Mohon tunggu...
rendha kinasih
rendha kinasih Mohon Tunggu... Insinyur - salatiga

uksw

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bahayakah Aflatoksin pada Jagung?

1 Desember 2019   16:56 Diperbarui: 1 Desember 2019   17:02 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jagung merupakan tanaman annual (semusim) yang berasal dari Benua Amerika dan banyak dibudidayakan petani di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Jagung adalah salah satu bahan makanan pokok dan kaya akan karbohidrat yang setiap hari dikonsumsi oleh masyaakat Indonesia khususnya Indonesia bagian timur.

Jagung tidak hanya untuk dikonsumsi manusia, tetapi dapat juga dikonsumsi oleh hewan ternak, seperti ayam dan sapi. Bukan hanya dapat dikonsumsi langsung (dengan dimasak), tapi juga dapat diolah menjadi tepung jagung (maizena), minyak jagung dan dapat juga dikeringkan sebagai pakan unggas.

Namun, karena penanganan pasca panen jagung yang kurang tepat, jagung dapat terserang jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus yang dapat menyebabkan jagung terkena senyawa aflatoksin yang bersifat toksik bila dikonsumsi oleh manusia dan hewan. Aflatoksin merupakan senyawa yang beracun dengan sifat tidak larut dalam air, stabil terhadap panas serta perlakuan fisik dan kimiawi, sehingga tidak hilang dalam proses pengolahan.

Aflatoksin yang dikonsumsi manusia maupun hewan akan berdampak kerusakan pada hati. Menurut Rahmania (2015), bahwa Aspergillus flavus merupakan jamur saprofit yang hidup di dalam tanah dan mampu menginfeksi komoditas penting seperti kacang tanah (gejala yellow mold), jagung (gejala ear rot) dan biji kapas, sebelum dan setelah panen.

Karena aflatoksin dapat menyebabkan penyakit hingga berdampak pada kematian, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap zat tersebut mulai dari penanaman hingga pasca panen yang dilakukan dengan tepat sebagai pencegahan aflatoksin. Yang pertama yang harus dilakukan adalah memiliki varietas jagung yang tahan akan jamur dan cekaman. Yang kedua, jangan sampai tanaman jagung mengalami cekaman kekeringan supaya tanaman tidak stres lalu mudah terserang penyakit.

Yang ketiga, dapat dilakukan rotasi tanaman supaya tidak terjadi ledakan hama penyakit yang menyerang komoditas jagung. Yang keempat, jangan sampai jagung terkena hama, karena hama dapat menjadi vector pembawa jamur jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Yang kelima, panen dilakukan saat jagung sudah memasuki masak fisiologis.

Level aflatoksin akan meningkat jika panen terlambat, semakin menunda panen maka akan semakin meningkatkan senyawa aflatoksin Menurut Sudart dan Arnold (2015), bahwa penundaan kegiatan panen akan menurunkan kualitas jagung. Perlu dihindari tumbuhnya jamur dan cendawan dengan tanda-tanda klobot dan atau biji jagung berwarna kehitam-hitaman, kehijauan dan putih. Salah satu jamur yang menyerang jagung adalah Aspergillus sp. yang menghasilkan senyawa atau racun aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Yang keenam, dilakukan pengeringan jagung pada saat biji jagung masih berada pada tongkolnya supaya biji jagung benar -- benar kering sebelum dipipil. Menurut Sudarti dan Arnold (2015), pengeringannya hingga kadar air penyimpanan, sekitar 13-14%. Pengeringan yang tidak memenuhi syarat (kadar air diatas 14%) akan menyebabkan jagung pipil mudah mengalami kerusakan dan turun kualitasnya di dalam penyimpanan.

Yang ketujuh, pengeringan dilakukan di tempat yang bersih, bukan di areal lahan bekas panen supaya jagung tidak terinfeksi jamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus karena jamur tersebut dapat berkembagbiak di lahan bekas panen jagung. Yang kedelapan, jagung harus disimpan dalam keadaan kering dengan kadar air yang rendah. Menurut Tandiabang (2011), bahwa penyimpanan diatas 14% dapat menyebabkan berkembangnya A. flavus. Pengemasan yang kurang baik, pengemasan yang tidak tepat, kondisi produk saat disimpan menyebabkan kontaminasi aflatoksin. Akumulasi kadar air, panas dan kerusakan fisik produk dapat memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan aflatoksin.

Jadi, untuk mencegah jagung terinfeksi aflatoksin perlu dilakukan pencegahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmianna, A. A., Ginting, E. dan Yusnawan, E. 2015. Kontaminasi Aflatoksin Dan Cara Pengendaliannya Melalui Penanganan Pra Dan Pascapanen. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi: Malang.

Sudarti dan Arnold. 2015. Penanganan Pasca Panen Jagung. Sigap Protani: Sulawesi Utara.

Tandiabang, J. 2011. Kajian Pengendalian Aflatoksin Pada Jagung. Seminar Nasional Balitsereal 419 -- 425.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun