Mohon tunggu...
Relly Jehato
Relly Jehato Mohon Tunggu... Penulis - Senang Menulis

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendukung Tindakan Progresif Mahfud MD

8 April 2023   07:24 Diperbarui: 8 April 2023   08:20 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini, kita dipertontonkan kehebohan transaksi yang dinilai janggal yang terkait dengan Kemenkeu senilai Rp 349 triliun. Seperti diketahui, transaksi ini pertama kali dilansir ke publik oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Ia mendapatkan data ini dari PPATK.

Pengungkapan transaksi janggal itu berujung pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Mahfud MD sebagai Ketua Komite Pencegahan TPPU (bersama Ketua PPATK Ivan Yustiavandana) dengan Komisi III DPR RI, Rabu 29/3/2023 yang lalu. RDP itu belum tuntas. Dan masih akan diagendakan RDP lanjutan, yang juga akan diikuti oleh Menkeu Sri Mulyani.

Dalam RDP yang lalu itu, ada banyak pertanyaan dan tanggapan dari anggota Komisi III DPR. Yang menarik untuk ditinjau adalah pertanyaan mengenai motif Mahfud MD mengungkapkan ke publik transaksi janggal bernilai fantastis itu.

Politikus Partai Demokrat Benny K Harman, misalnya, mempertanyakan apakah Mahfud sengaja memicu polemik soal transaksi mencurigakan itu untuk menaikkan citra dirinya sehingga namanya bisa masuk bursa calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024 mendatang.

Benny bahkan kemudian meminta Mahfud MD agar tidak berlagak seperti seorang pengamat politik. Menurutnya, sebagai pejabat publik, wajib menyampaikan informasi publik, sesuai dengan UU KIP.  Apa yang dimaksudkan informasi publik itu jelas definisikan. Pejabat publik tidak boleh menyampaikan kepada publik isu yang tidak jelas asal usulnya.

Dalam acara yang dipandu Karni Ilyas, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, berpandangan agak mirip dengan Benny Harman. Menurutnya, PPATK adalah intelijen keuangan. Karenanya, informasi intelijen itu hanya dilaporkan ke Presiden, bukan ke publik. Ia menilai, pengungkapan informasi seperti yang dilakukan oleh Mahfud MD sejatinya hanya bisa dilakukan oleh LSM, bukan oleh seorang Menkopolhukam.

Sebagaimana kita ketahui, Mahfud sendiri meyakini, pengungkapan transaksi janggal ke publik itu tidak menyalahi aturan. Sebab yang disampaikan bukan data detail, tetapi hanya total nilai transaksi. Bukan pula profiling atau identitas terduga pelaku.

Lalu masalahnya di mana? Menurut saya, apa yang disampaikan Benny dan Yusril sudah tepat. Tapi, mereka masih menggunakan pendekatan yang terlampau normative - formal. Itupun, argumentasi mereka masih bisa diperdebatkan. Dan terkesan kaku.

Tindakan Mahfud, boleh disebut, langkah progresif dan taktis. Melampaui pendekatan normatif yang disanjung oleh Benny dan Yusril. Pendekatan progresif itu rasional. Bisa diterima ketika disangkut-pautkan dengan pentingnya peran publik dalam mengawasi dan ikut berbicara dalam masalah atau kasus tertentu.

Ketika publik memberi perhatian terhadap masalah transaksi janggal triliunan tersebut, itu menjadi tekanan tersendiri bagi pihak-pihak atau lembaga terkait. Dampak ikutannya, mereka terdorong untuk membuka dan menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, jujur, dan tuntas. Saya kira banyak contoh implikasi dari partisipasi publik ini.

Keterbukaan Mahfud tetap dalam batas-batas yang masih ditoleransi. Sejalan dengan begitu aktifnya para netizen di media sosial, yang gemar dan tertarik untuk ikut memantau dan berbicara tentang masalah-masalah Bersama yang aktual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun