Kebijakan pemerintah selama ini cukup untuk mendorong SDM unggul melalui perantaraan bidang akademik. Namun, hal tersebut sepertinya hanya dirasakan bagi mereka yang  saat ini masih mampu untuk terus bersekolah hingga pendidikan tinggi. Kebanyakan mereka adalah seseorang yang mampu secara ekonomi dan akademis, mampu secara ekonomi ataupun mampu secara akademis. Namun, bagi mereka yang tidak mampu baik secara ekonomi maupun akademis, tidak dapat merasakan hal yang sama. Padahal jelas, akademis seseorang mampu mempengaruhi pola pikir orang tersebut. Sebaiknya, pemerintah merumuskan kebijakan baru lagi terkait pendampingan dan pembimbingan bagi mereka yang kurang atau bahkan tidak mampu baik secara akademis dan ekonomi. Jika dirasa kebijakan tersebut kurang efisien (karena pesertanya yang cenderung malas), paling tidak mampu mengubah pola pikir mereka agar tidak berperilaku anarkis melainkan berperilaku secara rasional, kritis, dan tentunya produktif untuk membawa Indonesia mencapai tahun keemasan-nya.
      Selain memperbaiki pola-pikir generasi mendatang, pemerintah hendaknya juga memperbaiki pola pikir anggota pemerintahannya sendiri yang meliputi pemerintah, kementrian hingga staff  aparatur sipil negara yang bekerja di bawah sector pemerintahan. Terkadang pola pikir masyarakat juga timbul karena cerminan dari pimpinan-pimpinan mereka. Pola pikir masyarakat Indonesia yang cenderung santuy dan mengutamakan kesenangan diri mereka sendiri dibandingkan kontribusi terhadap negara, sebaiknya dikurangkan dan dirubah menjadi pola pikir yang kontributif, produktif, dan kritis agar nantinya target Indonesia Emas 2030 benar-benar tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H