Mohon tunggu...
Ayu Lorena
Ayu Lorena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik

Hiii! I'm just a person who like to drinking a cup of coffee, reading a book, have a traveling, or watching the movie.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Nasib Musisi Jalanan yang Tidak Dikenal

4 Juni 2024   13:23 Diperbarui: 20 September 2024   15:26 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fahmi dihadang sekumpulan petugas satpol PP.Dia tidak bisa melawan atau memberontak. Jumlah mereka terlalu banyak. Jelas dia akan kalah. Dia berusaha tetap tenang dan bersikap kooperatif. Namun tidak dengan para petugas. Mereka bersikap kasar. 

Siang itu mataharinya terik. Seperti biasa Fahmi mengamen di jalan. Berpindah dari satu angkutan umum ke angkutan umum lainnya. Berharap akan ada yang menghargai pekerjaannya. Menjual suara, begitu Fahmi menyebutnya. 

Petugas menangkap Fahmi dan teman-temannya. Menyeretnya ke mobil, melemparkan gitar, alat musik satu-satunya yang dia miliki. Tidak murah harga gitar itu baginya. Perasaannya campur aduk. Petugas membawanya ke rumah binaan, di Rancacili Bandung. 

Hari pertama Fahmi di sana tidak ada yang Istimewa. Para pengamen jalanan dan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) disatukan dalam ruang yang sama. Itu tidak menyenangkan baginya. Petugas mendata mereka satu persatu, lalu mengecek kesehatan mereka.  

Pendataan dan pengecekan kesehatan dilakukan hampir setiap hari. Tidak ada aktivitas atau kegiatan lainnya. Para petugas menjanjikan akan diadakan berbagai pelatihan, akan disediakan lapangan kerja. Fahmi menunggunya dengan semangat. Namun, janji hanyalah janji, lenyap begitu saja. Dua minggu berlalu, pelatihan dan lapangan kerja yang dijanjikan tak kunjung datang. Fahmi pulang dengan tangan kosong.

Kini Fahmi telah tumbuh menjadi musisi jalanan. Bertahun-tahun hidup di jalanan, bertahan dengan kerasnya dunia. Dia mengenal dunia musik sejak kecil. Kakak-adiknya hingga neneknya pecinta musik. Dia belajar memainkan alat musik secara autodidak, dengan mengamen. 

Menurutnya, mengamen di jalan tidak bisa mencukupi kebutuhan ekonomi, namun bisa untuk bertahan hidup. Untuk itu, Fahmi kerap menerima tawaran jika ada pekerjaan lain. 

"Mungkin kalau mencukupi kebutuhan, masih belum. Tapi untuk bertahan hidup, masih aman. Untuk mencukupi kebutuhan biasa aku doble job. Job kafe sama di proyek, jadi dua pekerjaan sekaligus" 

Fahmi telah memiliki jadwal tetap, bergantian dengan temannya. Mangkal di lampu merah Jl Jamika, Bandung, berbatasan dengan Pagarsih dan Situ Aksan. Saat akhir pekan, Fahmi biasanya mendapat tawaran manggung di kafe, namun jika tidak ada Fahmi akan tetap mangkal di lampu merah. 

"Kalau untuk weekend biasanya selalu ada job. Kalau untuk hari-hari biasa kan nggak ada job. Jadi aku standby di lampu merah sambil nunggu panggilan. Kalau nggak ada job, di weekend pun paling dihajar di lampu merah". 

Untuk mengais rupiah, Fahmi selalu totalitas dan ikhlas. Dia selalu membawa seperangkat alat manggung, baik saat di kafe maupun di jalan. Dia membawa speaker dua, mic, mixer, dan sejumlah kabel. Dia selalu berusaha memperbaiki kualitas suara maupun musiknya. 

"Soalnya aku menjual suara, jadi kalau ada yang nggak enak, aku koreksi diri sendiri, apakah speakernya kurang enak, apakah musiknya kurang enak, apakah nyanyinya kurang enak. Jadi selalu diperbaiki. Kalau ada uang beli lagi yang baru, yang lebih bagus, yang lebih pro" 

Kata Fahmi, para pengamen jalananan belum mendapat ruang berkarya dan pekerjaan dari pemerintah. Bahkan seringkali Fahmi masih harus dikejar-kejar Satpol PP. 

"K belum pernah dapat ruang. Tapi kalau untuk diminta berhenti banyak yang diminta berhenti dan di lampu merah sekarang masih kejar-kejaran. Sekarang satpol pp di Kota Bandung lagi aktif-aktifnya"

Fahmi tidak sendiri, sejumlah orang juga menggantungkan hidupnya dengan  mengamen. Ada yang mangkal di lampu merah ada pula yang berkeliling dari satu ruko ke ruko lainnya. Biasanya mereka mengamen sejak masih kecil. Sebagian dari mereka tidak punya pilihan lain. Mereka tidak mempunyai ijazah untuk melamar pekerjaan.

Fahmi tidak masalah jika harus diberhentikan oleh Satpol PP. Namun dia mempertanyakan apa solusinya dari pemerintah. Akan dikemanakan nasibnya. Apakah hanya akan diberi janji-janji manis sepertii beberapa tahun silam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun