Mohon tunggu...
rendi lustanto
rendi lustanto Mohon Tunggu... -

study in university of indonesia, philosophy program. interested with literature classic, new foucaultian. twitter: @RendiLustanto.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Merindukan Pemimpin yang Lahir dari Rahim Rakyat

19 Desember 2015   02:42 Diperbarui: 19 Desember 2015   02:42 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negri ini baru saja menggelar pesta demokrasi yang diagung-agungkan sebagai salah satu hajat terbesar di tahun 2015. Pilkada serentak dilakukan di 269 daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua, tahta raja kecil diperebutkan dengan mengerahkan berbagai upaya, melalui tunggangan partai politik maupun melalui jalur independen. Seiring dengan berlangsungnya hiruk-pikuk pelaksanaan pilkada, negri ini dihebohkan oleh skandal papa minta saham yang notabenenya dilakukan oleh oknum salah satu petinggi dari partai politik besar di negri ini. Apakah bumbu-bumbu pilkada ini dapat mempengarui elektabilitas partai yang tersandung dalam skandal tersebut sehingga berdampak terhadap perolehan suara yang diperoleh pasangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai tersebut,  hal ini diakibatkan tingkat elektabilitas partai menurun.

Jika memang itu terjadi, apakah kepercayaan politik (political trust) warga negara akan menurun akibat kejenuhan masyarakat indonesia dengan theater elite politik di negri ini, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Kepercayaan terhadap institusi peternakan politik yang saat ini dianggap gagal melahirkan elite penguasa, hal ini merupakan salah satu sinyal positive akan adanya perubahan besar dalam peta perpolitikan di negri ini. masyarakat merindukan elite politik atau pemimpin baru yang lahir dari rahim masyarakat, lahir di tengah-tengah kejenuhan rakyat akan pemimpin yang berasal dari institusi peternakan politik (partai politik), pemimpin alternative ini mungkin dapat lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh rakyat saat ini, ketika partai politik dianggap belum bisa menyuarakan kepentingan rakyat karena lebih mementingkan kepentingan partai itu sendiri.

Moment pilkada serentak seharusnya dapat dijadikan arena untuk menghasilkan pemimpin baru yang lahir dari rahim masyrakat, hal ini untuk menjawab kekecewaan masyarakat terhadap institusi partai politik, namun sanggupkah masyarakat melahirkan pemimpin yang mereka dambakan, karena kita semua tahu bahwa ongkos politik di negri ini tidak semurah harga tomat di pasaran. Dibutuhkan manuver politik yang jitu jika ingin melahirkan pemimpin alternative baru, pemimpin yang lahir dari rahim rakyat harus memiliki nilai jual yang lebih dan menawarkan terobosan baru untuk mengatasi masalah yang ada.

Pemimpin baru ini harus mampu membangun jaringan politik yang  merangkul aneka ragam segmen dalam masyarakat. jika modal sosial itu sudah dapat direngkuh dengan kuat, maka akumulasi dari modal sosial yang diperoleh dapat mendorong individu untuk bertindak bersama demi mencapai tujuan bersama. Tanpa modal sosial, pencapaian tujuan itu sangat sulit karena untuk mendobrak tembok penghalang yang berupa hegemoni institusi peternakan politik yang sudah mengakar dibutuhkan formula yang ampuh.

Semoga lewat pilkada serentak ini  menghasilkan  pemimpin-pemimpin baru yang lahir dari rahim rakyat, sehingga mereka yang terpilih merupakan representasi dari suara rakyat bukan merupakan suara kepentingan dari kelompok atau golongan tertentu, karena rakyat sudah terlalu bosan dengan drama-drama elite politik yang cenderung memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri atau kepentingan kelompoknya, rakyat merindukan sosok pemimpin dari rakyat, untuk membela kepentingan rakyat, dan didambakan oleh rakyat.

 

Rendi lustanto, mahasiswa ilmu filsafat universitas indonesia.

Anggota Himpunan Mahasiswa Islam, komisariat fakultas ilmu budaya universitas indonesia.

(rendi95lustanto@gmail.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun