Tahun 2022 dicanangkan oleh menteri agama sebagai tahun toleransi. Harapannya, toleransi dapat terawat dengan baik. Salah satu toleransi yang terancam di Indonesia adalah toleransi antar umat beragama. Kasus tidak hormat pada sesaji di gunung Semeru dan peraturan berpakaian di SMKN 2 Padang merupakan bentuk ancaman terhadap toleransi antar umat beragama.
Berdasarkan riset Setara Institute, tindakan intoleransi merupakan jenis pelanggaran atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang paling banyak terjadi pada 2020. Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan menyebut, tindakan intoleransi banyak dilakukan oleh aktor non-negara, seperti kelompok warga, individu, ormas keagamaan, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setara Institute mencatat 32 kasus terkait pelaporan penodaan agama, 17 kasus penolakan pendirian tempat ibadah, dan 8 kasus pelarangan aktivitas ibadah. Kemudian, 6 kasus perusakan tempat ibadah, 5 kasus penolakan kegiatan dan 5 kasus kekerasan. Jika dilihat dari daerah sebarannya, peristiwa pelanggaran atas KBB paling banyak terjadi di Jawa Barat. Setara Institute mencatat ada 39 peristiwa pelanggaran sepanjang 2020. Riset dari Setara Institute menunjukkan bahwa toleransi di Indonesia dinilai masih minim. Banyaknya kasus pelanggaran terhadap KBB menunjukkan bahwa sebagai negara yang plural, Indonesia masih belum bisa mengatasi masalah intoleransi.
“Anda toleran karena anda rendah hati dan pikiran anda terbuka” demikian poin penting dari skripsi Arif yang berhasil dipertahankan dalam sidang skripsi online. Dua penyebab kurangnya toleransi adalah kurangnya rasa rendah hati dan kurangnya wawasan warga negara Indonesia tentang agama-agama yang ada di Indonesia. Akan sulit untuk menerima dan menghargai bila tanpa pertama-tama mengetahui. Seperti kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang,” begitu pula bentuk intoleransi antar agama yang ada diakibatkan karena kurangnya pengenalan antar agama. Rasa untuk menerima dan menghargai orang lain akan lebih mudah tumbuh dengan saling mengenal dan mengetahui.
Pentingnya Wawasan Agama
Setiap agama tentunya mengajarkan perdamaian, rasa menghargai, dan sikap-sikap lainnya yang menjadi fragmen penting toleransi. Dengan kata lain, setiap agama pasti mengajarkan toleransi sesama umat manusia. Di negara dengan banyak keragaman seperti Indonesia, toleransi menjadi kunci menjaga stabilitas dan keamanan negara dari ancaman. Kunci membangun toleransi antar umat beragama adalah meningkatkan wawasan agama tiap warga negara Indonesia. Wawasan agama yang dimaksud bukan hanya wawasan terhadap satu agama atau agama mayoritas saja tetapi semua agama yang ada dan diakui di Indonesia. Tujuannya adalah mengembangkan wawasan tiap warga negara Indonesia terkait semua agama yang ada di Indonesia.
Dialog antar agama yang selama ini terjadi juga merupakan bentuk dari saling berbagi wawasan yang menjadi kunci membangkitkan rasa toleransi. Dialog tidak harus bersifat resmi atau publik tetapi juga dapat muncul dalam keseharian. Merasa sudah mengenal belum tentu berarti benar benar mengenal. Wawasan agama menjadi penting untuk benar-benar mengenal secara benar sehingga mencegah kesalahpahaman. Mengembangkan wawasan agama dapat menjadi kunci mengembangkan toleransi di Indonesia.
Usaha Membangun Wawasan Agama
Selama ini, pendidikan agama yang dilaksanakan di berbagai instansi pendidikan cenderung mengajarkan sudut pandang agama yang menjadi agama mayoritas murid atau tergantung keputusan instansi. Akan menjadi lebih baik jika instansi pendidikan mau repot-repot untuk mengajarkan tidak hanya sudut pandang satu agama melainkan semua agama khususnya yang ada di Indonesia. Indikator keberhasilannya tidak lain adalah memperluas wawasan peserta didik terkait agama agama yang ada di Indonesia.
Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan sebagai sekolah calon imam memiliki program live-in pesantren. Live-in berarti hidup di dalam komunitas yang dituju. Tujuannya tidak lain menambah wawasan seminarisnya tentang agama lain, dalam konteks ini berarti agama islam. Live-in pesantren membangun wawasan seminaris terkait agama lain. Contoh seperti ini dirasa baik untuk diterapkan di instansi-instansi pendidikan yang ada di Indonesia.
Semua usaha yang ada tidak akan terwujud tanpa keterbukaan masing masing pihak untuk rendah hati dan mau menerima. Penerimaan tidak akan berjalan tanpa wawasan. Untuk mewujudkan tahun 2022 sebagai tahun toleransi, diperlukan semangat dari setiap warga negara Indonesia untuk mau mengenal dan menerima satu sama lainnya terlepas dari perbedaan yang ada.
Sumber:
http://psikologi.uinjkt.ac.id/toleransi-itu-soal-kerendahan-hati-dan-keterbukaan-pikiran/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H