Mohon tunggu...
Renal Wijaya Kusuma
Renal Wijaya Kusuma Mohon Tunggu... Jurnalis - Author and connoisseur of literature

A fictional reader, who doesn't like to socialize, and lives in crowds. Not as complicated as imagined.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kezia Rantung, Membicarakan Literasi dan Sikap Masyarakat yang Tidak Peduli

29 Juni 2020   12:01 Diperbarui: 29 Juni 2020   12:06 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kezia Rantung | dokpri

Pada pertengahan tahun 2012 lalu, sebuah lembaga organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan perserikatan bangsa-bangsa UNESCO merilis data mengenai minat baca masyarakat indonesia begitu sangat rendah. Hanya berkisar: 0,001%. Yang artinya, dari 1.000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca.

Sedangkan pada riset bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Data-data tersebut menunjukan bagaimana sikap masyarakat kita yang begitu tidak peduli terhadap literasi. Hal demikian mempertanyakan kembali apakah literasi itu penting untuk berjalan bersama dengan kehidupan masyarakat.

Sebagai orang yang memiliki perhatian dan kepedulian besar terhadap literasi. Kezia Rantung tidak menampik bahwa minat baca indonesia begitu sangat rendah. Menurutnya, kepedulian masyarakat akan literasi sangat memprihatinkan.

"Sangat disayangkan, literasi sekedar jargon tanpa tindakan, padahal literasi berpengaruh besar terhadap cara pikir bertindak dan berkreasi juga komunikasi, namun segelintir pengguna dunia maya yg kurang bijak menyajikan hal-hal menghibur tapi jauh dari kata "dulce et utile" indah dan bermakna." Ujar Kezia Rantung.

Wanita yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Universitas Negeri Manado, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia ini, mengatakan bahwa literasi sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

"Tentu penting, diera milenial seperti ini pembekalan literasi harus menjadi kewajiban untuk melatih otak menambah kosakata, membaca, memperkuat kepribadian lewat menulis."

Ia juga menambahkan, kurang bijaknya penggunaan gawai atau telepon genggam pada generasi muda bisa memicu menurun-nya perkembangan literasi.

"Menurut pengalaman saya mengajar di salah satu sekolah, perkembangan literasi menurun karena penggunaan gawai yang kurang tepat dan bijak, juga kurangnya kreatifitas pendidik dalam mengenalkan literasi." Ujarnya.

Hal ini dibenarkan oleh sebuah survei yang dilakukan perpusnas. Survei dilakukan di 11 Provinsi (28 Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan representasi daerah untuk menggambarkan kondisi secara nasional. Dalam survei ini disimpulkan bahwa sebagian besar responden (65%) mengisi waktu luang untuk melakukan aktivitas selain membaca, sementara aktivitas membaca hanya dilakukan oleh 35% responden lainnya. Aktivitas selain membaca yang dominan dilakukan ialah menonton TV (sebanyak 21% responden) dan aktivitas bermain gim atau media sosial melalui telepon pintar, tablet, dan komputer (sebanyak 21% responden).

Dan bagaimana peran pemerintah dalam mengembangkan literasi?

Dalam beberapa tahun belakangan ini, melalui aparat, pemerintah giat melakukan penyitaan buku. Mengutip dari Detiknews, paling tidak sudah tiga kali bencana penyitaan buku melanda Indonesia. Pertama penyitaan buku di Kediri, 26 Desember 2018. Pada peristiwa itu ada banyak buku yang disita oleh aparat TNI, yakni (1) Empat karya filsafat; (2) Menempuh Jalan Rakyat; (3) Manifesto Partai Komunis; (4) Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan; (5) Benturan NU-PKI 1948-1965; (6) Gerakan 30 September 1965 Kesaksian Letkol (PNB) Heru Atmodjo; (7) Nasionalisme, Islamisme, Marxisme; (8) Oposisi Rakyat; (9) Gerakan 30 September 1965; (10) Catatan Perjuangan 1946-1948; (11) Kontradiksi MAO-Tse-Sung; (12) Negara Madiun; (13) Islam Sontoloyo; (14) Sukarno, Orang Kiri, Revolusi & G 30S 1965; (15) Komunisme ala Aidit.

Tak lama setelah peristiwa Kediri, terjadi pula penyitaan buku di Padang, 8 Januari 2019. Buku-buku yang disita adalah (1) Kronik 65; (2) Mengincar Bung Besar; (3) Anak Anak Revolusi; (4) Gestapu 65 PKI; dan (5) Jas Merah. Kabar terakhir dari kasus itu, yang beredar di media lokal, buku masih diteliti Kejaksaan.

Juga beberapa buku seperti, (1) Aidit Dua Wajah Dipa energiNusantara; (2) Sukarno, Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia; (3) Menempuh Jalan Rakyat; (4) D.N Aidit Sebuah Biografi Ringkas. Tak luput dari penyitaan.

Ini menjadi suatu kemunduran kembali bagi literasi, bahwa pemerintah tidak benar-benar mendukung perkembangan literasi. Hal lain memunculkan asumsi besar, bahwa apakah untuk sebuah bacaan kita harus tunduk dan diatur oleh pemerintah atau orang-orang yang memiliki kepentingan.

Kezia menanggapi hal ini sebagai sebuah bentuk dari terpenjaranya kebebasan intelektual.

"Tanggapan saya ancaman seperti ini dipelihara tanpa adanya pemahaman rasional. Salah satu pembodohan jika buku kiri disita, itu memenjarakan nalar intelektual."

Di usianya yang kini menginjak 22 tahun, kezia memiliki harapan yang besar dan keinginan untuk mengenalkan literasi kepada generasi muda. Wanita yang menyukai buku 'The Second Sex' karya Simone de Beavoir ini, memiliki gerakan yang mulia untuk sebuah perubahan ke-arah yang lebih baik.

"Saya berharap saya bisa menggebrak kemerosotan sastra yang terjadi dilingkup anak muda, baik itu membaca atau menulis. Keindahan sastra melaluli 'dulce et utile' indah dan bermanfaat, jutaan manfaat dalam bersastra salah satunya menyembuhkan. Semoga minat baca generasi muda maupun masyarakat perlahan meningkat sebagai pembekalan pemikiran terbuka." Ujarnya.

"Dan satu lagi, sains adalah bagaimana cara memecahkan masalah, seni adalah bagaimana menghadapi masalah." Tambahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun