihatinkan. Karena banyaknya suara untuk penggantian Bos Besar, akhirnya diambillah keputusan untuk menjadikan member senior tadi sebagai Bos Besar yang baru.

Sebenarnya, dalam peraturan tak tertulis, tidak boleh ada dua orang dengan status Bos. Salah satunya harus dilenyapkan.  Akan tetapi karena mereka ingin melihat mantan Bosnya mati mengenaskan secara perlahan, mereka membiarkannya di atas ranjangnya. Erangan dan aduh-han serta sumpah serapah yang keluar dari mulut mantan Bosnya ibarat musik pengantar tidur yang sangat syahdu. Mereka tak berharap malaikat maut segera datang mencabut nyawa mantan Bosnya.

Hal inilah yang kelak akan disyukurinya di masa depan.

...

Tidak ada yang peduli bahkan mantan istri dan anak perempuannya, kecuali Si Remaja Tanggung tadi.

"Untuk apa Engkau menemuiku? Kau senang melihat Aku sekarat di atas ranjangku, kan?" Sambutan dingin Sang mantan pada si Remaja Tanggung itu.

"Aku diperintahkan Tuhanku untuk menolong sesama manusia," jawabnya singkat.

"Apakah engkau sekarang sudah menjadi Nabi lalu mendapat ilham untuk menolongku atas dasar sesama manusia?" dengan susah payah mengucapkan kalimat panjang itu. Mungkin kalimat itu menjadi kalimat terbaik yang ia miliki selama dirinya hanya terbaring lemah.

"Aku bukanlah Nabi, karena Kanjeng Nabi Muhammadlah yang menjadi Nabi terakhir sekaligus panutanku. Bukankah Engkau tahu bahwa Nabi Muhammad tidak pernah sekalipun memiliki dendam kepada siapapun? Dan bukankah Engkau masih lebih baik daripada Fir'aun yang menganggap dirinya Tuhan? Maka mengapa Engkau tidak boleh kembali kepada Nya?"

Kalimat itulah yang membuat secercah sinar berkelibatan dalam kelamnya hatinya. Maka dicernanya dalam-dalam ucapan dari Remaja Tanggung itu. Benar juga, menurutnya dia tidak seperti Fir'aun yang menganggap dirinya Tuhan. Dengan level kesombongan seperti itu saja Tuhan masih berbaik hati dengan mengirimkan Musa sebagai utusannya agar ia kembali kepada Tuhan. Apalagi hanya kepada tukang pajak dan tukang pukul.

...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun