Mohon tunggu...
RENARD BERY
RENARD BERY Mohon Tunggu... -

Perbuater, volunteer,writer,,\\r\nFOLLOW TWITTER @RenardBery

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tolak Angin vs Tolak Asap

14 Maret 2014   03:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

VS     

1394716659328062382
1394716659328062382

Saya jadi ingat sebuah perumpamaan yang pernah disampaikan sahabat saya. Begini katanya “ menurut kau ber, apa bisa air kencing mencuci pakaian ?” Nah, ini pertanyaan tolol sekaligus membuat penasaran. Karena sahabat saya ini berbakat mate-matika, saya jadi sedikit curiga jawabannya bakal memakai perhitungan dan tetek bengek logika. “ tidak bisa, begitu saya menjawab dengan cepat “.Betul kau ber, tapi kenapa tidak bisa ? saya lagi lagi menjawab dengan cepat. “ karena pasti nanti bau “ . Betul lagikau ber !.

Masa sekarang

Ketika menghirup udara pagi di wired field lubuk minturun, saya merasa ada yang berbeda dengan udara pagi ini. Saya jadi curiga, jangan-jangan saya sakit pernapasan atau memang kebetulan saja. Ternyata ketika saya keluar, dan melihat keluar teras rumah, saya melihat embun yang pekat. Mendadak saya agak sedikit heran, mengapa kabut pekat ini bukannya membuat aliran nafas yang masuk ke rongga dada tidak terasa sejuk dan menyamankan ? ASAP, ternyata itulah yang mengurung pagi di salah satu bumi Andalas ini.

Bukan suatu hal yang perlu diperdebatkan kalau sakit pernapasan disebabkan karena rokok atau terkena asap dari knalpot kendaraan. Tapi, ibarat sebuah gajah atau paus, asap ini tidak lagi sebesaritu. Ini sudah sebesar pulau sumatera yang luasnya 1000.000 juta meter persegi. Bayangkan , asap yang tipis dan terkesan lembut ini sudah membuat perkara besar para manusia di pulau yang sangat luas ini. Apa boleh, kita yang katanya manusia cerdas dan berakal budi protes pada sang ASAP ? atau melancarkan Mosi tidak percaya, bahwa asap sangat indah di lihat di pagi hari, siang hari, malam hari, bahkan tengah malam ? HARUS, Itulah yang lagi-lagi Harus kita lakukan. Kapan perlu, kita harus melakukan rapat nasional, demonstrasi besar-besaran menuntut ketololan asap berani menggangu manusia khususnya rongga dada yang bagi manusia tentu sangat dibutuhkan untuk hidup. Bukan hidup saja, ini malah ditambah hidup normal dan penuh semangat. Dalam hal ini, Kita juga tidak butuh dokter lagi, malaham mungkin profesi sebagai dokter akan ditinggalkan. Bagaimana tidak ? Karena asap sudah menjadi begitu cerdasnya dan memberikan solusi baik karena selalu muncul dalam 24 jam penuh. Bukankah ini pelayanan yang sangat memuaskan ?

Solusi

Membuka sebuah lapangan pekerjaan dan meluaskannya serta membuat sejahtera masyarakat adalah hal yang bijaksana. Bahkan saya yakin, kita sepakat ini adalah sifat mulia. Tapi, apakah karena tujuan ini begitu sempurnanya, kita harus mengorbankan sanak keluarga, tetangga, bahkan masyarakat negara yang sangat luas ini ?

Dimasa sekarang yang namanya melancarkan demonstrasi atau sejenis kegiatan yang bersifat kritis akan sangat dianggap wajar. Bahkan saking wajarnya, pepatah lama yang mengatakan “ anjing menggonggong, kafilah berlalu “ sangat pas, jitu, dan cerdas untuk di ilhami dan dipakai sebagai kebijaksanaan tertinggi bagi para pemegang tampukkepemimpinan di negara yang kita cintai ini.

Adalah suatu hal yang konyol dan tolol bila kita jatuh pada lubang yang sama ( ini juga mengingatkan saya pada pepatah lama ). Jadi , bagaimana asap yang memang lembut dan tipis ini bisa membuat para manusia jengkel, marah, bahkan sakit sehingga tidak mampu melawannya? Bahkan bisa dikatakan lemah syahwat. Bahasa terkadang mungkin terlalu halus dan lembut untuk mengungkapkan sebuah penderitaan atau terlalu tidak bertenaga untuk merobohkan dinding telinga para penguasa untuk bertindak cepat. Apa mesti kita berkaca pada negara mesir , irak dan negara yang terpecah belah hanya karena suara masyarakatnya kurang di dengar ? Apa mesti pula kita meminta maaf lagi terhadap asap yang sudah kelewat kurang ajar ini ? Tentu saja ini tidak harus terjadi. Saya punya keyakinan, bangsa ini cinta damai, bahkan bisa dikatakan memeluk kedamaian, karena cukup sabar menanti solusi dan daya cekatan cepat dari para pemegang kekuasaan yang katanya penyambung lidah rakyat.

Mengadu pada burung garuda

Ini tentu saja bukan hal yang baru lagi, kalau kita punya lambang negara burung garuda yang gagah dan bisa dikatakan suci.5 hal yang yang menjadi tamengdengan gagah tegap di tampilkan sebagai bukti bahwa negara yang kita banggakan ini bukanlah bangsa yang gampang menyerah dan bukan pula sejenis bangsa yang pengecut dalam mengambil keputusan. Lagi pula tidak ada kesan lambat terlihat di gambar burung garuda ini. Kalaulah burung garuda kita ini bukan suatu jenis burung yang gagah berani dan sungguh cepat, tentu bukan jadi pilihan dalam menunjukkan jati diri bangsa. Dalam dunia pewayanngan saja, burung garuda adalah kendaraan para dewa dalam berperang, menaklukkan keangkaramurkaan dan membela kebenaran.

Tolak angin bukan Tolak asap

Ini bisa jadi anekdot, lelucon, atau humor dalam memberikan solusi. Kalaulah kita tidak mampu lagi bernapas atau ingin bernapas lega, tolak angin adalah jawaban terbaiknya. Apalagi berbahan alami. Jamu ini tentu saja sangat berguna dan berfungsi cepat sebagai solusi dalam memberikan kesehatan yang sempurna. Sebenarnya ada solusi lain, tapi saya kira agak terlalu ekstrem. Tapi, mungkin bisa menjadi sebuah uji coba agar kita yang mungkin dianggap tolol ini hanya dianggap sebagai manusia yang sok sehat melakukan pengumpulan asap se-Indonesia dan mengirimkan paket asap yang indah dibungkus kado kotak besar dan membukanya dekat dengan pusat pemerintahan, manatahu ini hanya bualan kita saja. Jadi, mereka pemegang kunci pemerintahan ikut menikmati asap yang nikmat ini. Atau bisa juga kita kumpulkan sampah yang lagi lagi se-Indonesia, kita bakar beramai-ramai agar kenikmatan asap ini kita syukuri bersama. Lagipula ini membantu membersihkan lingkungan sekitar. Dan, sekali lagi, ini dilaksanakan harus dekat dengan pusat pemerintahan agar kebersamaan kita selalu terjaga.

Nah, kalau mereka yang katanya cerdas dan memiliki tepo seliro didalam kediaman nyaman pemerintahan masih aman-aman saja , saya punya keyakinan kuat, mereka ini sudah nepotisme kepada pemilik perusahaan tolak angin. Karena memang “orang cerdas, minum tolak angin !”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun