Cincin yang melingkar di jari manis, benarkah bisa sebagai tanda ikatan kesetiaan ? benarkah kesetiaan, lebih baik dari pada rentetan perbuatan baik ? atau jangan-jangan itu hanya menandakan bahwa seseorang yang memakainya tidak lagi “available”? alias sudah ada yang mendampingi resmi, tercatat di departemen. Tapi, kalau di lihat dari sejarah kita sebagai orang Asia, saya belum menemui asal-muasal ritual cincin ini. Tapi, yang pasti saya ketahui ritual ini biasanya membahagiakan. Saya kira dalam hal ini kita kebanyakan pasti sepakat. Saya juga pernah melihat menonton sebuah acara dunia binatang, dimana seekor serigala dan sejenis turunannya, sering juga memberikan sebuah tanda pada daerah kekuasaanya dengan mengencingi. Ini juga saya kira sebuah ritual hewan, yang sangat alamiah memberikan peringatan kepada sesamanya untuk menghormati hak daerah kekuasaannya. “alam takambang jadi guru”, adalah nasehat dari manusia pulau Andalas, yang artinya paling tidak mengajarkan bahwa alam yang luas di semesta ini, bisa menjadi semacam kebijaksanaan berbuat. Saya tidak tahu apakah ada korelasi cara binatang tersebut dengan penyematan cincin pernikahan. Tapi, yang paling mungkin kesamaannya adalah tanda atau simbol yang menunjukkan suatu “kekuasaan” yang tidak bisa di ganggu gugat lagi. Tentu sangat mengesalkan sedikit, menyamakan ritual tanda kekuasaan binatang dengan pernikahan yang katanya juga kekuasaan, tapi lebih ke kesucian ikatan. Apakah kesucian ini, karena di hubungkan dengan kesetian yang di naungi dengan kitab suci ? saya kira jawabannya: Ya. Tarian dalam pikiran saya mendadak ingin mengajak berkarya ilmiah dalam pembuatan kopi yang sering saya lakukan. Saya rasa ini sama dengan spiritz “alam takambang jadi guru” tadi, walaupun hanya mengenai kopi. Paling tidak ada 6 rentetan lekuk perbuatan jasmani saya dalam membuat secangkir kopi yang beraroma nikmat. Begini rentetannya:
●Pertama saya pasti mempersiapkan gelas dan sendok.
●Kemudian saya memastikan kopi dan gula
●Mempersiapkan memasak air panas
●Menakar kopi dengan gula
●Menyeduhnya dengan air panas sambil menikmati aroma the first
●Memastikan selera kopi detik itu juga
Ini biasanya di lakukan bagi pengopi tradisional alias kopinya bukan kopi instant yang sering di iklankan. Nah, dalam hubungan perihal ritual ini dengan ritual penyematan cincin pernikahan, saya kira ada kemiripan tujuan. Mari kita bedah dengan sederhana. Mudah-mudahan mengena.
●Pertama saya pasti mempersiapkan gelas dan sendok.
Nah, ketika kita ingin orang sopan kepada kita, kita sebaiknya melakukannya terlebih dahulu. Mirip dengan mencari yang mau di sematkan cincin pendamping hidup, kalau kita ingin yang rendah hati, ya sebaiknya kitalah yang rendah hati terlebih duhulu. Mau setia, ya kita setia terlebih dahulu. simplenya, kita yang “menjadi” mempersiapkan diri terlebih dahulu. Selalu yang pertama melakukan yang utama.
●Kemudian saya memastikan kopi dan gula
Kalau sudah “menjadi” tentu kita tinggal mengamati, menilai, menimbang, siapa yang kita yakini berhak menjadi bagian dari kehidupan kita. Cari dan Uji, itu yang memastikan karakter.
●Mempersiapkan memasak air panas
Mempersiapkan air panas tidaklah terlalu sulit, bila kita sudah memastikan perlengkapan dalam sajian kopi. Artinya dalam hal hubungan kita sudah siap dalam komitment. Hal yang di sukai dan hal yang di hindari. Di tahap ini ini kita sudah terbiasa berbicara tujuan hubungan. “aroma mimpi” masa depan ikatan hubungan. Hal-hal yang di restui bersama.
●Menakar kopi dengan gula
Disini kita harus lebih ekstra wise. Lebih menggunakan rasa. Lebih memenuhinya dengan perbuatan yang melampaui pikiran. Tapi, bukan berarti tidak berpikir. Ini lebih mengenai, ketika kita mengalami suatu perbedaan prinsip, kita harus lebih tenang. Menyelesaikan masalah menggunakan daya ungkit nurani. Hati, kasih, kelembutan bahasa perbuatannya.
●Menyeduhnya dengan air panas sambil menikmati aroma “the first”
Tibalah pada saat yang paling di nanti. Ketika saya sudah dalam level ini, kenikmatan kopi sudah terasa membaur dalam aroma yang berserakan ke semesta perlintasan udara.
Begitu pula dalam hubungan istimewa yang beraroma membahagiakan. Dalam tangga ini, kita sudah mulai bisa tahu kearah kompas mana hubungan. Kita sudah mulai sadar, siapa kita, dan siapa dia ketika menyelesaikan konflik. Kita juga mulai memahami fungsi komitmen yang bakal kita penuhi dengan aroma cangkir perbuatan tulus. Mulia dalam bahasa agamanya.
●Memastikan selera kopi detik itu juga
Ini sebenarnya tidak terlalu penting lagi. Tapi hal ini perlu di maknai sebagai suasana. Kreatifitas hubungan. Biasanya dalama suasana dingin, kopi yang saya buat cenderung lebih pahit. Jadi, dalam hubungan, ini hanya perihal masalah remeh-temeh— pelengkap. Kalau kita kurang perhatian, berilah perhatian lebih. Kalau kita kurang suka memuji, berbuatlah suatu pujian yang manis. Sangat sederhana melakukannya, tidak butuh lagi usaha keras. Karena toh, kopi sudah di seduh. Karakter itu sudah menyatu. Mirip dengan smuangatz kopi tadi yang beraroma nikmat. Sruuuupppp…
Alam takambang jadi guru adalah suatu nasehat dari suku Minang di Sumatera Barat.
“MENJADI” ini adalah suatu tekhnik, cara dalam bersikap dan bertindak. Biasanya di gunakan dalam manajemen untuk membentuk karakter budaya perusahaan. Contoh : Seorang pemimpin harus tepat waktu, maka kecendrungannya bawahan akan mengikuti.
Dalam berbisnis juga begitu. Kalau anda ingin bisnis anda besar. Anda harus “menjadi” orang berkarakter besar juga. Anda harus berani, tekun, pantang surut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H