Mohon tunggu...
Remegises Danial Y Pandie
Remegises Danial Y Pandie Mohon Tunggu... Editor - Editor

Saya adalah orang yang suka dengan tantangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harmoni dalam Keberagaman: Peran Pendidikan Agama Kristen Multikultural dalam Membangun Kedamaian di Indonesia

12 Desember 2023   22:19 Diperbarui: 12 Desember 2023   22:48 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan berbagai keberagaman ras, suku, bahasa, agama, kebudayaan, kebiasaan dan wilayah. Fakta keberagaman agama, suku, bahasa, wilayah, ras dan wilayah merupakan gambaran betapa indahnya Indonesia dari pulau Sabang sampai pulau Merauke dan dari pulau Miangas sampai pulau Rote.

Berdasarkan hasil sensus penduduk bulan september 2020, jumlah penduduk Indonesia meningkat 32,57 juta jiwa dari 270,20 juta jiwa dan jumlah bahasa daerah sebanyak 718, jumlah pulau 17.491, jumlah propinsi 34, jumlah kabupaten/kota 514, dan  presentase berkeyakinan sebanyak 6 agama serta luas wilayah Indonesia 5.193.250 km2, terdiri dari luas daratan 1.919.440 km2 dan luas laut 3.273.250 km2.[1] Data-data tersebut menggambarkan begitu beragam dan begitu kaya serta betapa indahnya bangsa Indonesia. Indikator-indikator yang di gunakan untuk mengukur kemajemukan yaitu 1. Regulasi pemerintah kota (menyangkut rencana pembangunan, produk hukum dan kebijakan), 2. Demografi agama (Adanya Perbedaan kepercayaan), 3. Regulasi Sosial (Dinamika masyarakat sipil, peristiwa di sekitar masyarakat) 4. Dinamika kebudayaan (kebiasaan, suku dan ras), 5. Dinamika pendidikan, 6. Penerimaan masyarakat, 7. Bahasa sehari-hari, 8. Komposisi dan sebaran penduduk, serta hal-hal lain yang terkait.

Berdasarkan indikator-indikatot tersebut, maka penulis melihat berbagai problematika yang terjadi Sepanjang tahun 2020 terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan intoleransi agama. Kasus-kasus intoleransi sangat kental dan sangat merugikan banyak pihak, terutama pihak-pihak yang dianggap minoritas menurut pandangan kualitatif. Hal ini tentu melanggar norma hukum yang terjadi dalam ekspresi kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam Negara Demokrasi yang di dalamnya terdapat sila pertama pancasila yaitu ke-Tuhanan yang Maha Esa serta undang-undang Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu

Berdasarkan riset SETARA Institute for Democracy and Peace, LSM yang melakukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia serta penelusuran Media Tirto menghimpun pelanggaran Kebebasan Beribadah dan Berkeyakinan yang masih terjadi dalam masa pandemi Covid-19. Akhir April 2020, hampir dua bulan setelah pandemic Covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia, peribadatan di rumah seorang penganut Kristen di Cikarang Pusat digerebek oleh warga sekitar dengan alasan melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar.Kemudian, pada September lalu, terjadi pelarangan pembangunan rumah dinas pendeta di Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) di Aceh Singgil. Kasus-kasus intoleransi lain yang terjadi selama pandemi di antaranya: sekelompok orang mengganggu ibadah jemaat HKBP KSB di Kabupaten Bekasi pada 13 September 2020; sekelompok warga Graha Prima Jonggol menolak ibadah jemaat Gereja Pantekosta di Bogor pada 20 September 2020; umat Kristen di Desa Ngastemi, Kabupaten Mojokerto, dilarang beribadah oleh sekelompok orang pada 21 September 2020; dan larangan beribadah terhadap jemaat rumah doa GSJA Kanaan di kabupaten Nganjuk, Jawa Timur 2 oktober 2020. Ada pula kasus surat edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berisi instruksi seluruh siswa dan siswa SMA/SMK wajib membaca buku Muhammad Al-Fatih 1453 karya Felix Siauw.[2] 

Rentetan peristiwa yang terjadi meninggalkan catatan besar bagi pemerintah serta instansi terkait. Menilik, berbagai kasus yang terjadi, tampaknya kata kebebasan dan toleransi perlu dikaji dan perlu dilihat lagi oleh negara.Sebab, pihak-pihak yang mengalami sikap intoleransi dalam hal ini gereja-gereja dan jemaatnya merasa bahwa kebebasan untuk beribadah dan berekspresi pada Tuhan tak mendapat jaminan yang jelas serta sikap toleransi yang rendah. Bagi mereka semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan sila pertama pancasila hanyalah sebuah kalimat yang tak berarti.Oleh karena itu, perlunya kesadaran dalam beragama, berbangsa dan bernegara yang baik, menurut aturan yang berlaku.Sehingga perbedaan bukan menjadi tameng tapi perbedaan menjadi tali ikatan persaudaraan.

Semua indikator dan problematika yang terjadi adalah masalah yang kompleks dan nyata. Untuk menyelesaikan hal ini, maka perlu kerja sama dari berbagai kalangan khususnyan Pendidikan Agama Kristen dalam menciptakan perdamaian melalui peranan edukatif, peranan sosial dan peranan spiritual. Oleh karena itu, berikut adalah penjelasan detailnya.

Hakikat Pendidikan Agama Kristen

Dalam KBBI Pendidikan merupakan Proses Pengubahan sikap dan tata cara laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik[3]. Dengan kata lain pendidikan adalah wadah atau sarana yang dipakai untuk mendidik seseorang demi kebaikan seseorang tersebut dalam upaya mendewasakannya. Menurut Sidjabat,  pendidikan berasal dari dua kata Latin yakni Educare yang berarti merawat, memperlengkapi dengan gizi agar sehat dan kuat, dan educere yang berarti membimbing ke luar. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sebuah upaya sadar dan sengaja untuk memperlengkapi seseorang atau sekelompok orang, guna membimbing keluar dari suatu tahapan keadaan hidup ke suatu tahapan yang lebih baik. Jadi dari pendapat ini dapat dikatakan bahwa sebenarnya pendidikan mempunyai sebuah misi transformasi. Berupaya mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik, membuat orang tidak tahu menjadi tahu untuk mengenalkan kepada orang sebuah dimensi pemikiran baru yang dapat mentransformasi kehidupan.[4]

Secara umum, pendidikan terdiri dari tiga jenis, yaitu  pendidikan formal, nonformal, dan pendidikan informal.Menurut UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, pendidikan formal  adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.Pendidikan ini diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan yang mencakup pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,  pendidikan  keterampilan  dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan jenis ini dapat diadakan oleh lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sementara itu, pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri dimana hasilnya dapat diakui pemerintah sebagai setara dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.[5]

Tujuan pendidikan menurut undang-undang dapat diartikan lebih luas menjadi sebuah tatanan perilaku individu dalam peranya sebagai warga Negara. membentuk anak menjadi warga negara yang baik. Karena pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu, maka masalah pokok bagi pendidikan ialah memiliki sebuah tindakan agar dapat mencapai sebuah tujuan.[6] Pembahasan pendidikan agama Kristen dalam kaitan keduanya karena pelaksanaan pendidikan agama Kristen secara formal tidak bisa berjalan sendiri, tetapi harus ditopang oleh pendidikan agama Kristen yang dijalankan secara nonformal dan informal di dalam gereja dan masyarakat.[7] Tantangan pendidikan Kristen saat ini diperhadapkan dengan kemajuan zaman di bidang pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat. Informasi dunia yang dapat diakses dengan mudah dan murah oleh siapa saja melalui genggaman tangan, menjadi tantangan yang kompleks bagi pendidik dalam mendidik anak didik terutama dalam perkembangan karakter yang disesuaikan dengan asas-asas yang berlandaskan sumber kebenaran firman Allah yaitu Alkitab.[8]

Untuk diketahui bahwa, pada umumnya pendidikan di Indonesia dibedakan dalam dua bentuk yakni, penidikan umum dan pendidikan agama. Kedua jenis pendidikan tersebut dibawah naungan kementerian yang berbeda. Pendidikan umum berada dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan dan Kementrian Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi. Sedangkan Pendidikan Agama berada dibawah Kementrian Agama.[9] Menurut Hasudungan Simatupang ada 3 bentuk pendidikan Kristen yakni, Pendidikan Kristen, Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Keagamaan Kristen. Pendidikan Kristen (Christian Education) diakui tetap berada pada tataran gereja. Ini terbukti bahwa sejak gereja lahir hingga sekarang, termasuk gereja-gereja diindonesia menjalankan fungsinya dalam Pendidikan Kristen, Gereja Kristen tidak hanya merupakan tempat beribadah, tetapi tempat berlangsungnya pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Kristen. Hal ini sudah tepat dan tidak perlu untuk diragukan dan dipersoalkan. Sedangkan Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2007 menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Kristen berbeda dengan Pendidikan Keagamaan Kristen. Pendidikan Agama Kristen diselenggarakan disekolah umum yakni Taman kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi Umum baik Negri/Swasta. Sedangkan Pendidikan Keagamaan Kristen diselenggarakan disekolah keagamaan Kristen  yakni ditingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) Theologi Kristen, Sekolah Dasar Theologia Kristen (SDTK), Sekolah Menengah Pertama Theologia Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Theologia Kristen (SMTK) setara dengan SMA/SMK dan perguruan Tinggi Theologia atau Perguruan Tinggi Agama Kristen. Namun Pendidikan Kristen belum dibicarakan dalam Peraturan tersebut, hal ini dikarenakan "Pendidikan Kristen" belum didefenisikan secara tepat sehingga belum dikaji dan dikembangkan secara Ilmiah.[10]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun