MALAM YANG PANJANG
Segar setelah mandi di sungai, kembali ke rumah dan makan malam yang terlalu awal. Supaya tidak terlalu merepotkan tuan rumah, makanan sudah dibawa dari Rangkasbitung. Seperti yang sudah di ceritakan oleh Ochela saat diperjalanan, disini pasti kami tidur lebih cepat. Terbukti, saat langit baru mulai mulai gelap untuk berganti malam, baru sekitar jam tujuh, kami sudah mulai mati gaya. Mungkin karena efek lelah juga, kami mulai mencari posisi mengobrol sambil berbaring, siap tidur. Hanya masih terdengar suara Pak Juli sekeluarga dan beberapa orang tamunya yang sedang datang mengobrol.
Saat mulai mengantuk, bahkan Aida sudah hampir lelap, saya mendengar Alis dan ibunya akan ke sungai. Langsung saya bangunkan Aida untuk mengajak bareng ke sungai bareng mereka. Aida agak bete karena sudah teler hahaha. Terbayang kalau harus ke sungai tanpa mereka, bisa tersesat saat kembalinya karena gang dan rumah disini mirip.
Saat menuju sungai saja sudah hampir tersesat. Berjalan beriringan Ibu Juli yang membawa lilin, Alis, Aida lalu saya membawa senter kecil. Karena ada jarak dengan Alis, tanpa sadar Aida disalip bapak-bapak yang keluar dari salah satu gang. Aida tidak membawa senter, dan berjalan melihat ke bawah mengikuti kaki di depannya, saat orang lain itu belok kanan, Aida mengikuti, dan saya yang dibelakangnya otomatis mengikuti juga hahahaha. Untungnya Alis dan Ibunya sadar kalau kami mengikuti orang yang salah dan berbalik menghampiri kami hahahahahahahha.
Malam gelap, pipis di sungai sambil mendengarkan suara kodok yang bunyinya kencang. Terbayang dengan suara seperti itu kodoknya itu sebesar apa ya ? Terpikir juga bagaimana kalau ada warga atau pengunjung yang menderita sakit perut atau sedang diare dan harus bolak-balik ke sungai seperti ini. Atau yang punya kebiasaan terbangun saat tidur untuk pipis hmmm. Sepertinya repot deh, tapi inilah keseharian hidup Urang Kanekes.
Saat perjalanan dari sungai kembali ke rumah, mendengar suara tangis bayi dari dalam rumah yang kami lewati. Saya bertanya pada Ibu tentang pemeriksaan kehamilan sampai kelahiran. Ibu Juli menjelaskan kalau semua dilakukan oleh tukang urut. Begitu juga bila sakit, obat pertama adalah herbal dari yang bisa di temui di alam sekitar.
Semuanya serba sederhana. Coba bandingkan dengan kehidupan di kota atau sekitar kita yang dikelilingi dengan hal-hal modern dan alat-alat canggih. Sejak janin di dalam kandungan saja sudah berkenalan dengan teknologi, diperiksa dengan alat USG, dll. Urang Baduy menjalani dan mempertahankan budaya mereka.
Sampai di rumah, melanjutkan tidur dan baru sekitar jam delapan malam hahahaha. Istirahat lebih cepat, tidur lebih lama, yang mungkin jarang bisa dilakukan dikeseharian kita yang tinggal di luar sana. Untungnya saya mudah tidur dimanapun dan kapanpun, atau dalam kondisi apapun. Zzzzzzzz.
MINGGU, 23 JULI 2017
Terbangun di pagi yang masih gelap. Dilanjutkan bermalas-malasan di dalam sleeping bag sambil menunggu suara teman-teman. Keluarga Pak Juli juga sudah bangun kecuali dua anak terkecil. Sebelum pagi menjadi terang kami sepakat ke sungai, berharap disana masih sepi dan kami bisa leluasa. Apalagi saya punya kebiasaan “acara pagi” setiap bangun tidur. Tapi untungnya tempat tidak terlalu menjadi masalah untuk saya, karena yang penting adalah “acara” harus dijalankan hehehe.
Berangkatlah kami ke sungai, masih sepi. Masing-masing mencari posisi. Saya bersebelahan dengan Aida, sambil ngobrol “acara pagi” kami sukses hahaha. Ada kisah lucu agak “jijik” sih tapi membuat kami tertawa dan tak terlupakan. Kami kira semuanya kotoran sudah terbawa air mengalir, tapi ternyata posisi kami agak kurang dilewati aliran sehingga tertinggallah “kotoran-kotoran” kami disana hahaha. jadi kami sempat sibuk juga mengusir kotoran-kotoran itu hadeeeuuhhh. Maklum, kurang berpengalaman hehehe.