Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Uni Yenti berpose  setiap kali bertemu pohon besar. Ini  senangnya  mendaki melintas hutan daripada padang, karena banyak pohon besar melindungi terik  matahari. Bersyukur  sejak kemarin cuacanya cerah, sempat gerimis tapi malah membantu membasahi tanah, mengurangi debu.
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Kabut tipis saat  tiba di Pos 7. Tenda kami sudah disiapkan, tapi perlu  digeser sedikit supaya lebih nyaman. Ini enaknya kalau masih punya pilihan lahan. Camping ground di Camp 7 juga tidak terlalu luas, jadi belaku  "siapa cepat dia dapat". Masih siang dan terasa panas, tapi lebih baik tetap di dalam tenda untuk menghindari debu di luar.
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Sorenya, masak lagi menyiapkan makan malam. Menu  nasi pecel, ayam goreng, tempe goreng, dan telur dadar. Ayam gorengnya tidak boleh dihabiskan,  disisihkan untuk sarapan dini hari sebelum muncak dan bekal di jalan.
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Cerita Pendaki: Gunung Raung Via Kalibaru |Dokumentasi pribadi
Kejadian heboh malam hari  yang sulit  terlupa dalam kenangan Gunung Raung. Tragedi pipis di semak-semak di bawah tenda yang mengarah ke jurang. Karena kontur tanahnya menurun, saya pipis membelakangi tenda. Kemudian bergantian dengan  Uni Yenti.  Tiba-tiba Uni Yenti  jatuh ke semak berduri karena  ternyata posisinya menghadap ke arah tenda. Besar kemungkinan  untuk  oleng ke belakang karena pijakan menurun. Repotnya karena posisi dan keadaan #ehem, siapapun tidak diijinkan menolong  blablablablabla ..... Kisahnya berhenti sampai disini saja ya hahaha .....
Harus segera tidur,  supaya dini hari  bisa bangun segar. Sekitar jam 10, kami terbangun karena ada kelompok pendaki yang baru tiba mendirikan tenda di depan tenda kami. Sedihnya kalau bertemu dengan pendaki yang ributnya  seperti  tidak peduli dengan pendaki lain yang sedang beristirahat.Â
Saat  terbangun, kami merasakan dua kali guncangan gempa.  Berdoa  dalam hati, lalu saya berbisik ke Uni Yenti "Kamu sempat pelajarin bagaimana mengatasi gempa saat berada di gunung?" Jawabannya "Belum pernah Len." Hahahah baiklah, karena semua aman, walaupun tetangga rebut banget, saya  berusaha kembali tidur dengan menambah volume music dengan earphone di telinga.Â
PR : Â mencari informasi tentang apa yang harus dilakukan bila terjadi bencana alam saat sedang di gunung.Â
20180818
CAMP Â POS 7 - Â POS 9
Camp 7 berada di ketinggian 2,541 Mdpl, sebentar lagi kami akan mendaki menuju Puncak Sejati  di ketinggian 3,344 Mdpl. Tekad nekad, keinginan, dan semangat mengalahkan kantuk  dan  dingin. Dipikir-pikir, di waktu dinihari yang enak untuk tidur, demi apakah  para pendaki sukarela seperti ini? Hahaha, misteri hati pendaki.
Dari jamnya @johanesdarma, ter-record pukul 01:57 WIB kami bergerak meninggalkan Camp 7. Berjalanan beriringan setelah berdoa bersama yang dipimpin oleh Abah Wunwun. Dalam gelap, diterangi headlamp yang terpasang  di dahi masing-masing. Saya terpisah dari Uni Yenti yang ditemani Pak Supri. Di depan saya ada @taufiqmu_, @johanesdarma dan Mas Oik.Â
Lihat Travel Story Selengkapnya