Mohon tunggu...
Remy Sosiawan Wijaya
Remy Sosiawan Wijaya Mohon Tunggu... -

Ketua Himpunan Profesi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menerawang Nasib BBM di Tahun 2015

8 Januari 2015   05:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:35 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja naik, lalu tak lama kemudian turun. Itulah kondisi terkini yang disematkan untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dimana pada tanggal 18 November 2014 lalu rakyat dikejutkan dengan pengurangan subsidi baik solar maupun premium. Tetapi, tidak lama kemudian per tanggal 1 Januari 2015 harga BBM kembali turun.

Harga premium turun menjadi Rp7.600 per liter dan solar Rp7.250 per liter. Sebelumnya, harga premium Rp8.500 dan solar Rp7.500 per liter. Harga kedua jenis BBM tersebut baru 18 November 2014 dinaikkan dari sebelumnya premium Rp6.500 dan solar Rp5.500 per liter.

Saat ini dengan harga Rp 7600 per liter untuk premium pemerintah mengaku sudah tidak ada lagi subsidi untuk jenis bahan bakar tersebut. Bila menggunakan harga keekonomian dunia, seharusnya harga premium bisa pada level Rp 6000 per liter. Artinya penurunan yang terjadi hanya sebesar Rp 900 per liter. Padahal bisa hingga Rp 2500 per liter.

Penurunan harga BBM ini menuai banyak kritikan. Hal ini dikarenakan Pemerintah dinilai tidak cermat dalam menentukan harga keekonomian BBM. Sebab, saat harga minyak dunia turun pada November 2014 lalu, harga BBM malah dinaikkan. Kebijakan menurunkan harga BBM membuat pemerintah seolah- olah mengakui telah melakukan kekeliruan.

Pemerintah saat ini menggunakan sistem subsidi tetap atau harga mengambang. Istilah harga mengambang yaituharga jual BBM non-pertamax nantinya akan mendapatkan subsidi tetap dengan angka tertentu, dan harganya akan fluktuatif mengikuti harga minyak dunia. Harga minyak dunia saat ini jatuh dan berada pada level USD 54,12 per barel. Angka tersebut jauh dari asumsi atau anggaran di APBN 2015 yaitu sebesar USD 105 per barel.

Dengan menggunakan sistem subsidi tetap, harga akan bersifat fluktuatif. Setiap bulan harga minyak dunia bisa naik turun. Dampaknya yaitu akan terjadi perubahan harga yang cukup cepat terjadi pada BBM domestik. Fluktuasi harga tersebut memiliki setidaknya 3 dampak negatif.

Pertama, konsumen baik rumah tangga, perusahaan dan para pedagang tidak dapat memprediksi dengan tepat berapa besaran biaya produksi atau pemasaran mereka. Yang terjadi bisa saja harga di tingkat ritel tidak stabil.

Kedua, ketika harga minyak dunia naik secara drastis maka yang terjadi adalah harga BBM akan melejit jauh dan bisa saja lebih tinggi dari pertamax. Tentu akan sangat mengkhawatirkan apalagi bagi para pengusaha, nelayan dan pedagang kecil yang sangat bergantung dengan tranportasi.

Dan ketiga, risiko timbulnya moral hazard. Ketika harga BBM turun di bulan X, maka orang (spekulan) aka membelinya dengan jumlah banyak dan meimbunnya hingga harga BBM naik di bulan berikutnya. Ini kekhawatiran yang terjadi bilamana BBM fluktuatif di tiap bulannya mengikuti harga dunia.

Tahun 2015 sudah tiba, begitupun MEA 2015. Persaingan di tingkat perusahaan menekankan bagaimana perusahaan dapat memproduksi barang-barang berkualitas seefisien mungkin. Pemerintah Jokowi-JK beserta menterinya perlu memikirkan bagaimana meningkatkan daya saing perusahaan dalam negeri dengan menciptakan biaya-biaya input yang murah mengingat BBM sebagai input strategis yang sangat elastis terhadap harga output.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun