Mohon tunggu...
Renaldi Fadliansyah
Renaldi Fadliansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - u are never too old to learn.

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Uin Sunan Kalijaga (20107030033)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berkarib dengan Inner Critic, "Self Talk Negatif" yang Cenderung Mengkritik Diri Sendiri

17 April 2021   22:41 Diperbarui: 17 April 2021   23:33 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : active8me.com

Sebagai generasi milenial yang tentu berkembang dengan kondisi sosial yang berbeda-beda. Kita pasti pernah mengalami inner critic, dan jika terus-terusan dibiarkan maka ini akan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan kita.

 Inner critic merupakan sebuah konsep di dalam dunia psikologi yang menggambarkan tentang suara yang timbul dari dalam diri seseorang di mana suara itu memberikan penilaian negatif, menghakimi juga merendahkan diri secara mendalam.

Inner critic tidak datang atau muncul dengan sendirinya. Inner critic ini timbul dari serangkaian keyakinan yang salah, pengalaman yang buruk, dan trauma yang masih membekas dan tersimpan di pikiran bawah sadar seseorang.

 Inner critic biasanya muncul dengan jelas  dalam kondisi dan keadaan tertentu, terutama jika ada hubunganya dengan faktor-faktor yang pernah dialaminya.

Contoh sederhananya, ketika ada seseorang yang pernah memiliki trauma kegagalan di bidang tertentu, ia tentu akan memiliki inner critic yang secara tidak langsung akan membuatnya ragu bahkan memaksanya untuk meyakini bahwa ia tidak akan berhasil di bidang tersebut.

Dalam kehidupan ini, pasti aja ada orang yang suka dan tidak suka sama kita. Di satu sisi kita pasti selalu berusaha menjadi yang terbaik dan sempurna di mata orang lain, tetapi tetap aja orang akan ada yang  mengkritik diri kita.

Di dunia ini, wajar saja jika kita bertemu dengan orang atau kelompok orang yang tidak suka dengan diri kita. Bisa saja, mereka melontarkan opini pedas dan destruktif, seakan-akan hal tersebut merupakan fakta, yang punya hak untuk mendefinisikan siapa diri kita.

Tapi yang terkejam justru bukan orang lain, bukan orang yang membencimu, bukan keluargamu, melainkan oleh diri kita sendiri. Sebenarnya, mengapa kita justru lebih berani kejam pada diri sendiri?

Kita memberikan inner critic tersadis pada diri sendiri, seakan itu tidak melukai diri kita. Inner Critic dapat dikatakan sebagai pemikiran internal di dalam diri kita yang menyabotase kita dari realita.

Bisa jadi ada sebuah 'trigger' di masa lalu. Terutama, di lingkungan saat kita tumbuh dan berkembang saat anak-anak hingga dewasa.

Parahnya jika kita membiarkan 'trigger' yang menetap dan membekas di diri kita, tanpa tau dampakya, lama-kelamaan, mindset kita akan ikut terbentuk secara bersamaan dengan trigger yang membekas di diri kita, sehingga kita tumbuh dewasa dengan terdoktrin 'trigger' tersebut, seolah-olah itu bagian jadi pola pikir kita, dan akan tercermin dalam tindakan sehari-hari, salah satunya inner critic secara berlebihan.

Nah, dari pernyataan diatas pasti akan berkesinambungan dengan pertanyaan mengapa bisa muncul inner critic?  Bisa dipastikan bahwa munculnya inner critic itu karena adanya sebuah pemicu, semisal kejadian buruk di masa lampau atau masa kecil, pengaruh lingkungan yang toxic, dan terbiasa melihat bahkan mengalami perilaku dibanding-bandingkan dengan orang lain, stigma atau steorotipe.

Terlebih apakah inner critic selalu mempunyai dampak negatif? Nah inner critic yang tidak berlebihan dan bisa dikendalikan justru akan memberikan manfaat, inner critic bisa membantu kita 'survive', menjadi alarm bagi diri kita untuk melangkah lebih maju dan lebih paham lebih dan kurangnya diri kita.

Apakah berbahaya inner critic itu? Bisa dibilang berbahaya selama pernyataanya itu konstruktif, justri itu bisa membawa hal yang baik. Bisa jadi alarm diri kita  bahwa kita pasti bisa lebih dari ini. Tetapi perlu kita amati jika sampai 'mengendalikan' diri kita apalagi sampai memicu demotivasi jelas bahaya.

Jika berlebihan, inner critic dapat membuat kepercayan diri kita menurun, meragukan kemampuan yang kita punyai, bahkan seakan-akan menyalahkan diri sendiri( untuk hal yang belum tentu benar ataupun perlu dimaafkan)

Bisa kita terapkan dalam diri kita yang sudah terbawa dengan inner critic adalah dengan mengganti subjek pernyataan dari 'aku' ke 'kamu'. Seperti jika kita mengatakan ' aku kok selalu gagal sih' coba diganti dengan 'kamu kok gagal sih'. Karena bisa saja yang bikin kita merasa gagal itu bukan orang lain atau diri kita sendiri, melainkan sesuatu yang menempel dengan diri kita di masa lalu yang masih terbawa sampai sekarang.

Dengan kita mengganti subjek orang pertama jadi orang kedua atau ketiga, kita jadi mempunyai gambaran dan pemikiran yang lebih positif, dengan kita menganggap kritik internal itu seperti kritik dari orang lain.

Jika kita sulit menghadapi sendiri, boleh juga untuk menanyakan pendapat pada orang lain, terlebih bukan untuk validasi, tetapi untuk menjadikan bahan refleksi. Dengan adanya input dari orang sekitar, kita dapat menambahkan sudut pandang orang lain yang mungkin bisa menjadikan bahan pertimbangan buat si inner critic.

Konsekuensi yang secara umum akan dialami ketika diri kita memiliki inner critic yaitu selalu mempunyai pemikiran yag terbatas, dalam artian kita pasti akan memberi tahu diri sendiri bahwa kita pasti tidak bisa melakukan sesuatu, karena mempunyai 'trigger' yang mendalam sehingga mendoktrin diri kita untuk selalu membatasi diri sendiri.

Memiliki inner critic juga pasti akan membuat kita selalu perfeksionis, konteksnya adalah kita justru tidak menghargai pencapaian yang kita dapatkan karena kita selalu merasa bahwa yang kita capai itu tidak pernah sempurna, bahkan jika terus-terusan memiliki inner critic akan timbul perasaan depresi.

Solusinya adalah dengan mengenali self talk, kita akan lebih dapat mengenali dengan keadaan diri sendiri. Apabila kita saat ini memiliki sifat self talk negatif kita harus mengubah ke positif self talk tentunya dengan dibantu dengan doktrin yang kuat pada diri sendiri dan tentunya orang lain yang mengenali diri kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun