Saya punya  3 cara untuk mengisi waktu akhir pekan. Pertama; tidak keluar rumah, hanya leyeh-leyeh atau malah beres-beres rumah. Kedua; traveling jauh yang terencana. Ketiga; mengunjungi  tempat   menarik di sekitar Jabodetabek.
Akhir pekan kali ini (20190512), saya menggunakan cara ketiga. Bersama  Rene dan Dessy, kami mengunjungi  Museum di Tengah Kebun (saya menyingkatnya dengan MdTK). Saat googling  saya sudah  langsung tertarik dan penasaran  seperti apa museum ini.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Rene membantu menghubungi  dan mendaftar sampai  mendapat konfirmasi melalui whatsapp.  MdTK hanya menerima kunjungan di  hari Sabtu dan Minggu, jadwalnya pagi  jam 07:00 WIB dan siang jam 13:00 WIB dengan  durasi sekitar 1 - 2 jam.
MdTK adalah milik Alm. Bp. Sjahrial Djalil (16 Maret 1940 - 17 April 2019). Lokasinya di Jl. Kemang Timur No. 66, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia. Walaupun  telah tiada,  beliau telah menyiapkan pengelolaan MdTK untuk  waktu lama ke depan. Secara umum tentang MdTK, bisa dibaca di: https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_di_Tengah_Kebun
Jangan membayangkan gedung besar  seperti kebanyakan bangunan museum  umumnya. Gerbangnya pun sampai terlewat oleh kami. Dari jalan raya hanya  terlihat gerbang pagar besi  seukuran untuk  dilewati satu mobil. Ada petugas yang menjaga dan menanyakan maksud  kedatangan kami.  Mobil melintas lorong  taman yang menyenangkan saat melewatinya. Kami sudah merencanakan harus foto-foto di lorong ini.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Kami memarkir  mobil, melihat-lihat sekeliling halaman depan. Arca Dwarapala yang biasanya ditemui di depan hotel menjadi penyambut (Tentang arca Dwarapala bisa dibaca dibaca lebih lanjut di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Dwarapala).
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Siang ini kami dipandu oleh  Mbak Afifah yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.  Mbak Afifah menjelaskan koleksi museum yang terlihat mulai dari halaman depan, teras, ruang tamu, ruang kerja, ruang makan, kamar tidur utama, kamar mandi, kamar tidur tamu, halaman belakang, gazebo, semua tempat MdTK. Ada juga  ruangan khusus untuk koleksi yang tidak boleh difoto demi menjaga kualitas koleksi. Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Saya yang suka mengunjungi museum dibuat  kagum  saat melihat  koleksi MdTK. Semua tertata baik dan terawat. Hal ini agak berbeda bila kita melihat museum milik pemerintah, yang mungkin karena usia dan lainnya, sering terlihat kurang terawat, berdebu, kusam  dan membosankan.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Umumnya di sebuah museum, barang koleksi diletakkan di dalam lemari kaca atau diberi pembatas supaya tidak bisa terjangkau  tangan. MdTK tidak hanya menata barang koleksi di dalam ruangan tertutup, tetapi menatanya juga  di halaman, teras, bahkan kamar mandi.  Jangan berpikir kalau barang yang diletakkan di teras itu hanya koleksi biasa yang tidak  penting atau kurang bernilai. Disini, justru koleksi dengan umur tertua yaitu fosil kerang Molusca yang berusia 230 Jt SM dan fosil lebah dari Sangiran yang belum diketahui umurnya diletakkan di teras samping.. Apakah benda ini kurang bernilai ? Melihat keaslian dan usianya, saya sangat yakin  kalau  koleksi ini  sungguh dan pasti bernilai.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Sebelum masuk ke bangunan utama, Â kami mengganti alas kaki dengan sandal yang telah disediakan di teras. Kami masuk melalui pintu kayu kuno. Hampir setiap benda yang ada di komplek ini adalah bagian koleksi museum. Bentuk koleksi tidak hanya berupa candi, arca atau barang pecah belah kuno. Di sini, pintu, gembok pagar, tembok bata dll pun adalah bagian dari koleksi museum.Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Masuk ke dalam rumah, terlihat  patung mempelai  Loro Blonyo yang mempunyai makna kasih sayang, keharmonisan laki-laki dan perempuan, simbol kebahagiaan rumah tangga. Patung ini memang sering diletakkan di ruang depan atau ruang tamu.Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Untuk masuk ke ruang selanjutnya, diantara pemisah ruang, ditempatkan patung Buddha. Di Ruang luas dan nyaman ini ditempatkan furniture untuk menerima tamu.  Ada  Sofa Biedermeier (Austria) abad ke - 19 yang masih bisa diduduki. Kursi VOC (Indonesia) abad ke -  17 yang tidak lagi dijadikan tempat duduk karena usia tuanya. Ada sofa yang dibuat dari gamelan tua. Lemari kaca tua penyimpan koleksi berukuran kecil, dengan kacanya yang masih asli buatan jalan dahulu. Intinya, semua benda yang ada di ruangan ini adalah koleksi berharga,  yang ditata baik dan sewajarnya seperti ruang tamu umumnya.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Di samping kanan dari ruang tamu, mata langsung disejukan dengan pemandangan taman luas yang indah, asri, sejuk dengan rumput hijau dan pendopo. Tentang taman akan diceritakan kemudian. Di samping kiri adalah ruang makan dengan meja panjang dan beberapa kursi. Ukuran ruang makan ini tidak seluas ruangan lainnya.Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Arca Dewi Sri  dari abad ke - 10, ditempatkan di ujung meja makan. Di sisi kiri dipasang cermin di dinding di depannya diletakkan  Wayang golek dari abad ke - 19 dengan batik asli yang sudah usang.  Ditempatkan juga  patung "10 orang suci" dari abad ke- 18.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Kami melewati ruangan terbuka dengan kolam ikan dibawahnya sebagai pemisah antar ruang menuju ruang kerja. Di ruang terbuka pemisah ini diletakkan  beberapa koleksi arca dan bagian candi. Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Koleksi  yang berukuran kecil ditata di dalam lemari kaca. Bila melihat umur koleksinya pasti takjub; Patung Ibex (Persia) dari abad ke - 1 SM, 2 keramik satu pegangan dari abad ke 6 SM - 3 SM, dan benda koleksi lainnya dari abad-abad SM.
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Melewati  pintu kayu kuno, kami  masuk lebih dalam dari bangunan ini yaitu ke ruang tidur utama. Warna hangat, penempatan barang yang rapi, nyaman sebagai tempat istirahat. Bila di ruangan lain banyak koleksi religius dari Hinda dan Buddha, di dalam ruang tidur ini  lebih banyak koleksi religius dari agama  Kristen dan Katolik. Melihat hal ini saya yakin bahwa pemiliknya adalah orang yang sangat berjiwa dan berfikir luas dan terbuka. Sang pemilik pastinya mempunyai  toleransi yang besar walaupun dengan yang berbeda keyakinan. Â
Museum Di Tengah Kebun, Jakarta | dokpri
Ruang di sebelah kamar tidur adalah kamar mandi, ukurannya jauh lebih besar daripada ruang tidur. | dokpri
Kamar mandinya berukuran  besar dibanding ruang tidur. Kesan dan suasana nyaman, sirkulasi udara yang baik. Perpaduan klasik dan modern. Siapa coba yang tidak betah untuk  berlama-lama di kamar mandi yang seperti  ini?Â
Kembali lagi melewati kamar tidur untuk menuju ke area teras samping yang juga menjadi tempat penataan koleksi. Kisah di balik pintu kayu yang menggunakan bahan buangan  saat pembongkaran penjara wanita yang menjadi bagian dari Museum Fatahillah, Jakarta.Â
Bata merah yang menjadi bagian dinding pun bukan hanya bata biasa. Batu bata merah ini adalah bekas bongkaran Gedung Metrologi akhir abad ke 19. Sepertinya beginilah mata dan pemikiran kolektor seni sejati; bongkaran bangunan kuno yang dibuang saat renovasi atau pembongkaran  pun dihargainya  karena memang mempunya nilai sejarah yang  berharga. Nilai yang sudah pasti adalah usia benda tersebut, semakin tua menjadi semakin bernilai.Â
dari teras samping ini dapat dilihat ruang keluarga yang terbuka lebar. Senang sekali membayangkan bila tinggal dan memiliki rumah seperti ini. Sirkulasi udara yang sangat baik, karena langsung mendapat udara segar dari area taman.Â
Bangunan utama sudah selesai kami jelajahi. Kamar tidur tamu pun menjadi tempat penyimpanan koleksi. Di beberapa tempat ditemukan buku catalog Rumah Lelang Christie. Alm. Bp. Sjahrial Djalil adalah member dari tempat pelelangan Christie yang memiliki koleksi seni dan sejarah  yang luar biasa dan terbesar di dunia.Â
Ruang belakang dekat tempat tinggal para pegawai pun tetap menjadi bagian dari museum dan penempatan koleksi. Jadi seluruh bagian ruang di komplek ini memang bener-benar adalah museum sekalipun bukan berada di dalam bangunan utama.Â
Selesai dengan ruangan-ruangan, sekarang saatnya menghirup udara segar di taman yang mungkin luasnya melebihi luas bangunannya. Warna hijau segar mendominasi seluruh bagian taman. Di Taman ini juga dimakamkan sang pemilik museum yang berpulang pada tanggal 17 April 2019. Di makam ini saya sempatkan berdoa sebentar untuk beliau.Â
Di gazebo tengah kebun  diletakkan juga koleksi unik juga menjadi tempat perhatian. Kami  duduk santai sambil  ngobrol. Ada patung Dewa Narcissus yang namanya diambil dan sering kita dengar di zaman ini; narsis.  Patung-patung lain berusia tua juga ditata baik tanpa debu di tempat ini.Â
Ada pendopo lain di dekat kolam renang denagn airnya yang segar dan warna biru muda cerah diantara warna hijau segar. Di pendopo ini kita bisa melihat cermin  milik artis legendaris Grace Kelly yang cantik  (November 12, 1929 – September 14, 1982)  dan koleksi berharga lainnya. Sayangnya kunjungan ke tempat ini tidak bisa sekalian dengan acara berenang bersama di siang hari hehehe.Â
Arca Dewa Ganesha dari Jawa Tengah yang dipahat tahun 800 - an juga diletakkan di taman ini. Tetap terurus baik walaupun diterpa panas dan hujan.Â
Rasanya saya masih ingin berlama-lama di tempat ini untuk mendapatkan kisah tentang semua koleksi luar biasa yang mengagumkan. Saya sangat mengapresiasi saat mendengar kisah bahwa Alm. Sjahrial Djalil ini sangat mencintai warisan yanga da di bumi Indonesia. Salah satu misinya sebagai kolektor adalah  beliau ingin mengembalikan warisan nusantara yang terpencar di banyak tempat lain karena pencurian atau dijual ke bangsa lain.Â
Beliau  secara pribadi mengeluarkan dana untuk membeli kembali warisan kuno bangsa. Bukan hal mudah untuk mengirim pulang kembali benda-benda ini. Semua jerih payah dan usahanya bisa kita lihat di tempat ini.Â
Semoga Museum di Tengah Kebun tetap menjadi museum yang selalu terjaga, lestari dan menjadi tempat belajar banyak hal tentang warisan dunia dan warisan kuno bangsa Indonesia.Â
salam,Â
helen_s.maria
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya