Sepatah, dua patah kata yang tidak bisa terucapkan. Jika kamu berkunjung, bacalah barang sejenak. Karena aku tidak mungkin mengirim surat seperti tempo dulu. Benar, jika perempuan adalah tentang apa yang tidak diucapkan. Kamu tau itu dan dengan kedewasaanmu kamu menghormati apa adanya aku dengan bijaksana.
Tidak salah jika kamu memanggilku ingusan, bahkan kalimat itu adalah kalimat indah yang tidak semua orang boleh menyematkan itu padaku. Terimakasih.
Maaf, jika dulu selalu sengaja membuat otakmu panas karena sikap dan kata-kataku. Sungguh bukan maksut apa-apa hanya butuh tahu jika sejelek-jelek perilakuku apa kamu masih sabar dan legowo dengan aku yang seperti itu. Dan jujur sampai detik aku menulis ini, hanya kamu yang lulus dengan predikat pujian. Â Terimakasih.
Dengan sangat yakin aku percaya kamu paham alasanku memilih pergi. Seperti yang sempat ku ucapkan terakhir malam hari itu, bahwa aku harus "memilih" dan kamu telah membantuku untuk "memilih", maka dengan sangat yakin bahwa pilihan itu adalah tebaik untuk semuanya. Dan pada akhirnya saya bersyukur kamu mendapat pendamping yang baik, penurut dan bisa memahamu dengan lebih baik.Â
Sebenarnya ketika aku tau kabar kamu sudah menikah adalah suatu hal yang menggembirakan. Tapi yang membuat sedih adalah ketika kita sudah tidak saling sapa, maka ketika aku memberanikan diri mengirimi pesan, aku takut ada salah pemahaman. Tp alhamdulillah kamu tetap sesantai, secuek itu. Terimakasih masih sama seperti dulu. Aku tetap sama seperti yang kamu kenal dulu, anak ingusan yang nggak tau malu.
Terimakasih puisinya bagus, aku sudah baca "yang lebih sunyi dari sunyi". Aku ada bekal lagu untukmu mengarungi hidup setelah melankolia itu berakhir. Musikalisasi puisi Umbu Landu paranggi yang berjudul Melodia. Dengarkan dan rasakan. Doa, harapan, rasa, semua tertuang dalam lagu itu. Dengan sebaik itu engkau mengenalku bahkan detak nadiku telah kau baca dengan luar biasa. Maka tidak mungkin engkau tidak membaca banyak makna dibalik puisi itu. Putarlah musikalisasi puisi itu ketika kamu merasa sendiri. Satu lagi, sudah jangan puasa berlebih.Â
Sekali lagi selamat menempuh hidup baru dengan kehidupan sakinah, Mawardah, hingga Rohmah. Selamat juga atas penobatannya menjadi penyair, karyamu telah diakui masyarakat. Sekali lagi selamat. Tetap rendah hatilah, sebagaimana aku kenal. Bukan sebagaimana topeng yang kau kenakan. Terimakasih telah menyempatkan berkunjung. Salam terhangat untuk istri tercinta yang juga kusayangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H