Mohon tunggu...
Rembulan Pagi
Rembulan Pagi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok, Cukup Kau Tebar Kebencian Terhadap Rakyat Ibukota

31 Juli 2016   12:54 Diperbarui: 31 Juli 2016   13:15 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Basuki Tjahya Purnama, atau lebih dikenal dengan nama Ahok, siapa tak kenal? Namanya mencuat ketika didapuk sebagai pendamping Jokowi menjadi wakil Gubernur DKI Jakarta 2014. Menjadi wakil gubernur, Ahok diberi ruang yang cukup besar untuk terjun langsung ke lapangan. Sikapnya yang tegas, omongan yang lugas bahkan cenderung kebablasan inilah yang membuat nama Ahok semakin menjadi buah bibir.

Mantan Bupati Belitung dan mantan anggota Komisi II DPR RI ini terus meroket setelah menggantikan Jokowi, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sepak terjangnya memimpin Jakarta menuai kontroversi. Gaya komunikasi Ahok sudah melewati batas-batas etika dan kesopanan saat berhadapan dengan rakyat. 

Dalam kontroversi Ahok, kita patut melihat kedewasaan masyarakat Jakarta yang tidak luas mengangkat isu SARA dibalik kepemimpinannya. Ya, Ahok. Gubernur keturunan Etnis Tionghoa beragama Kristen ini kerap didemo, dituduh korupsi dan dikatakan Pemimpin Kafir oleh beberapa ormas keagamaan. Namun, dibalik kehebohan demonstrasi yang mencoba-menarik-narik konflik SARA, masyarakat merespon dengan santai, seakan ingin menunjukkan bahwa isu SARA tidak mempan lagi digulirkan saat ini. Alhasil, konflik SARA gagal dihembuskan sementara nama Ahok tetap berkibar. Nilai positif yang patut kita syukuri bersama ditengan kisruh kebijakan Ahok akhir-akhir ini.  

Namun, nilai positif ini mulai menurun ketika Ahok berada di atas angin dengan menebar kontroversi atas kebijakan-kebijakannya, terutama penertiban lahan. Beberapa kali Ahok menolak berdialog dengan warga di lahan yang digusur. Bahkan Ahok seringkali menyalahkan warga atas kebijakan yang diambilnya.

Lieus Shungkharisma, tokoh masyarakat keturunan Tionghoa mengaku risau dengan gaya kepemimpinan Ahok. Lieus mengatakan sejak peristiwa penggusuran di Kampung Pulo, warga Tionghoa di Jakarta sangat khawatir keberadaan Gubernur Ahok memicu berbagai kekerasan di ibukota. Selain sering mengumbar sumpah serapah, menurut Lieus Ahok juga dinilai menebarkan permusuhan, caci maki serta berperilaku kasar.

Berkali-kali media memperlihatkan sikap otoriter dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada warga Jakarta yang datang mengeluh padanya. Misalnya saja ketika ibu Sri mengeluhkan potongan 10% dari KJP anaknya, Ahok menyambutnya dengan mengatakan ibu Sri seorang maling.

Juga ketika keluhan warga Kalijodo yang menempati rusun Pulo Gebang dan Marunda yang tidak layak. Ahok membalas dengan mengatakan penghuni rusun manja dan meminta fasilitas yang mewah. Ahok pun bilang sudah ada fasilitas seperti fasilitas untuk orang kaya.

Yang terakhir tak kalah serunya. Ketika Ahok memutuskan untuk maju sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017 melalui jalur partai politik. Sontak reaksi warga yang mendukungnya berbalik arah. Ramai di media sosial seperti twitter membuat tagar #BalikinKTPGue sebagai reaksi kemarahan atas keputusan Ahok ini. Ahok dianggap telah mengkhianati harapan para pendukungnya untuk maju melalui jalur independen.

Namun apa balasan Ahok? Dengan santainya Ahok mengatakan "KTP masih di rumah dia kok, apa yang mesti dibalikin? Dari dulu juga dibalikin, fotokopi doang kan.”

Pernyataan demi pernyataan Ahok ini sungguh membuat jurang pemimpin dan rakyatnya makin lebar.

Ahok telah out of track dalam menjalankan kepemimpinannya. Bukan lagi sekedar mengubah kesadaran warga, tetapi memposisikan diri sebagai orang yang paling berkuasa di Jakarta. Bahkan jika Ahok terus menerus mempertahankan sikap otoriter dan arogansinya, bisa memicu konflik yang lebih besar; konflik SARA.

Mengapa demikian?

Sikap Ahok ini bisa memicu sikap intoleransi warga Jakarta. Seperti yang dikatakan Lieus, Ahok menebar benih permusuhan. Warga yang dirugikan akibat kebijakan maupun pilihan politik Ahok, juga terlihat semakin berani menentang kebijakan Ahok. Pada Rabu (27/05) dini hari, ratusan warga Pinangsia, Taman Sari mendatangi rumah Ahok di Pantai Mutiara, memprotes rencana penggusuran pemukiman warga yang akan digelar Pemprov DKI.

Perlawanan-perlawanan warga ini, juga diikuti dengan munculnya kembali pandangan bahwa Ahok adalah warga keturunan. Beberapa kali tulisan di spanduk warga yang berdemo, memunculkan kebencian terhadap warga keturunan.

Hal ini juga diungkapkan oleh pengamat politik Muslim Arbi. Menurut Arbi, di kalangan rakyat kecil dibenci karena suka menindas dan menggusur tanpa dialog. Selain itu pernyataan Ahok pun memunculkan kemarahan di kalangan rakyat kecil. Kebiasaan Ahok yang memberikan pernyataan kasar, justru akan memunculkan perlawanan dari rakyat kecil. Saat ini masih ada pandangan dari rakyat, Ahok itu warga keturunan. Dan pernyataan menyakitkan orang pribumi, maka perlawanan terhadap Ahok makin keras.

Sumber foto: http://www.babiat.com/
Sumber foto: http://www.babiat.com/
Budayawan Jaya Suprana, juga pernah mengingatkan Ahok melalui surat terbuka Maret 2015 lalu. Dalam surat terbukanya, Jaya Suprana mengingatkan kenyataan sebenarnya kebencian terhadap kaum Tionghoa di Indonesia belum lenyap. Kebencian masih hadir sebagai api dalam sekam yang setiap saat rawan membara, bahkan meledak menjadi huru-hara apabila ada alasan. Dan jangan sampai kata-kata tidak sopan Ahok menyulut sumbu kebencian sehingga meledak menjadi tragedi huru-hara yang tentu saja tidak ada yang mengharapkannya.

Sekali lagi, jika Ahok tetap mempertahankan sikap arogansi dan otoriternya dalam memimpin Jakarta, akan menggali lubang kuburnya sendiri di Pilkada 2017. Terbukti spanduk penolakan Ahok juga mulai bertebaran di beberapa tempat di Jakarta. Dan mungkin sebentar lagi Ahok akan menuai badai: Konflik SARA.

Sumber foto http://wartakota.tribunnews.com/2016/07/28/spanduk-pemilih-tolak-ahok-mulai-hiasi-ibu-kota
Sumber foto http://wartakota.tribunnews.com/2016/07/28/spanduk-pemilih-tolak-ahok-mulai-hiasi-ibu-kota
satu, dua, tiga, empat, lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun