Saham adalah salah satu alat investasi yang paling terpengaruh pandemi Covid-19. Kinerja saham yang tercermin dalam Indeks Harga Saham Terpadu (IHSG) telah terkoreksi -37,49%. Namun, hingga akhir tahun, kinerja saham terus membaik.
Sejak kasus pertama Covid-10 diberitakan,IHSG ditutup turun 1,68% menyentuh pada level 5.361. Pada saat inilah petualangan jongkat-jangkit IHSG semacam roller coaster dimulai.
Indonesia sudah  satu tahun berjuang hidup di tengah pandemi Covid-19. Jumlah orang yang terinfeksi corona terus bertambah dan menyebabkan dampak yang cukup besar di sektor ekonomi, naik mendekati 1,3 juta kasus sejak awal kali diumumkan pada 2 maret 2020.Â
Kenaikan signifikan tersebut menyeret gejolak pada pasar modal terutama pasar saham di Tanah Air.
Investasi saham tengah tenar seiring dengan naiknya harga di Bursa Efek Indonesa (BEI). Meski dihantam resesi oleh pandemi, tampaknya tidak seluruh cerita berakhir memilukan. Di tengah bermacam keterbatasan , terdapat suatu capaian ataupun prestasi yang butuh kita apresiasi.
Aktivitas sosial yang sangat terbatas kala pandemi Covid-19 membuat investor untuk bertransaksi saham, dengan kemudahan dari sokongan digital, Â investor pemula di pasar modal malah bertambah secara signifikan selama pandemi.
Sudah sejak 2010, saat pandemi Covid-19, penerapan perdagangan saham online akhirnya mendapatkan momentum, dan masyarakat juga telah menyadari kesadaran untuk memasuki era "new normal".Â
Adapun karena sosialisasi dan edukasi di pasar modal telah meningkatkan daya tarik masyarakat Indonesia untuk berinvestasi.
Karena peningkatan jumlah investor domestik di pasar saham, perubahan peran tersebut juga dipengaruhi oleh arus keluar investasi luar di pasar saham. Sepanjang 2020, penjualan bersih investor luar di semua pasar mencapai Rp 53,82 triliun.
Ketertarikan investor ritel untuk berinvestasi di pasar saham pada masa pandemi senantiasa mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini terlihat dari rerata transaksi harian yang naik sebesar 20,5 triliun dan jumlah investor di pasar modal Indonesia mencapai 4,22 juta. per Januari 2021.
Meningkatnya jumlah investor ritel domestik di pasar modal membuat frekuensi transaksi  semakin padat. Hal tersebut tercermin dari rata-rata frekuensi transaksi harian sepanjang tahun 2020 sebanyak 677.000 kali, meningkat 44,4% dari rata-rata tahun sebelumnya sebanyak 469.000 kali.
Peningkatan jumlah transaksi tersebut dibarengi dengan semakin banyaknya investor ( termasuk investor saham, reksadana, dan obloigasi) di pasar modal, bahkan dalam pandemi Covid-19.
Minat perusahaan untuk memasuki pasar modal tidak berkurang. Per 30 desember 2020, 51 perusahaan telah melakukan penawaran umum perdana (IPO) dan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan demikian sejauh ini tercatat sekitar 713 perusahaan yang tercatat di BEI.
Dikutip dari tribunnews.com, Senin ( 04/01/2021) Dia mencontohkan, salah satu momentum pemulihan pasar modal Indonesia adalah volume transaksi investor yang meningkat 73% dibanding tahun sebelumnya.
Wimboh Santoso, Ketua Panitia OJK, mengatakan kebangkitan pasar modal negara juga terlihat jelas dari partisipasi investor ritel selama pandemi Covid-19.Â
Ia mengatakan pada pembukaan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin 2021 (4/1/2021): "Volume perdagangan investor ritel meningkat empat kali lipat, tertinggi di ASEAN."Â
Selain itu, kata Wimboh, jumlah investor di pasar modal meningkat 56% dari tahun lalu menjadi 3,88 juta . Dia berkata: "Ini terutama dicatat oleh investor domestik di bawah usia 30 atau investor milenial, terhitung 54,79% dari total investor."
Ketertarikan millennial untuk berinvestasi karena juga di dorong oleh media yang mengedukasi cara berinvestasi secara baik dan benar, dimulai dari edukasi di media melewati podcast, webinar, serta pemahaman yang di jabarkan di web maupun Instagram secara gratis.
Kenaikan investor ritel saat pandemi ini juga dialami oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara, pasalnya alokasi dana masyarakat yang tadinya konsumtif dengan belanja online maupun hal lainnya, kini  di saat pandemi mulai diarahkan  untuk berinvestasi di pasar modal.
Lebih menarik lagi karena dari sisi demografi, 47,57% investor ritel ini didominasi oleh kaum milenial atau masyarakat di bawah 30 tahun. Beberapa alasan peningkatan transaksi ritel adalah karena adanya kelebihan kas yang sudah mulai ditanamkan di pasar saham di era suku bunga rendah.
Dalam kasus suku bunga simpanan rendah, saham adalah investasi alternatif. Karena juga prospek ketidakpastian dalam konteks pandemi COVID-19, industri aktual saat ini sedang mengalami penurunan,karena ada pembatasan sosial berskala besar ataupun kegiatan masih sangat dibatasi.Â
Oleh karena itu, investasi saham menjadi pilihan, karena sumber ilmu untuk terus belajar di pasar modal termasuk saham sangatlah luas, kita bisa dapatkan akses pembelajaran dengan gratis melalui internet dengan cara mengikuti media yang terpercaya.Â
Adapun juga karena sekuritas yang akan kita gunakan untuk membeli saham maupun reksadana sudah banyak dan terverifikasi oleh OJK.Â
Pihak sekuritas pun juga banyak megedukasi pengguna melewati iklan ataupun video yang mereka tampilkan, Â beberapa influencer saham juga sangat diminati sehingga menarik investor pemula.
Selain sosialisasi dan edukasi pasar modal oleh regulator juga dilakukan penyesuaian hasil untuk menambah jumlah investor di pasar modal."Saat ini, mudah untuk berdagang saham secara online menggunakan HP dan laptop.
Menurut saya ini langkah yang baik agar para generasi penerus bangsa dapat mempelajari investasi, baik itu investasi saham, obligasi, maupun reksanadana.Â
Belajar dengan cara mengkritisi setiap media agar tidak terjebak pada influencer yang salah yang menyebabkan kerugian kita saat berinvestasi, dimulai dari membeli buku dan kita aplikasikan di sekuritas yang sudah kita pelajari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H