Peace Journalism
Media massa dipercaya sebagai salah satu media yang dapat menimbulkan konflik. Kegiatan jurnalisme online yang erat kaitannya dengan media massa menjadi salah satu hal yang tak dapat dihindarkan dari adanya perbedaan pandangan yang mungkin saja akan menimbulkan konflik.Â
Dalam kegiatan jurnalisme, terkadang publikasi berita yang dilakukan oleh beberapa portal berita mengandung hal-hal yang mengarah ke provokasi atau dengan kata lain terkadang portal berita kurang memperhatikan bagaimana dampak setelah mereka mempublikasikan berita tersebut ke masyarakat.
Pemberitaan yang terkadang dikemas secara kurang baik serta kurangnya pertimbangan sangat berdampak pada nasib berita tersebut.
Selain itu, seperti yang kita ketahui bahwa pers dengan pemberitaan suatu konflik dapat berpotensi ke dalam dua hal. Kedua hal tersebut yaitu apakah pemberitaan tersebut bertujuan untuk menjernihkan sebuah permasalahan dan meminimalisir konflik atau malah sebaliknya, membesarkan konflik yang disebabkan oleh pemberitaan yang terlalu terfokus hanya di satu sisi saja.
Peace Journalism atau yang dikenal dengan jurnalisme damai ini mulai muncul sebagai sebuah strategi baru untuk menangani konflik-konflik yang mungkin terjadi pada dunia jurnalisme.Â
Peace Journalism pertama kali dikenalkan oleh Johan Galtung (Lynch dan McGoldrich, 2012) sebagai salah satu bentuk perlawanan dari peliputan model jurnalisme perang.Â
Pandangan terkait jurnalisme damai ini berorientasi terhadap perdamaian, kemanusiaan, kebenaran, serta terhadap solusi dari konflik yang terjadi.
Menurut indonesiabaik.id, adanya jurnalisme damai ini juga untuk membingkai suatu laporan secara lebih luas, akurat, serta berimbang.Â
Pembingkaian tersebut tentu berdasarkan informasi mengenai konflik dengan melakukan penyampaian informasi secara lebih positif agar berujung pada perdamaian.Â
Langkah dalam melakukan jurnalisme damai ini tentu membutuhkan peran serta komitmen dari setiap pihak pers baik itu redaktur atau wartawan sendiri.