Mohon tunggu...
Aurelius RL Teluma
Aurelius RL Teluma Mohon Tunggu... Ilmuwan - Suka mengunyah makna...

Penggemar ikan "kebeku". Dibesarkan ladang, laut dan pantai pasir putih Lato, Flores Timur. Juga buku-buku dan angkringan Jogja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gerbang Ayah

29 Oktober 2017   08:43 Diperbarui: 29 Oktober 2017   09:25 4042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Relly Telum

Sebuah gapura batu dengan lengkungan di atasnya menyambut setiap orang yang hendak masuk ke desa kecil itu. Orang-orang menyebutnya dengan Gerbang Ayah. Walau tak ada tulisan berbunyi demikian di dindingnya maupun lengkungannya. Bahkan, tak ada tulisan sama sekali di seluruh bagiannya.

Gerbang Ayah tak diberi warna. Hanya sebuah bangunan batu berbentuk dua tiang di kiri dan kanan jalan desa. Polos. Tanpa hiasan apapun lagi.

Usia gerbang itu seusia hadirnya manusia pertama di desa tersebut. Walau hanya sebuah gapura polos, Gerbang Ayah dan desa kecil itu terkenal di seantero dunia. Bahkan saban hari, gerbang dan desa itu dikunjungi begitu banyak lelaki remaja, dewasa hingga yang tua dari penjuru bumi.

Konon, desa dan gapura ini didirikan oleh seorang pria yang paling berani sejagad ini untuk menandai, mengenang dan mengumumkan satu-satunya keberanian yang belum dia miliki yaitu keberanian untuk menjadi ayah. Katanya, "Aku telah melakukan segala hal tanpa rasa takut bahkan dengan keberanian yang tak perlu dilatih. Tetapi untuk menjadi seorang ayah, aku belum memiliki keberanian yang sesungguhnya. Maka aku harus menciptakannya sendiri, mengumumkan dan menandainya untuk semua pria sepanjang zaman!"

Setelah pria ini selesai membangun, ia berdiam di desa ini selama tujuh tahun sendirian. Pada akhir tahun ketujuh, ia meninggalkan desa ini dan melamar gadis pujaannya, menikahinya dan membawa gadis itu pergi dari rumahnya. Tidak pernah kembali lagi di desa dan gerbang hasil karyanya tersebut.

Yang tertinggal di desa itu hanyalah rumahnya yang tak pernah bisa roboh. Sebuah rumah dari aneka batu cadas terkuat dengan sebuah pintu depan dan sebuah pintu belakang.

Pada daun batu pintu depan tertulis kalimat dengan ukuran huruf yang cukup besar, "Menjadi lelaki adalah kodrat pemberian namun menjadi ayah adalah kodrat yang memilih keberanian."

Sementara di lembar pintu belakang terdapat tulisan yang cukup panjang "Tetaplah berdiri tegak di samping wanitamu yang mengatakan telah mengandung anakmu. Karena itulah cara paling agung menjadi ayah. Jika telah tiba di sini, janganlah ragu."

Yang memberi nama Gerbang Ayah pasti pernah memasuki rumah cadas ini...

*Jogja, 28 Oktober 2017
#CerminRellyTeluma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun