Kita sebenarnya dapat patuh dan taat hukum namun sistem yang kita miliki belum mengarahkan rakyat untuk menaati hukum dalam prakteknya. Sebagai contoh, saat di Indonesia kita dengan enaknya buang sampah sembarangan namun ketika berada di negara orang lain katakanlah di Singapura maka seketika itu juga kita malah disiplin menaati aturan membuang sampah pada tempatnya. Itu karena kita takut mendapat sanksi, hal seperti ini yang belum lumrah kita temui di Indonesia yakni sanksi yang tegas ketika terjadi suatu pelanggaraan peraturan.
Ketika langkah pertama, kita sudah memilih pemimpin yang tepat dan dapat dijadikan suri tauladan dan tegas menegakkan aturan maka saat pemimpin kita punya program, apapun itu termasuk membangun ruang publik pasti akan didukung oleh rakyat sepenuh hati, tentu sebagai rakyat pasti segan dan menghormati peraturan tersebut karena ada kepercayaan di situ.
- Langkah Ketiga : Pembangunan ke Atas (Vertikal)
Permasalah utama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah masalah lahan termasuk penyediaan ruang publik di perkotaan. Seiring dengan pertambahan penduduk kota dan pertumbuhan ekonomi, tingkat permintaan lahan pun meningkat sehinga pasokan ruang kota menjadi terbatas.
Sudah saatnya kota-kota di Indonesia untuk merancang kotanya berorientasi pada pembangunan vertikal untuk mengatasi keterbasan lahan ini. Dengan pembangunan ke atas akan terdapat lahan-lahan lebih luas yang dapat dipergunakan untuk membangun fasilias publik termasuk ruang publik.
Pengembangan kawasan kota ke arah vertikal akan mendorong pembangunan kawasan kota yang lebih kompak. Fasilitas umum dan tempat bekerja berdekatan dengan tempat tinggal sehingga memungkinkan orang berjalan kaki atau bersepeda. Ada kesempatan untuk bertegur sapa dengan tetangga lainnya sehingga dapat menciptakan komunitas dengan kekerabatan yang lebih erat. Mereka pun rajin berkumpul dan mengadakan acara di ruang publik, interaksi dan kreasi pun tercipta, masyarakat akan lebih sehat lahir dan batin.
Kota-kota di Indonesia pola pengembangannya sudah terlanjur tidak beraturan dan terus melebar secara horizontal dengan ditandai bermunculannya aktivitas di pinggiran kota. Urban Sprawl tidak bisa dihindari, sekarang tinggal bagaimana membenahinya. Pertama, harus ada pemimpin yang baik dan cakap dalam mengelola kota, kedua, penegakan regulasi yang tegas; ketiga pembangunan berorientasi vertikal didukung dengan transportasi publik yang efesien, murah, aman dan nyaman. Apabila ketiga dapat disatupadukan permasalahan kota dan minimnya ruang publik selama ini dapat diatasi tentunya semua itu memerlukan waktu dan dukungan dari kita semua.
MASYARAKAT YANG BERKELANJUTAN
Kota tanpa berpenghuni adalah kota mati. Kota ada pemimpinnya tapi bila tidak ada rakyatnya maka fungsi kota tidak dapat berjalan juga. Jadi keberadaan masyarakat kota mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan arah pembangunan kota dan menjalankan fungsi kota.
Faktor paling penting yang membuat kita merasa nyaman untuk hidup adalah masyarakat yang ada di sekitar kita. Kita tahu sumber daya bumi terbatas dan kita harus memikirkan cara supaya dapat berkesinambungan apabila kita tidak ingin punah seperti dinosaurus yang dulu pernah hidup di muka bumi ini. Jadi untuk hidup selanjutnya kita dan masyarakat harus mau berbagi sumber daya.
Berbagi sumber daya hanya dapat terwujud apabila antar manusia ada hubungan emosional dan merasa punya kepentingan bersama. Semua itu hanya dapat terjalin ketika kita sering bertemu bercekrama di ruang publik. Penyediaan ruang publik yang memadai secara kuantitas dan kualitas akan mampu menciptakan masyarakat yang berkelanjutan yaitu tempat orang bekerja sama untuk membuat sesuatu demi kepentingan bersama yang lebih berkelanjutan. AYO KITA BANGUN RUANG PUBLIK UNTUK SEMUA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H