Mohon tunggu...
helen_s.maria
helen_s.maria Mohon Tunggu... Administrasi - #exploreIndonesia #exploretheworld ... Bersyukur untuk kesempatan, waktu, kesehatan dan rezeki yang Tuhan berikan

@helen_s.maria

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pergantian Tahun di Gunung Kerinci

18 Januari 2018   20:41 Diperbarui: 20 Januari 2018   21:56 1790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mau tahu apa yang membuat kami sampai cuti kerja, melintasi daratan, menyeberangi lautan, kotor berlumpur, kehujanan, kedinginan, mengeluarkan energy; fisik dan mental untuk mendaki Gunung Kerinci?

Helen bertanya, teman-teman menjawab
Helen bertanya, teman-teman menjawab

@bayu_p**m*dya30 : saya cari pasangan.

@sut**wijaya : Sudah nginjakin kaki di Puncak Kerinci, "Note My Journey 2017".

@muhamadsu***no : Menambah teman, dan suka aja traveling tahu daerah yang kita singgahi dan penduduknya.

@el**grazaki : Mempererat persaudaraan dan meningkatkan sosialisasi 

@de**sa**tra___ : Nyari jodoh, hobby, menambah teman, memperkuat sopan santun terhadap manusia yang berwujud dan tak berwujud.

@asalamuallaikumki*** :Misi dalam pendakian Kerinci sebenernya bukan karna gunung itu tinggi karna setiap pendakian gunung saya anggap tinggi, misi pendakian kerinci kemarin hanya sebuah perjalanan yg mungkin sekali seumur hidup saya, misi saya kesana hanya ingin menambah pengalaman dalam hidup belajar dan bisa memahami setiap karakter manusia, alam, bahkan ekosistem didalamnya, bisa fight dalam keadaan apapun , mematikan ego diri sendiri, dan berusaha tetap sabar dan tabah. #salamlestari

 

@add**i_putra : Tafakur alam, di puncak mengingatkan bahwa kita termasuk salah satu hamparan kecil ciptaan Nya, menikmati hasil karya ciptaan Nya

 

@gilanggi**nggilung :Tujuan mendaki gunung kerinci? Ughh.. menurut saya itu sebuah perwujudan dari rasa keingintahuan saya tentang sebuah gunung di pulau Sumatera, apalagi gunung itu bisa dibilang gunung berapi tertinggi di Indonesia. Dengan ketinggian nya yang mencapai 3805 Mdpl, ternyata tubuh saya masih dapat beradaptasi dengan kadar oksigen yg tipis itu. (Walaupun pas di shelter 3 terkena gejala mountainsicknes). Tak sangka saya dapat menaklukan diri saya sendiri disana.. "ucap syukur". Dan tentunya saya dapat mengetahui kebudayaan dan kearifan lokal daerah tersebut, saya jadi tau ternyata di Sumatera berasa seperti di Jawa. Hmm... dan tentunya saya jadi tau daerah yg sebelumnya belum pernah di singgahi. Akh rasanya petualangan kemarin itu terasa sangat cepat.

 

@ferdi***d.aldry : Cari jodoh.

@angg**an*dewi :Ke kerinci buatku adalah mimpi besar, makanya perjalanan ini aku kasih tema mengejar mimpi. Dan kenapa milih opentrip karena aku masih percaya kalau masyarakat kita masih banyak yang baik dan bisa saling membantu untuk sesama.

@salim_***ikin17 : Ya kalo saya kak,tujuan pertamanya mencari teman,karna menurut saya teman itu susah untuk di dapatkan,dan itu adalah hal yang baru yang saya temui,yang mana pengalaman itu tidak akan pernah saya lupakan,karna itu pertama kali saya daki,dan langsung daki gunung tertinggi di sumatra,dan dari pengalaman itu syang tau kalo di dunia ini khususnya di indonesia mempunyai banyak ciptaan tuhan yang amat indah,memang tuhan itu maha segalanya

Mantabbbss, terima kasih  untuk jawabannya. Guyonan atau  serius punya nilai dan apresiasi tak terhingga. Bertemu  35 orang yang tidak saling kenal -- menjadi teman - tidur, makan bareng -- saling membantu  di perjalanan - puluhan jam bersama di mobil - setelah berpisah masih sering ngobrol - ketawa ketiwi di group -- silahturahmi setelah trip, merupakan "jodoh baik" untuk kita semua.

Lalu, jawaban saya apa? Hmmm kasih tau gak ya? Nanti saja di bagian akhir tulisan, kalau tidak lupa hahaha.

Minggu, 2017.12.31

Setelah kemarin mengalami dan menikmati Danau Gunung Tujuh, hari ini peserta opentrip @tigadewaadventureindonesia mendaki Gn. Kerinci, gunung tertinggi di Sumatera dan gunung berapi tertinggi di Indonesia.

Saya menyebut Gn. Kerinci (3,805 mdpl di Jambi) sebagai kakaknya Gn. Rinjani (3,726 mdpl di Lombok), dan adiknya Gn. Jayawijaya (4,884 mdpl di Papua). Puncak Indrapura Gn. Kerinci menempati urutan kedua dari tujuh puncak gunung tertinggi Indonesia (The Seven Summits of Indonesia).

Sesuai agenda, 08:00 WIB kami meninggalkan basecamp dengan mobil bak terbuka menuju titik awal pendakian. Mata memandang perkebunan luas dan subur di kaki Kerinci. Langit biru, awan putih, pagi yang cerah menenangkan rasa. Setelah berdoa bersama, kami mulai berjalan.

kaki Kerinci
kaki Kerinci
Kaki Kerinci
Kaki Kerinci

Persiapan
Persiapan
Tersenyum saat melewati Gapura "Selamat Datang" menuju Pintu Rimba (1,809 mdpl) yang mempersilahkan kami masuk hutan Kerinci (jam 08:54). Hijau (daun) dan coklat (batang dan tanah) mendominasi warna sekitar. Pepohonan menghalangi sinar matahari, ranting muda dan akar tua saling menjalin. Lembab, membuat suhu tubuh tidak cepat menjadi panas. Jarak langkah dengan beberapa teman pun masih "merapat".
20171231-085054-5a6097765e137378bc5a1342.jpg
20171231-085054-5a6097765e137378bc5a1342.jpg
20171231-085359-5a6097af5e1373786d3428b6.jpg
20171231-085359-5a6097af5e1373786d3428b6.jpg

Masih merapat
Masih merapat
Langit cerah menemani sampai tiba di Pos 1 "Bangku Panjang" (1,890 mdpl), jam 09:19 WIB. Berhenti sebentar untuk mengambil gambar, lalu meneruskan perjalanan. Memanjakan mata, mengamati bunga-bunga liar yang terlihat. Tangan masih bersih memegang Handphone, memotret dengan cepat supaya tidak terlena keasyikan sendiri. Jam 09:52 tiba di Pos 2 "Batu Lumut" (2,010 mdpl).

20171231-091917-5a6097edcbe5235a3b7fac12.jpg
20171231-091917-5a6097edcbe5235a3b7fac12.jpg
Pinky
Pinky
Buah Hutan
Buah Hutan
Batu Lumut
Batu Lumut
Melewati Pos 2, sepasang bunga kuning menjadi objek foto flora terakhir yang diambil di jam 11:04 WIB dalam perjalanan menuju Pos 3.

Sepasang Kuning
Sepasang Kuning

Waduh gawat, tidak ada foto Pos 3. Kok bisa? Apakah saya lelah? Yah, mungkin  saya lelah, sibuk berkejaran dengan waktu akibat hari yang cerah  berganti dengan "hujan". Manusia menyusun agendanya, alam semesta juga memiliki jadwal sendiri. Cerah bisa berganti mendung lalu hujan. Kadang mendung tak berarti hujan (seperti syair lagu), namun kali ini mendung berarti hujan. Memakai jas hujan, berjalan lebih hati-hati,  menerima  hujan sebagai bagian seni perjalanan ini.

Embun Siang
Embun Siang

Dari Pos 3 menuju Shelter 1 (2,505 mdpl) saya berjalan bareng Mas Tikno, tiba jam 12:20 WIB. Yang sudah lebih dulu sampai sedang berteduh sambil makan siang. Menunggu Dwi dan Orie muncul, saya baru merasa lega untuk makan. Saya berkata pada Dwi, bila kami sampai selisih langkah, yang penting kami tetap berjalan dengan orang yang dikenal. Jam 13:00 bergerak meninggalkan Shelter 1 bareng dengan Mas Wahyu.

Jalur
Jalur

bersahabat dengan tanah dan lumpur
bersahabat dengan tanah dan lumpur
Kami berhenti sebentar di Shelter 2 (3,100 mdpl), bertemu beberapa teman, melihat saat itu jam 16:00. Tidak mau berlama-lama karena berharap bisa sampai sebelum hari gelap. Semangat membayangkan bisa istirahat di tenda sambil minum teh manis panas, makan mie kuah, bakwan goreng aaahhh nikmatnya. Lanjut melangkah menuju shelter 3 bareng mas Wahyu dan Elang.

Sepanjang jalan kenangan
Sepanjang jalan kenangan

Shelter 2
Shelter 2

HIPOTERMIA 

Kami bertemu dua orang yang sedang duduk. Saya beberapa langkah di belakang Elang masih belum "ngeh" dengan keadaan. Wahyu beberapa langkah di belakang saya. Elang mendekati mereka, lalu seorang yang perempuan (Anisa) langsung pingsan, mengalami hipotermia.

"Hipotermia adalah suatu kondisi di mana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhudingin.[1]Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 C.[2] Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 C. Di luar suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif menyeimbangkan produksipanas dan kehilangan panas dalam tubuh.

"...Pada penderita hipotermia parah, pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi akut, dan pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara (kelihatan). ..."

copy paste: https://id.wikipedia.org/wiki/Hipotermia 

Di jalur sempit itu kami membaringkan Anisa, posisi kepala di pangkuan Elang. Wahyu mengeluarkan sleeping bag untuk membungkus badan Anisa. Saya melepas jaket dan celana panjang yang basah, untungnya kaos dan celana panjang lapisan kedua tetap kering. Temannya Anisa, laki-laki (lupa namanya) panic dan menangis, sempat bikin ribet, dia takut Anisa sakit karena pipinya ditabok, halaaahhh padahal tanda tepukan saja tidak ada bekasnya.

 

Saya tidak tahu persisnya berapa lama kami berusaha menyadarkannya, tapi waktu terasa lama. Tubuh dingin, mulut dan gigi terkunci rapat. Saat saya membuka matanya yang terlihat hanya bagian putih, bagian hitamnya tersisa sedikit di atas, membuat semakin ngeri. Kami berusaha membuka mulutnya, dengan paksa mengganjal gigi yang terkunci dengan jari yang sudah saya lilit kain, sakit sekali menahan gigi yang mengunci, segera diganjal sikat gigi. Wahyu dan temannya menggosok telapak kaki dan tangan untuk mengalirkan suhu hangat tubuh.

 

Orang yang lewat berusaha membantu. Dewi membawa sleeping bag thermal bivvy yang langsung kami pakai, meminjamkan jaket dan kaos keringnya juga (jaketnya kembali kemudian, tapi kaosnya harus direlakan, terima kasih Dewi).

Kami membungkus tubuh Anisa dengan semua barang yang bisa membantu menghangatkan tubuhnya. Ow, saya melihat kompor dan dipakai juga untuk menghangatkan, tapi hanya sebentar, entah mungkin dibawa pemiliknya yang melanjutkan perjalanan.

Doa mengalir dari setiap kami. Harapan dan usaha saat itu, Anisa harus sadar dan tetap hidup. Puji syukur kepada Tuhan,   Alhamdulillah,  Anisa sadar dan bisa berkomunikasi. Kondisinya lemah dan harus tetap berjuang mempertahankan kesadarannya. Lega rasanya, yakin akan baik-baik saja setelah melewati semua ini.

Sempat  terucap, saya dan teman-teman datang dari jauh mendaki Gn. Kerinci, salah satunya untuk melewatkan moment pergantian tahun yang berkesan. Bayangkan bila keadaan Anisa tidak menjadi baik atau sesuatu yang lebih  buruk terjadi padanya. 

Terima kasih Tuhan sudah  memberikan pertolongan, menguatkan kami dan keselamatan melewati semua ini.

Anisa dan temannya duduk di kelas 12, berasal dari desa Kayu Aro  dan baru pertama kali mendaki Gn. Kerinci. Mereka terpisah dari kelompok yang sudah lebih dulu di depan. Tidak membawa logistic, kehujanan, kedinginan, dan kelaparan karena sebelumnya Anisa tidak cukup makan.

Teman kami @gilanggilinggilung lewat juga, membantu menenangkan dengan kata-katanya yang membuat kami semua tersenyum.

"Jangan jadikan dingin itu musuh, tapi jadikan dingin itu sebagai teman. Anisa, dingin itu bukan untuk dirasakan, tapi untuk dinikmati."

 

Beberapa teman mereka datang dari Shelter 3, temannya Anisa emosi dan mereka hampir berkelahi. Kami lerai dan saya marahi, karena  bukan saatnya bertengkar, memboroskan energy untuk hal yang tidak berguna. Malam ini mereka masih punya tugas dan membutuhkan banyak energy untuk membawa Anisa ke Shelter 3.  Terakhir saya melihat Anisa digendong punggung oleh temannya beberapa jarak di belakang saya.

MALAM TAHUN BARU, CIHUUYY ??

Melanjutkan perjalanan, bersama Wahyu lalu bertemu dengan Bayu Bali dan Tikno. Saya melenggang karena ransel  sudah dibawakan oleh Dwi yang melewati kami. Bertemu Aldry dan dipinjamkan senter kecil, tapi senternya redup lalu mati dengan singkat, lalu lupa senternya hilang kemana. Tolong dimaafkan ya bro.

Saat terang saja medan pendakian bukanlah hal mudah untuk saya. Apalagi dalam gelap yang awalnya memang saya hindari. Batu-batu besar harus dipanjat, saya  ditarik dan didukung dari bawah. Berjalan di tanjakan miring yang licin dan berusaha jangan sampai tergelincir. Bayu juga sudah lelah ditambah beban carrier nya.

 

Saya hampir menangis, ingin segera sampai di Shelter 3 tapi kok rasanya masih tinggi jauh disana. Teman-teman menyemangati "ayo sedikit lagi, sebentar lagi sampai, itu sudah kelihatan" rrrgghhh rasanya sudah kehabisan energy. Hayooo siapa suruh mendaki gunung. Kapok?? Tidak dong. Masih mau balik lagi ke Kerinci? Kuys laaaaah hahahahah tapi nantiiiiiiii.

 

Tiba di Shelter 3, disambut  Deny yang menyodorkan minuman panas. Senangnya melihat yang sudah di dalam tenda. Tapi saya bingung  harus masuk tenda yang mana karena semua sudah serba tidak teratur. Padahal kedinginan sampai menggigil.

 

Saya bergabung di tenda Anisa, hanya berdua jadi lega tapi dingin. Segera mencari dan memindahkan barang-barang pribadi. Bergegas melepas sepatu basah dan kotor huhuhu sepatu baruku hahahahaha. Ganti baju sambil gemetaran, gawatnya  yang terbawa celana selutut, celana panjang ditinggal di basecamp #tepokjidat. Meneguk minuman yang bisa menghangatkan tubuh lalu masuk sleeping bag sambil menggigil  dan  berpikir "jangan-jangan  saya hipotermia, dduuhh jangan doooong".

 

Ngantuk, tapi masih ngobrol dengan Anisa. Tiba-tiba terdengar suara kembang api. Tidak menyangka di atas gunung tinggi masih ada suara kembang api yang terdengar dekat. Wooooowww jam 00:00 yeaaahhh cipika cipiki dengan Anisa "Selamat Tahun Baru 2018".

1 JANUARI 2018, MATAHARI PERTAMA

Masih sangat gelap saat terbangun karena mendengar suara teman-teman yang memang sengaja membangunkan untuk bersiap mendaki Puncak Indrapura Gn. Kerinci. Sebenarnya "mager" banget, tapi harus bangun. Saya tidak akan membiarkan ngantuk dan dingin mengalahkan tekad saya untuk menginjakkan kaki di Puncak Indrajaya.

mendaki
mendaki
Hadir
Hadir
Mendaki, beriringan saling support dengan Dwi. Teman-teman yang start bareng sudah di depan, sudah dilewati juga oleh yang lain.

Matahari terbit di puncak bukan prioritas. Terbitnya bisa dinikmati dari ketinggian berapapun. Indahnya sinar dan rasa syukur tetap sama, boleh melihat matahari terbit pagi hari pertama 2018.

terbit pertama
terbit pertama
Hampir Tugu Yuda
Hampir Tugu Yuda
Tugu Yudha, dinamakan untuk mengenang nama seorang pendaki yang hilang. Disini kami berhenti, beristirahat dan foto-foto. Memandang ke bawah, perjalanan sudah sejauh ini. Memandang keatas, perjalanan belum selesai. Hayolaaahhh semangat membara pantang mundur!
Foto adalah alasan untuk istirahat
Foto adalah alasan untuk istirahat

Buddy
Buddy
temans
temans
diantara Dwi dan Dewi
diantara Dwi dan Dewi
Akhirnya,  di Puncak Indrapura Gn. Kerinci kami berdiri. Puncak bukanlah tujuan utama sebuah pendakian. Untuk saya pribadi, proses menuju puncak adalah "sesuatu",  punya arti yang sulit untuk diungkapkan. Menikmati  dan merasakan energy dari setiap langkah setapak demi setapak di setiap jalur,  energy setiap kaki pendaki yang pernah melewatinya.

buddy
buddy
Bau belerang menyengat hidung, sempat kesulitan bernafas karena setiap kali terhirup langsung batuk dan sakit di tenggorokan. Tertolong oleh hembusan angin dan masker basah.

3,805 mdpl walaupun dapat diukur dengan angka  tapi semua proses menuju puncak sampai kembali ke rumah dan saat saya mengetik rekaman perjalanan,  tidak dapat diukur dengan apapun karena setiap pribadi mempunyai ukuran masing-masing yang  tak terhingga.

Terharu saat saya melihat Dimas yang baru tiba, langsung mencium tanah, saya yakin pasti ada doa.

20180101-081133-5a609efcab12ae3e1c13c2c2.jpg
20180101-081133-5a609efcab12ae3e1c13c2c2.jpg

Foto oleh Dwi wl
Foto oleh Dwi wl
20180101-080632-5a609ffacbe52354f74a7aa2.jpg
20180101-080632-5a609ffacbe52354f74a7aa2.jpg
20180101-082049-5a60a02acbe5235ac97d61d2.jpg
20180101-082049-5a60a02acbe5235ac97d61d2.jpg
Foto oleh Bayu
Foto oleh Bayu
Sedang menjadi trend untuk menulis salam dan pesan, atau  untuk mewakili  keberadaan dimana tidak semua orang dapat menginjakkan kakinya di Kerinci. 

20180101-084535-5a60a023bde5755abc4bd302.jpg
20180101-084535-5a60a023bde5755abc4bd302.jpg
cihuuuy Mas Deni sedang menulis pesan
cihuuuy Mas Deni sedang menulis pesan
Lupa ini difoto oleh siapa
Lupa ini difoto oleh siapa
TURUN GUNUNG 

penghibur saat turun gunung
penghibur saat turun gunung
Turun dari puncak adalah PR untuk saya. Harus berjuang melawan ketakutan, jantung berdegup kencang, pening kepala, dll yang lebih terasa dibandingkan saat mendaki naik. Selain mencari pijakan yang  aman, doa terus mengalir. Kali ini  tidak boleh menangis ketakutan seperti saat turun dari puncak Rinjani hahahaha.
hati hati
hati hati
Melihat tenda kami di Shelter 3, perut langsung bereaksi lapar, lalu segera minta makan dan disiapkan oleh Pakde Bram. Tidak lama kemudian Dwi sampai juga. Lalu hari yang tadi cerah berubah gerimis dan hujan. Padahal sudah saatnya untuk siap-siap dan turun gunung.
turun gunung
turun gunung

Makan
Makan
Mengingat estimasi perjalanan bila lancar sampai di bawah adalah lima jam, saya dan Dwi sepakat ikut yang pertama turun, untuk menghindari gelap di jalan. Jam 13:00 kami turun.

 

Jalur semakin "menggila", hujan menambah dramatis suasana. Tidak perduli kotor dan lumpur. Di jalur menurun yang memerlukan langkah panjang, kami pasrah menuruninya sambil duduk.

 

Melewati dan dilewati orang lain, saya dan Dwi tetap bersama. Banyak jalur yang kami lewati hanya berdua. Tidak banyak berhenti dan beristirahat,  "ngebut" seperti dikejar setoran. Awalnya masih memilih jalan yang akan diinjak sampai tidak perduli dengan pijakan . Menginjak lumpur yang  dalam pun hanya kaget saja dan terus melangkah.

Jalur hutan seperti tiada berujung. Cahaya hari mulai meredup.  Karena masih bisa melihat, kami bertahan  tidak mengeluarkan senter. Harus sampai dibawah sebelum  malam. Lelah bisa membuat gagal focus, bisa juga membuat putus asa.

"Berperang" melawan lelah dan menyelesaikan "permainan".  Saat Dwi berkata "sepertinya jalan kita diputar-putar" saya  memotong ucapannya "Tidak Dwi, ini jalan yang benar, kita tidak diputar-putar". Hahaha sabar ya kakak, kita memang sudah lelah, sangat mengerti  kondisi saat itu.

Ingin segera sampai di basecamp, mandi dan bersih-bersih!! Ingin makan dan berkumpul dengan semua teman!! Singkat kisah akhirnya kami sampai, jam 18:45 DONE!!!

Menenggak habis sebotol air mineral dan segelas teh manis panas (dibayarin Salim dan tidak mau diganti, makasih ya dek). Mobil jemputan datang, senangnya seperti anak hilang  dijemput pulang oleh orangtuanya hahahaha. 

Orie sudah duluan di basecamp karena kemarin tidur di shelter 2 dan turun gunung duluan. Hati belum lega maximal, masih banyak teman-teman yang belum sampai, dan mereka sampai sekitar jam 22:00. Bisa dibayangkan bagaimana mereka berjalan turun di hutan yang  gelap.

Malam ini kami dijemput oleh Rike yang mengantar kami kembali ke kota Padang. Rombongan yang naik bus masih akan berangkat kemudian. Pendakian selesai, jumlah kami semua  lengkap yeaaayy.

Bersyukur kepada Tuhan untuk perjalanan dan pengalaman  penuh kenangan. Bonus bertambah banyak teman. Terima kasih @tigadewaadventureindonesia dan teman-teman semua.  Percaya deh, saat mendengar atau menyebut kata Kerinci, pasti kita akan saling mengingat.

Mengganti hari terakhir tahun 2017, menyambut hari pertama 2018 yang takkan terlupakan. Terbiasa mengikuti suara hati, saat Kerinci terlintas di benak dan segenap hati ingin mengalaminya, maka akan saya jalani. Done! Sekali lagi, terima kasih Tuhan.

"Kita tidak akan pernah mampu menaklukan gunung, karena bukan gununglah yang kita taklukan, melainkan diri kita sendiri.

-Edmund Hillary

Salam lestari, 

Life Is A Great Journey

helen_s.maria

(Bagian 2 : Kenangan Tak Terlupakan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun