Ada banyak pedoman yang harus ditaati oleh para pendaki, salah satu diantaranya adalah tidak mengambil apapun selain foto. Mendokumentasikan gambar di gunung selalu dilakukan karena pemandangan dari atas gunung memang tiada duanya dan hanya bisa dinikmati ketika kita berada di puncak.Â
Kini, keindahan Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, memanggil hasrat berpetualang untuk mendokumentasikan keindahannya. Nyatanya gunung ini tak hanya cantik tapi fotogenik, tampak  dari  foto-foto tentang Rinjani yang saya lihat di media sosial. Setiap foto, diambil dari sisi manapun selalu  menampilkan kecantikannya.
Dalam bahasa Indonesia, fotogenik/ a memiliki wajah dan sikap tubuh yang menghasilkan potret yang menyenangkan"  kbbi.web.id. Setelah pengalaman pertama, sepertinya saya akan  mengikuti jejak teman-teman  yang sudah lebih dari satu kali mendaki Rinjani;Â
Kakak @dwitaz tiga kali mendaki Rinjani dan katanya "gak pernah bosan dengan kecantikannya".
Bro @ngail_nguy dua kali mendaki Rinjani, dan masih mau naik untuk yang ketiga kalinya.
Mbak @mueeza_ken katanya "...baru tiga kali, masih mau lagi" mendaki Rinjani
Dan pasti banyak teman-teman lain yang seperti mereka, ingin dan sudah mendaki Rinjani berulangkali. Ini bukti kalau Rinjani memang sungguhan cantik dan bikin kangen. Padahal mendaki gunung itu kan melelahkan, tapi kok malah mau balik lagi? Ketagihan!
Hari Pertama (14-10-2017)
Dini hari saya dan Dewi naik taksi sambil melanjutkan tidur dari Tangerang menuju Bandara Halim. Dewi dari Medan tiba di Tangerang tanggal 13-10-2017.
Di Bandara Halim, kami bergabung dengan Aida, dan Eric. Kami terbang sekitar jam 5.30 WIB Â menuju Lombok. Saat Pulau Lombok sudah dekat, terdengar suara Kapten Pilot dari pengeras suara pesawat yang memberitahu bahwa di sebelah kanan adalah Gunung Agung yang saat itu kondisinya sedang menjadi perhatian.
Setelah makan kami meluncur menuju desa Senaru di Lombok Utara. Jalan mulus ditambah dengan pemandangan pantai yang cantik yang kami nikmati dari dalam mobil yang terus melaju. Saya tertidur dan terbangun saat sudah hampir sampai di alamat rumah Pak Suriyadi (Pak Surya), pemandu sekaligus porter dalam perjalanan kami mendaki Gunung Rinjani.
Tercatat 6 orang pendaki; 4 orang dari Jakarta, 1 orang dari Tangerang dan 1 orang dari Medan. Untuk membawa barang-barang, kami dibantu oleh 3 bapak porter yakni Pak Surya, Pak Adi dan Pak Kidarsah.
Diinfokan juga bahwa disana sudah ada sekitar 100 orang yang berkemah, dan kami bakal menjadi orang asing di negeri sendiri. Kebanyakan dari pendaki Rinjani adalah warga asing. Setelah melapor, kami menuju Senaru untuk  memulai pendakian.
Sampai di Pos 1, tenda sudah berdiri. Para bapak sedang menyiapkan makan malam, menu sayur sop dan nasi begitu nikmat disantap dibawah atap langit dan lantai tanah beralas matras.
Hari Kedua (15-10-2017)
Pagi pertama di Rinjani, semangat! Agenda hari ini kami akan melangkah dari Pos 1 sampai ke Pelawangan. Sarapan  omelet pisang, pisang goreng, buah nanas dan minuman hangat.
Foto-foto dalam perjalanan dari Pos 1 sampai Pelawangan.
Saya tidak punya foto untuk mengabadikan situasi Pelawangan di sore itu. Suara-suara para pendaki tadinya masih terdengar, tapi saat petir menggelagar, semua jadi sunyi, sepertinya masuk ke tenda masing-masing. Semakin sore dan gelap, hujan malah semakin deras. Tenda yang saya tempati bersama Aida dan Dewi mulai basah karena air meresap dari bawah. Pak Surya membuat parit untuk aliran air di sekitar tenda.Â
Saya mulai pasrah, makan cemilan yang ada di tenda dan mulai berencana untuk tidur. Tapi tiba-tiba makanan datang, Pak Surya bolak balik membawakan bubur kacang hijau. Tidak lama kemudian, saaat saya sudah berbaring, diantar lagi  mangkuk berisi sayur sop panas dan nasi. wah, saya sampai terharu, saat hujan seperti ini pun mereka masih melayani kami. Setelah makan, perut kenyang, kami mengatur posisi untuk bisa tidur . Agenda selanjutnya kami harus bangun dinihari untuk bersiap mendaki menuju puncak Gunung Rinjani.Â
Hari Ketiga (16-10-2017)
Sekitar jam 2 dini hari, kami dibangunkan. Saya memasang telinga mencari suara hujan, aaah lega tak lagi terdengar, berarti hujannya sudah berhenti. Segera bangun, Â bersiap-siap lalu berkumpul bersama teman-teman. Pak Surya menjadi guide di perjalanan ini. Pagi buta yang masih gelap dan dingin di jam yang enak untuk terlelap di dalam sleeping bag. Tetap semangat!
Dibantu cahaya senter kami berjalan menembus gelap dan kabut dingin. Saya harus pasrah setiap kali  disalip oleh para pendaki bule yang berkaki panjang dan melangkah ringan hiksss. Rencana  pertama saya adalah bisa  menikmati matahari terbit di puncak. Tapi apa daya, rencana tinggal rencana saat pagi gelap mulai habis dan berganti terang. Puncak masih nun jauh disana #tepokjidat. Setiap pijakan maju berarti ikut mundur karena pasir berbatu yang diinjak malah jadi merosot. "Matahari tidak bisa menunda agenda  untuk  terbit demi siapapun" ~h e l e n_s.maria ~
Entah mulai kapan dan dimana kami berenam terpisah langkah. Aida, Bayu dan Om Liem ada di belakang saya. Dewi dan Eric ada di depan saya. Saya berjalan kadang ditemani Pak Surya, sering juga sendiri karena Pak Surya mendahului atau kadang di belakang saya. Menikmati semua langkah demi langkah. Sebisanya saya mengejar Eric dan Dewi juga. Walaupun puncak bukanlah tujuan, tapi dari awal saya memang ingin menjalani proses ini. Â
beberapa foto dari puncak Gunung Rinjani :
Saat turun adalah saat yang lebih menegangkan untuk saya. Terang membuat semua jelas terlihat; jalan menurun berpasir licin dan batu, medan berliku dan ada yang menyempit, jurang di samping kiri tampak berkabut di bawah, jurang di sebelah kanan beberapa tampak  bawah. Saya ngeri, merasa kecil hati dan takut. Emosi bermain, jadinya "baper" banget sampai sempat duduk sendirian lalu menangis hiks hiks. Pak Surya yang tidak menyangka saya menangis sungguhan malah menggoda "duluan ya mbak, saya tunggu di bawah" lalu dia membantu Dewi hahahaah. Woy pak, ini takut beneran Pak!
Dengan segala yang bisa dilakukan, proses turun gunung dilalui. Beberapa kali Pak Surya sempat membantu memegangi saya dan Dewi supaya bisa berjalan turun dengan setengah langkah lari. Cara semacam ini memang membantu, menjadi lebih cepat dan malah tidak terlalu terasa licin karena sudah seperti main perosotan.Â
Tetap sempat foto-foto juga selama di perjalanan turun gunung.Â
Ternyata Bayu turun duluan karena tidak fit. Aida dan Om Liem tidak terus sampai puncak karena kembali juga. Lapar melanda, mie instan kuah sudah hampir siap, langsung disantap. Setelah makan, saatnya bersiap untuk turun gunung lagi. Agenda kami hari ini bisa sampai di Pos 3.
Pagi terbangun, saya mulai khawatir dengan seluruh bagian wajah yang membengkak. Lotion aloe vera sepertinya tidak banyak membantu. ini adalah akibat sun burn saat kami turun dari puncak di hampir tengah hari.Â
Walaupun angin menerpa dan terasa dingin, tapi matahari tengah hari saat itu tanpa terasa dan tanpa disadari tetap membakar wajah. Ditambah saat belakangan ini kondisi saya yang sedang terserang alergi dan banyak mengkonsumsi obat menjadi salah satu sebab.Â
Hal ini kemudian  saya konsultasikan juga melalui whatsapp dengan dokter Iqbal yang adalah seorang pendaki gunung. tentu saja ini menjadi pengalaman dan pelajaran berharga untuk pendakian-pendakian selanjutnya. Maklum saya adalah pendaki pemula, jadi tidak ada persiapan dan antisipasi untuk hal ini.
Foto-foto dari Pos 3 sampai Desa Senaru.
Terima kasih untuk semua bapak porter yang saya temui di sepanjang perjalanan Rinjani. Terima kasih Pak Surya, Pak Adi dan Pak Kidarsa yang menjadi bagian team kami. Membawakan barang, memasak, membantu kami di medan yang sulit, dan yang penting mereka juga sangat menjaga agar kami semua  tetap selamat.Â
Mereka tidak menggunakan carrier untuk membawa barang, tetapi dengan pikulan.  Oh ya, luar biasanya juga  mereka semua hanya memakai sandal jepit, malah ada juga yang bertelanjang kaki.Â
Bila ada yang membutuhkan bantuan jasa porter / pemandu, bisa menghubungi Pak Surya di nomor 085337306790.
Hari Kelima (18-10-2017)
Bangun tengah malam dengan wajah yang semakin membengkak dan sakit hiiks. Tidur lagi berharap pagi bengkaknya kempes. Bangun pagi malah semakin bengkak dan sangat sangat tidak nyaman. Saya sampai minta tolong Aida untuk diambilkan sarapan, makasih yah tante Aida.Â
Setelah sarapan kami dijemput mobil untuk kembali ke kota Mataram. Singkat cerita hari ini saya sendiri kembali pulang. Teman-teman masih akan melanjutkan liburan sampai tanggal 21 Oktober 2017. Besok saya harus kembali bekerja karena tidak mungkin menambah waktu cuti dengan meninggalkan banyak pekerjaan di kantor.Â
Terima kasih Tuhan, semua boleh dilalui  dan dinikmati. Terima kasih untuk semua pemandangan indah Gunung Rinjani. Terima kasih untuk penyertaan dan keselamatan kami semua.Â
Terima kasih juga teman-teman yang telah mengatur dan membuat perjalanan ini bisa kita alami.Â
Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya.
Salam,
Life Is A Great Journey
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H