Saya nonton film Gara-Gara Warisan (2022) setelah secara nggak sengaja lihat cuplikannya di sosial media. Ada Oka Antara dan Indah Permatasari yang lagi nge-gas nanyain soal uang pada Ge Pamungkas yang digambarkan berpenampilan pucat dan kusut.Â
Pada scene lain, Oka harus mengalah mengembalikan paha ayam ke dalam pancinya karena Bapak memintanya untuk menyisihkan paha ayam buat sang adik.
Tanpa melihat judulnya pun, adegan dan dialog yang dipotong selama beberapa detik itu sudah cukup menggambarkan apa konflik filmnya; ada orang tua yang pilih kasih pada anak-anaknya berakibat rebutan soal warisan.Â
Oke menarik, ketemu di platform streaming. Nonton deh..
Adegan-adegan awal seperti memutar waktu di saat keluarga Pak Dahlan (Yayu Unru) masih lengkap dengan istri dan ketiga anaknya, Adam (Oka Antara), Laras (Indah Permatasari), dan Dicky (Ge Pamungkas).
Setelah dengan telaten dirawat oleh Laras, Bu Dahlan (Lidya Kandou) yang lama sakit-sakitan akhirnya wafat meninggalkan kesedihan dan kerenggangan besar di antara anggota keluarga Dahlan. Â Tanpa disadari, adanya ketimpangan dalam pemberian kasih sayang Pak Dahlan pada anak-anaknya selama ini justru menjadi sumber konflik di saat-saat begini.Â
Adam merantau ke Jakarta, bekerja sebagai tenaga outsource di sebuah bank dengan gaji pas-pasan dan hidup mengontrak bersama istri dan anaknya. Laras pergi dari rumah dalam keadaan ngamuk karena Pak Dahlan menikah lagi dengan Bu Astuti, mengelola sebuah panti jompo swasta yang juga mengandalkan donatur dalam operasionalnya. Sementara Dicky hidup luntang-lantung nggak karuan dan ketergantungan narkoba (ini kenapa dia digambarkan awut-awutan).Â
Premis film ini sebenarnya cukup sederhana dan familiar di kehidupan masyarakat sehari-hari, yaitu konflik pembagian warisan dari orang tua untuk anak-anaknya. Dimana dalam film ini, Pak Dahlan ingin mempertahankan guest house miliknya kendati kesehatannya sendiri terganggu dan membutuhkan biaya besar, demi bisa mewariskan sesuatu untuk anak-anaknya.Â
Pembagian warisan menjadi ruwet karena Pak Dahlan sendiri bingung, siapa anak yang paling tepat diwariskan Salma Guest House. Akhirnya dia bikin trial sebulan, anak-anaknya diminta mengelola guest house secara bergiliran. Uniknya, yang menentukan siapa yang dipilih untuk memanajeri Salma nantinya bukan Pak Dahlan, melainkan empat karyawan guest house yang lucu-lucu, yang menambah semarak komedi di tengah seriusnya isu warisan keluarga.Â
Sepintas sih kelihatannya sepele ya, mau ke siapa aja guest house ini jatuh, toh masih keluarga-keluarga juga, masih anaknya Pak Dahlan. Tapi kita udah sering, kan, dengar bisnis keluarga yang jatuh karena anak yang dilimpahkan aset ternyata nggak cakap manajemen. Memang bukan salah si Bapak sepenuhnya, karena tiap anak biarpun satu darah ternyata beda-beda 'pegangannya' alias beda tangan beda hasil.Â